#Part
4
Masih di hari ketiga (18 November
2015). Setelah puas menikmati objek wisata di kawasan Tanjung Benoa, rombongan
kami (ibu-ibu pengurus Persatuan Istri Pegawai BI Pusat) memutuskan untuk
menikmati makan siang. Setelah itu kami langsung menuju destinasi berikutnya.
Sstt ... katanya butuh energi banyak untuk mencapai lokasi wisata tersebut. Di
mana sih? Sabaaar ....
Sehabis
makan siang pasti disusul oleh rasa kantuk. Agar mata tetap melek, kami meminta
kenek bus untuk memutar lagu-lagu karaoke. Betul saja! Tanpa menunggu waktu
lama, ibu-ibu langsung “on” menikmati alunan lagu. Yang bisa berkaraoke pun tak
mau menyia-nyiakan mic yang
menganggur. Yihaaa! Rame deh di bus.
Tertipu
oleh anak tangga pantai Padang-Padang
Perjalanan dilanjutkan menuju pantai Padang-Padang yang juga dikenal dengan
nama pantai Labuan Sait. Pantai ini sering dikunjungi oleh wisatawan domestik dan
mancanegara. Lokasinya terletak di Jalan Labuan Sait, Desa Pecatu, Kecamatan
Kuta Selatan, Kabupaten Badung Bali.
Kabarnya,
lokasi pantai ini menjadi unik karena berlatar belakang perbukitan yang rindang
dan batu karang terjal. Yang paling membuat saya penasaran bahwa pantai
Padang-Padang tersebut merupakan salah satu lokasi syuting film Eat Pray Love, yang dibintangi oleh
Julia Robets. Apanya sih yang membuat kru film Hollywood sampai bela-belain
pantai itu menjadi lokasi setting
film mereka? Penasaran saya jadinya.
Tidak perlu menunggu lama, akhirnya
kami pun tiba di area parkir menuju pantai Padang-Padang. Melihat cuaca yang
lumayan terik, awalnya ibu-ibu pada ragu untuk turun dari bus. Tidak dengan saya.
Justru saya ingin melihat, seperti apa tantangan menuju pantai itu. *sombongnya
kumat*
Wow! Para turis dari luar negeri
memadati kawasan pantai itu. Saya dan ibu-ibu lainnya menyempatkan untuk
mengambil momen berfoto. Kawasan pantai dengan pasir putih dan ombak yang
tenang, memang menjadi daya tarik tersendiri dari pantai ini. Hmm ... namun
buat saya pribadi, dalam hati saya berjanji tidak akan membawa anak-anak ke
tempat ini. Mungkin buat orang dewasa tidak masalah. Eh, tapi terserah saja ya
buat yang lainnya. Ini kan menurut saya pribadi saja. *kacamata kuda mana
kacamata kuda?* ^_^
Walau lelah, kami harus naik dan kembali ke bus |
Kami tidak berlama-lama di pantai
itu dan bersiap-siap menuju bus. Tantangan pun dimulai! Semua pada ngos-ngosan
menaiki tangga. Tidak terkecuali saya. Body
sudah sempura bermandikan keringat. Luar biasaaa! Betul! Butuh energi
ekstra menaiki anak tangga yang jumlahnya tidak sedikit itu. Pfiuuuh ...!
Menuju pantai Pandawa
Setelah bermandikan keringat di pantai
Padang-Padang, kami melanjutkan perjalanan menuju Pantai Pandawa. Letak pantai
itu ada di kawasan bukit yang diberi nama Secret Beach (pantai tersembunyi).
Pantai Pandawa terletak di Desa Kutuh, Kabupaten Badung, Bali. Letaknya yang
persis di belakang perbukitan menyebabkan pantai ini diberi nama “Pantai
Tersembunyi”. Pasir putih dan ombaknya yang tenang menjadi pemikat pantai ini.
Hanya ini bisa saya rekam di kamera hape. Hikks .... *efek karaokean* |
Saat bus melaju menuju pantai, kami
melewati tebing kapur di sisi kiri dan kanan jalan. Beberapa patung, yang kata tour guide kami jumlahnya ada lima, terlihat
di celuk-celuk tebing kapur menuju lokasi pantai. Sementara saya lupa untuk mengabadikannya dalam kamera. Aaargh!
