“Selain jadi Volunteer, ngapain di Ubud?” Wah, banyak.
Jalan-jalan, cari tempat makan yang pas dengan selera, dan wisata tentunya.
Hari pertama (1 Oktober 2012), saya dan Dyah P. Rinni tiba
di Bandara Ngurah Rai, Denpasar Bali. Hal pertama yang menjadi tujuan saya adalah
transportasi. Kami pun mampir ke tempat penyewaan mobil. Mengingat saya belum
akrab dengan jalan-jalan di Bali, mobil yang saya incar harus yang matic. Sayangnya, tak ada yang sesuai
dengan target anggaran yang sudah saya perkirakan. Semuanya mahal!
Batal!
Itu
keputusannya. Akhirnya kami pun menyewa jasa taksi menuju Ubud dengan tarif 210
ribu rupiah. Begitu taksi melaju, baru saya terbayang jika tadi saya memaksakan
menerima tawaran mobil yang manual, alamaaak...
bakal tak pede lah menginjak
pedal mobil sewaan itu. Meskipun saya sudah siap membawa GPS di koper, saya tak
begitu yakin akan nyaman menyetir di sana. Satu setengah jam perjalanan dari
Denpasar menuju Ubud, membuat saya yakin dengan keputusan tidak jadi menyewa
mobil.
Kami
tiba di Ubud View Bungalow sekitar pukul 14.00 WITA. Letak penginapan kami ada
di Jalan Hanoman, Padang Tegal. Setelah membereskan pemesanan, kami pun
diantarkan ke kamar. Ternyata kamar yang diberikan tak sesuai dengan perjanjian. Saya keberatan dan minta ditukar dengan yang twin
bed. Alhamdulillah, pihak bungalow mengakui kekeliruannya. Kami kembali
diantar ke kamar yang sesuai dengan pesanan.
Model pintu kamar yang selalu seragam |
Setelah
makan, kami memutuskan untuk ke luar dan melihat-lihat lingkungan sekitar.
Ternyata, tempat kami menginap agak jauh dari Jalan Ubud Raya atau Monkey
Forest (jalan yang dekat lokasi acara UWRF digelar). Tak mungkin ditempuh
dengan jalan kaki. Bisa gempor!
Hari
pertama dengan sepeda motor.
Tak
ada mobil matic sepeda motor pun
jadi. Kami putuskan untuk menyewa sepeda motor saja selama berada di Ubud.
Lebih nyaman, ringan, gampang menyelip-nyelip di jalan-jalan Ubud yang relatif
sempit dan padat.
Harga
sewa motor sudah disepakati, 50 ribu per hari dengan mengisi bensin sendiri. Saya baru tahu, kalau Dyah teman sekamar saya, ternyata tak bisa membawa sepeda motor...hehehe.
Tak apa, saya saja yang jadi pengemudinya, sementara Dyah bertugas mengarahkan
(halaaah...:p).
Pagi
itu kami siap menuju tempat orientasi Volunteer Ubud Writers and Readers
Festival. dengan sepeda motor berwarna pink di halaman bungalow. Saya sengaja mengajak Dyah ke acara
orientasi.
Ini bukan beriklan lho. :) |
Bismillahirrahmanirrahiiim...wuuuzzz!
Sepeda
motor melesat ringan di jalan raya. Ternyata asyik juga naik sepeda motor di
Ubud. Kami bisa lebih cepat sampai ke tujuan. Selesai orientasi, kami
mulai melakukan eksplorasi. Pertama, mencari tempat makan yang pas dengan
selera. Sepeda motor pun meluncur dengan anggun, seanggun yang membawanya. Bwuahahaha....
Satu
yang saya ingat,
bahwa di Ubud banyak sekali anjing yang berkeliaran. Saya paling takut sama
hewan satu itu. Meskipun naik sepeda motor, tetap saja was-was. Untunglah, tak
ada kejadian aneh-aneh dengan anjing selama di sana.:)
Selepas
makan,
kami kembali ke bungalow. Istirahat sebentar, lalu kembali ke luar
menuju tempat monyet-monyet tinggal dan berkembang biak. Mandala Wisata Wenara Wana namanya. Lokasinya di Jalan Monkey Forest
Padang Tegal,
Ubud, Bali.
Sstt...
sebenarnya bukan cuma anjing yang bisa bikin saya ketakutan, tapi sama monyet juga lho. Saya punya pengalaman buruk dengannya (nggak usah diceritain ya, maluuu:p). Untunglah ada Dyah yang lumayan berani, saya jadi semangat. Dengan
perasaan cemas, saya berjalan dekat-dekat dengan Dyah. Sambil mencuri-curi
memotret.
“Auuu!”
Salah
satu anak monyet melompat ke pundak Dyah. Kalau saya yang dilompati seperti itu,
mungkin bisa pingsan atau jejeritan kayak orang kesurupan. Tapi, Dyah berusaha
tenang sampai monyet itu turun sendiri. Begitulah, kami pun menikmati waktu
sambil berfoto-foto di lokasi.
