#Repost
Ketika gunung merapi itu
meletus dan memuntahkan laharnya yang panas tahun 2010 silam, saya hanya bisa
menyaksikannya di tivi. Pernah terbesit di hati bahwa suatu hari nanti saya
ingin sekali melihat secara langsung lokasi bencana itu. Ternyata keinginan itu
akhirnya bisa tercapai.
Kaki Gunung Merapi di desa
Kinahrejo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman yang dulunya merupakan
permukiman penduduk itu sekarang berubah menjadi tempat wisata. Motor-motor
trail yang terparkir di pinggir jalan menawarkan jasa layanan menuju lokasi
sisa letusan Gunung Merapi. Tak hanya itu, puluhan mobil jip juga ikut menjual
jasa off road menuju lokasi yang sama.
Hampir semua mobil jip dan motor trail yang disewakan itu
adalah milik warga setempat.
Jip yang kami naiki. Foto: Pribadi |
Hari Selasa, 18 Juni 2013
lalu saya dan teman-teman berkesempatan mengunjungi lokasi sisa bencana Merapi
itu. Ini bagian dari perjalanan liburan kami dari Bekasi ke Jogjakarta. Sudah hampir
tiga tahun bencana itu terjadi, kini yang bisa dilihat hanyalah sisa-sisa
kerusakannya. Objek ini sungguh membuat rasa penasaran yang membuncah di hati
saya. Sebelum menuju lokasi sisa bencana letusan Merapi, kami tiba di tempat
yang merupakan titik keberangkatan Grinata Adventure.
Masih terlihat mulus di start awal. Foto: Pribadi |
Setelah sepakat, akhirnya saya
dan lima teman (ibu-ibu semua lho...hehe) lainnya menyewa satu jip untuk
berkeliling. Sementara tiga ibu lainnya memilih menunggu alias tak ikut bersama
kami. Dari keterangan sopir jip yang membawa kami, sejak disediakannya
angkutan ini, mereka kebanjiran wisatawan hingga saat ini. Ada sekitar 86 unit
jip yang disediakan untuk mengantar para pengunjung yang ingin melihat lokasi
paska letusan Gunung Merapi itu. “Setiap hari, jip-jip ini bisa melayani
sampai sekitar lima kali perjalanan pergi dan pulang. Wisatawan yang bisa naik
di atas jip sekitar 6 orang (tergantung bobotnya),” begitu ujarnya memberi
informasi.
Perjalanan off road ini pun dimulai menuju Kali Opak,
salah satu sungai di lereng Gunung Merapi tempat lahar mengalir. Di
musim kering, kali ini kering. Hanya batuan berukuran besar dan endapan pasir
Merapi berwarna hitam saja yang terhampar. Dengan kap mobil yang
terbuka kami leluasa untuk mengambil foto-foto lokasi. Awalnya cukup nyaman
berdiri dan membidik momen dalam jepretan kamera. Tapi, begitu memasuki jalanan
yang terjal dan curam kami mulai kesuiltan mengambil gambar. Saya tak mau patah
semangat. Meskipun diguncang dalam jip, saya tetap berusaha membidik semampunya.
Lumayan lah hasilnya.
Jalanan yang mulai ekstrim. Foto: Pribadi |
Jalan bebatuan yang membuat jip selalu berguncang keras. Foto: Pribadi |
Awalnya kami memilih yang Short Route, tapi di tengah perjalanan
ketika sopir menawarkan pilihan untuk menyinggahi tempat-tempat dengan medan
yang lebih ekstrim, akhirnya kami menambah pilihan rute menjadi Long Route. Kami pun menyusuri Kali Gendol.
Lokasi Kali Gendol. Foto: Pribadi |
Kondisi jalanan yang
terjal, naik turun, curam membuat kami tak bisa duduk tenang di dalam jip.
Namun, luar biasa, keinginan untuk menyaksikan kerusakan letusan merapi
mengalahkan rasa mual di perut yang dikocok-kocok itu. Beberapa kali bibir kami
mengucap, “Subhanallah”. Pemandangan yang terbentang di sepanjang perjalanan
membuat saya merinding. Tak terbayangkan betapa paniknya warga dan porak-porandanya keadaan
waktu itu. Belum lagi kerangka hewan-hewan piaraan seperti sapi dan kambing
yang terlihat di beberapa titik. Rumah-rumah yang hanya tinggal kerangkanya
membuat hati terenyuh.
Rumah penduduk yang terkena dampak erupsi. Foto: Pribadi |
Kerangka hewan yang terkena dampak erupsi. Foto: Pribadi |
Kami sempatkan untuk
berhenti dan berdoa di depan beberapa reruntuhan rumah yang hangus diterpa awan
panas dan lahar Merapi. Semua tinggal kerangka. Di samping rasa prihatin dan
sedih melihat sisa-sisa bencana itu, hati ini juga tak lepas mengucap rasa
syukur kepada Sang Khalik, karena saya masih diberi kesempatan yang jauh lebih
nyaman untuk meneruskan hidup demi menyaksikan kebesaran-Nya ini.
Beberapa kali kami meminta
sopir jip untuk berhenti agar kami bisa mengambil gambar lokasi. Berikutnya
pemberhentian pun tiba di lokasi makam Mbah Maridjan. Selain berziarah, kami
tak lupa memanjatkan doa untuk arwah beliau dan seluruh korban bencana. Di
lokasi makam dan rumah Mbah Maridjan inilah pengunjung bisa meemukan informasi
tentang apa yang dialami oleh Mbah Maridjan dan penduduk setempat.