Penampakan Pantai Pandawa |
Yang di belakang ikut ngeksis :p |
Di
kisah Mahabhrata, kehidupan Sang Panca Pandawa pernah dikurung dalam goa
Gala-Gala. Akhirnya keluarga Pandawa membuat terowongan untuk jalur keluarga
Pandawa menyelamatkan diri. Setelah berhasil menyelamatkan diri, Panca Pandawa
(Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa) membuka sebuah kawasan hutan
belantara sebagai daerah kekuasaan mereka.
Diberi
nama Pantai Pandawa karena ada kemiripan cerita yang ditulis dalam epos
Mahabharata dengan fakta perjalanan hidup masyarakat desa Kutuh. Sehingga
awalnya masyarakat memberi nama pantai tersebut sebagai Pantai Melasti (Secret
Beach). Kisahnya pun tetap dikenang oleh masyarakat Bali hingga sekarang. Dan
akhirnya, pemerintah Bali menetapkan namanya menjadi Pantai Pandawa yang
sebelumnya bernama Pantai Melasti (secret beach) pada tanggal 27 Desember 2012.
Gak sah kalau gak foto-fotoan :p |
Begitu
tiba, kami pun bergegas turun dari bus. Lagi-lagi cuaca terik matahari
menyengat di kulit. Namun, kebersamaan seolah tidak mampu mengalahkan sengatan
panas itu. Kami tetap enjoy
berfoto-foto dengan bermacam gaya ala model tahun ‘70an.
Tidak
bisa pakai kacamata di Uluwatu
Tujuan akhir kami di hari ketiga
adalah Pura Uluwatu. Kami ingin melihat sunset
di sana sambil menikmati pertunjukan tari Kecak.
Pura
yang terletak di atas anjungan batu karang yang terjal dan tinggi serta
menjorok ke laut ini merupakan Pura Sad Kahyangan yang dipercaya oleh orang Hindu sebagai penyangga
dari 9 mata angin. Pura ini pada mulanya digunakan menjadi tempat memuja seorang pendeta suci dari
abad ke-11 bernama Empu Kuturan. Ia menurunkan ajaran Desa Adat dengan segala
aturannya. Pura ini juga dipakai untuk memuja pendeta suci berikutnya, yaitu
Dang Hyang Nirartha, yang datang ke Bali pada akhir tahun 1550 dan mengakhiri
perjalanan sucinya dengan apa yang dinamakan Moksah atau Ngeluhur di tempat
ini. Kata inilah yang menjadi asal nama Pura Luhur Uluwatu. - Wikipedia -
Kami pun tiba di Uluwatu. Tour guide membagikan selendang kuning
kepada kami untuk diikatkan di pinggang. Begitu memasuki lokasi, saya melihat
pura yang berdiri kokoh di atas ujung tebing yang curam. Letaknya menonjol ke
lautan dengan pemandangan laut lepas. Sungguh memesona.
Puranya ada di atas sana |
Sebelum masuk, kami sudah diingatkan
untuk melepas asesoris seperti, bros, kacamata, dan barang bawaan lainhya, seperti kamera.
Di kawasan Pura Uluwatu yang dikelilingi oleh hutan kecil, dihuni oleh ratusan
kera. Tidak jarang pengunjung harus legowo kehilangan barang-barang tadi, jika
bertahan memakai atau membawanya dengan tidak berhati-hati. Seperti salah seorang teman saya yang mau tidak mau harus
merelakan kacamatanya ditarik dan diambil oleh kera.
Menikmati pertunjukan "Tari Kecak" dalam kisah Rama dan Shinta |
Selanjutnya kami pun berjalan
beriringan menuju lokasi pertunjukan tari Kecak. Hari semakin sore saat
pertunjukan dimulai. Sambil menikmati tarian Kecak kami juga menunggu matahari
perlahan terbenam. Suasana jadi begitu romantis dengan latar belakang sunset yang indah.
Menanti detik-detik sunset |
Bersama Hanoman ^_^ |
Berakhirlah kunjungan
kami di hari ketiga di Bali. Selanjutnya makan malam bersama melengkapi
kebersamaan kami di hari itu. Esoknya, kami tidak punya jadwal kunjungan lagi
selain membeli oleh-oleh sebelum menuju bandara. Maka, sampai di sini saja cerita
saya. Sampai jumpa di cerita wisata berikutnya. [Wylvera W.]