Setelah
itu, kami menuju Cafe Lotus, Pura
Saraswati.
Setelah puas memotret bunga-bunga lotus yang tumbuh subur di kolam pura, kami pun mencari tempat makan.
Tempat
makan yang paling sering kami kunjungi di Ubud adalah Warung Ijo. Banyak
pilihan menunya, mulai dari nasi goreng sampai gado-gado. Sesuai dengan selera.
Setelah puas memotret bunga-bunga lotus yang tumbuh subur di kolam pura, kami pun mencari tempat makan.
Gado-gado favorit |
Mie goreng |
Hari
kedua menuju tempat wisata.
Di hari ketiga (3
Oktober 2012), saya belum bertugas sebagai Volunteer.
Dan, ini pula alasan saya tak bisa hadir di acara pembukaan UWRF 2012. Tak mengapa, yang penting semua keinginan tercapai. Waktu kosong ini tentu saja kami manfaatkan untuk berwisata menikmati alam Bali
yang sarat dengan tempat-tempat yang indah. Banyak pilihan dari brosur-brosur
yang kami pungut di display bandara
sehari sebelumnya. Namun, pilihan kami jatuh pada paket perjalanan Lovina Tour.
Dari rangkaian perjalanan itu, saya hanya bagikan beberapa
foto kenangan di beberapa tempat saja. Sebab, Lovina dan Gitgit saya kisahkan
di bagian lain. Dan, dari paket perjalanan itu, kami hanya sempat mampir di
Lovina, Air Terjun Campuhan, dan berakhir di
Tanah Lot.
Pintu masuk ke Pemandian Air Panas Desa Banjar (dokpri) |
Di Pemandian Air Panas
desa Banjar, kami sempat tergiur untuk berendam, tapi sayang, tak bawa baju
ganti. Kami hanya memuaskan diri untuk memotret lokasi saja.
Ngiler lihat airnya, pengin nyebur rasanya (dokpri) |
Sumber mata air panas |
Perjalanan
berlanjut ke salah satu pura (maaf, lupa nama puranya). Di area pura tersebut
ada miniatur Candi Borobudur, lonceng besar, dan patung-patung Budha
Di depan miniatur Candi Borobudur |
Puas mengitari lokasi
pura, perjalanan kami lanjutkan menuju Danau Beratan Bedugul. Semua pasti sudah
pernah melihat gambarnya di lembaran uang 50 ribu rupiah.
Wisata ke Danau
Beratan menjadi lebih komplet, karena bertepatan dengan adanya upacara agama “Nyegara
Gunung”. Menurut salah satu penduduk yang saya tanya, arti dari Nyegara Gunung
adalah pertemuan laut dan gunung. Mereka mengadakan upacara ini setahun sekali.
Upacara Nyegara Gunung (dokpri) |
Tujuan wisata kami
berakhir di Tanah Lot. Sudah lama sekali tak berkunjung ke Tanah Lot, ini jadi pemuas rindu.
Bukan Penunggu Tanah Lot :p (dokpri) |
Di sana kami puaskan
berfoto-foto. Dan selebihnya menyinggahi toko-toko yang menjual baju, makanan
dan suvenir khas Bali.
Kembali
dengan sepeda motor.
Hari
keempat di Ubud, saya mulai bertugas sebagai Volunteer. Tetap saja, di luar jam
tugas saya dan Dyah tak menyia-nyiakan waktu untuk menikmati suasana Ubud yang
tak pernah sepi selama UWRF berlangsung.
Lagi-lagi ini bukan promo |
Motor yang disewakan untuk kami kali ini bertukar dengan Scoopy. Lebih ringan dan mungil. Bersama
Scoopy inilah kami habiskan hari-hari
di luar jadwalku sebagai volunteer.
Mulai dari menikmati street party, nonton
film, cari tempat makan yang murah meriah tapi halal dan pas dengan lidah,
belanja camilan, ke pasar Ubud, sampai nonton teater, semua ditempuh dengan Scoopy putih.
Hari
terakhir di Bali.
Tibalah saatnya
untuk kembali ke Jakarta. Kami tak lagi bersama sepeda motor, melainkan
menyewa mobil untuk mengantar kami ke bandara Ngurah Rai, Denpasar. Karena
waktu masih cukup, kami sempatkan mampir ke Joger, di Jalan Raya Kuta Bali,
untuk membeli beberapa kaus dan tas buat oleh-oleh.
Demikian kisah perjalanan saya dan Dyah selama di Ubud, Bali.
Semoga saya punya kesempatan lagi kembali ke sana dengan pengalaman yang berbeda
pula. [Wylvera W.]
Aaahh... enak bener mbak kerja bonus jalan2
BalasHapusHehehe, iya. Makanya pengin lagi bisa ke sana. :)
Hapus