Foto: Pribadi |
Perjalanan dengan jip
masih dilanjutkan. Kali ini kami menuju batu besar yang disebut warga sebagai
Batu Alien, karena bentuk permukaan batu tersebut mirip wajah manusia yang
sedang berteriak. Dari lokasi ini, Gunung Merapi terlihat jelas sekali. Kami
sempatkan berfoto.
Kawasan Batu Alien di Desa Jambu. Foto: Pribadi |
Batu Alien dan saya. |
Kami
salah memilih waktu
start, sehingga hari pun mulai gelap sementara belum semua tempat kami
kunjungi. Sebaiknya lebih pagi, agar lebih panjang waktu yang bisa
dipakai menelusuri lokasi. Sebelum benar-benar gelap, sopir jip kembali
membawa kami ke lokasi
berikutnya. Perhatian saya langsung tersedot ketika melihat rumah
seorang
penduduk yang hampir roboh dan nyaris tak beratap. Pemiliknya menjadikan
sisa rumahnya
itu sebagai museum. Sebelum masuk, saya membaca papan nama yang
bertuliskan, “Museum
Sisa-sisa Hartaku”. Di dalam rumah itu dipajang benda-benda yang rusak
akibat erupsi. Jam dinding yang menjadi saksi waktu kejadian erupsi juga
tergantung di dinding.
Semua foto dokpri |
Sebenarnya hati masih
ingin meninjau lokasi lainnya, namun hari sudah semakin gelap. Kami pun
memutuskan untuk kembali. Sangat tidak terduga, kami sempat mengalami kecemasan
yang luar biasa akibat mobil jip yang membawa kami tak bisa melewati jalanan
bebatuan yang terjal. Bolak-balik mobil digas dan dipaksa melaju namun akhirnya
meluncur mundur. Saya dan ibu-ibu lainnya tak lepas beristighfar agar sopir bisa mengatasi medan.
Saya sempat menawarkan
untuk turun. Dalam perkiraan saya, kalau kami turun beban mobil akan lebih
ringan dan bisa naik serta melewati jalan menanjak yang penuh batu itu.
Ternyata saya salah. Sopir mengatakan justru dengan beban penumpanglah jip itu
bisa menekan dan menerjang medan terjal. Alhamdulillah, akhirnya setelah
beberapa kali mencoba, kami pun bisa menembus jalanan terjal yang menanjak itu.
Kecemasan
kami ternyata dirasakan oleh ketiga teman yang tak ikut dan memutuskan untuk
menunggu di pemberhentian akhir tempat mobil-mobil jip diparkir tadi. Waktu
yang diperkirakan sudah melampaui batas sehingga membuat mereka ikut merasa
cemas menunggu kepulangan kami.
Dan,
syukurlah...di kegelapan malam, akhirnya kami menyudahi petualangan yang
mendebarkan itu dan kembali ke penginapan.
Informasi tambahan buat calon pengunjung:
Jasa layanan perjalanan wisata dengan mobil jeep
menyediakan beberapa paket reguler yang terbagi atas pilihan rute.
1. Short Route; tujuan
Kaliadem,menyusuri Kali Opak,kali Gendol,Batu Alien
dengan tarif Rp. 250.000, dengan waktu perjalanan 1 s/d 1,5 jam
dengan tarif Rp. 250.000, dengan waktu perjalanan 1 s/d 1,5 jam
2. Medium Route; tujuan paket
Short di tambah Batu Gajah ,dengan Tarif Rp350.000, dengan waktu perjalanan 2
s/d 2,5 jam
3. Medium Barat Route; tujuan
menuju Kaliurang,Tlogo Putri,Museum Merapi, Ulun Sentalu, Gardu Pandang, dengan
tarif Rp 350.000, dengan waktu perjalanan 2 s/d 2,5 jam
4. Long Route; tujuan paket
short di tambah lokasi pemakaman Alm. Mbah Maridjan dan Bukit Glagahsari,
dengan Tarif Rp. 450.000, dengan waktu perjalanan 3 s/d 3,5 jam
5. Paket Sunrise Route; paket
short,dengan harga khusus Rp350.000, standby di pos basecamp pukul 05.00 pagi
dan siap untuk berangkat menuju kaliadem. [Wylvera W.]
ya ampun...
BalasHapusliat kerangka sepeda motor, tv, dan peralatan lainnya bikin miris
segitu dahsyatnya letusan gunung merapi
apalagi, dampaknya untuk manusia yang banyak korban jiwa
oh ya, tertarik sama batu alien mbak
kapan2 kalo ada tugas ke jateng mau mampir ah :)
Iya, sempatkan ke sana, Mas. Melihat langsung kesannya pasti berbeda.
Hapuswih, sampai kayak gitu, ya... kekuasaan Allah. Btw, itu Jeep-nya keren. hehe
BalasHapusIya, kalau Allah berkehendak ... apa yang tak mungkin ya, Mbak. Btw, aku mupeng nyetir sendiri waktu itu, tapi gak dibolehin. :)
HapusKe sana musti sedia masker yg mantap. Debunya itu lho...
BalasHapusSeru ya, kak kalo kita jerit2 malah tambah kenceng itu jeep hahaha
Kami malah gak berani jejeritan. Yang ada bolak-balik istighfar saking seramnya digoncang-goncang. :(
HapusWaah...saya belum pernah ke Merapi mba Wiek, pengen juga. Itu harganya per orang ato per paket gitu ya mba?
BalasHapusCobain deh, Mbak. Itu buat satu jeep yang muatannya sekitar 6 orang.
Hapus