Tampak depan Masjid (doc. pribadi) |
Setiap kali melakukan perjalanan ke
kota-kota yang menjadi target kunjungan, saya selalu ingin melengkapi kunjungan
ke tempat ibadahnya (baca: masjid). Apalagi jika sempat mendengar ada sejarah
unik dari tempat ibadah itu. Rasa penasaran saya langsung menyala. Begitu pula ketika saya dan anak-anak memilih
menghabiskan penghujung tahun 2013 di Provinsi Jambi. Selain tempat wisata
alam, kerajinan daerah, dan kulinernya, saya tak lupa menanyakan tempat ibadah
yang terkenal di kota itu. Kota yang terkenal dengan Sungai Batanghari (sungai
terbesar di Pulau Sumatera) ini, memiliki masjid bersejarah. Masjid itu dikenal
dengan nama Seribu Tiang.
(doc. pribadi) |
Mendengar nama masjid itu tentu saja saya semakin
penasaran. Katanya, masjid itu lebih populer dengan nama “Seribu Tiang”.
Apalagi sebutan seribu tiang tercetus dari para pendatang yang sempat singgah
dan sholat di masjid ini. Mengapa? Ternyata sebutan itu mereka berikan karena
melihat bangunan masjid yang unik dengan tiang-tiang penyangganya, tanpa pintu
dan jendela seperti masjid-masjid pada umumnya. Saya dan anak-anak sempat
terpicu ingin menghitung jumlah tiang-tiang itu sebelum akhirnya menemukan
jawaban atas pemberian nama populer itu.
Sejarah Mesjid Agung Al-Falah
Masjid ini sebenarnya bernama Masjid Agung Al-Falah.
Letaknya di pusat kota Jambi. Tepatnya di Jalan Sultan Thaha. Keponakan
saya yang selama ini tinggal di Jambi, akhirnya mengisahkan tentang sejarah masjid
ini. Menurut cerita yang pernah didengarnya di sana, sebenarnya sejarah masjid
ini belum tercatat dengan resmi. Namun, dari info yang beliau dapat bahwa
dulunya tanah lokasi masjid tersebut merupakan pusat kerajaan Melayu Jambi.
Lalu, pada tahun 1885 lokasi itu dikuasai oleh penjajah (Belanda) dan dijadikan
benteng.
Masjid Agung Al falah ini berdiri di
lahan bekas Istana Tanah Pilih dari Sultan Thaha Syaifudin. Pada tahun 1858,
saat terpilih menjadi sultan, Thaha Syaifuddin membatalkan semua perjanjian
yang disepakati Belanda dengan almarhum ayahnya. Menurutnya perjanjian itu
sangat merugikan kesultanan Jambi. Singkat cerita, akhirnya Belanda membumi
hanguskan komplek Istana Tanah Pilih itu. Seterusnya lokasi bekas istana sultan
itu dijadikan asrama tentara Belanda yang dipakai sebagai tempat pemerintahan.
Sampai tahun 1970 lokasi tersebut masih dipakai sebagai asrama TNI di Jambi.
Proses pembangunan Mesjid Agung
sendiri dimulai pada tahun 1971 dan diresmikan penggunaannya oleh mantan
Presiden RI (Soeharto) pada tahun 1980. Masjid kebanggaan masyarakat Jambi ini
berdiri di atss lahan sekitar 2,7 Hektar. Luas bangunannya sendiri adalah 6.400
M2. Masjid ini mampau menampung sekitar sepuluh ribu jemaah. Wow!
Banyak juga ya?
Arsitekturnya yang unik
Setelah
berfoto di halaman masjid, saya dan anak-anak tak puas. Kami memutuskan masuk
ke dalam mesjid. Wah! Pantaslah kalau disebut sebagai Masjid Seribu Tiang. Bangunan
Masjid Agung Al- Falah ini dilengkapi dengan kubah besar dan menara yang anggun
menjulang. Melihat bangunannya, material yang digunakan adalah beton
bertulang. Sebutan Seribu Tiang itu
dilambangkang oleh jejeran tiang-tiang masjid berwarna putih, tinggi yang
anggun menyangga bangunan ini.
Bagian dalam masjid yang sejuk. (doc.pribadi) |
(doc. pribadi) |
Jumlah tiangnya yang ratusan terbagi dua bentuk.
Pertama, berbentuk tiang-tiang tinggi berwarna putih dengan tiga sulur ke atas
sebagai penyanggah sekeliling atap masjid sebelah luar. Kedua, berupa
tiang-tiang silinder berbalut tembaga sebagai penopang struktur kubah di area
tengah bangunan masjid. Tembaga yang membalut tiang-tiang silinder ini
memberikan kesan antik dan megah pada interior masjid.
Tiang-tiang kokoh penyangga bangunan masjid. (doc.pribadi) |
Keunikan masjid ini terletak pada bangunannya yang
terbuka tanpa tembok penutp bagian kiri, kanan dan depannya. Bahkan kami tak
menemukan pintu serta jendela di sana. Menurut sejarahnya juga, konsep
pembangunan masjid ini sesuai dengan namanya. Al-Falah dapat diartikan sebagai
kemenangan. Menang, memberi makna kebebasan tanpa tekanan dan kungkungan.
Filosofi itu mungkin telah melandasi konsep pembangunan serta penamaan mesjid
Al-Falah ini sehingga bangunannya dibiarkan terbuka tanpa pintu dan jendela,
sehingga umat muslim dari mana saja bebas masuk dan melaksanakan ibadah di
dalamnya.
(doc. pribadi) |
Konsep bangunan masjid yang terbuka ini memberikan
udara bebas ke luar dan masuk, sehingga tak diperlukan AC atau alat penyejuk
listrik lainnya. Kembali ke hiasan ornamennya. Kubah di dalam masjid dihias
dengan ornamen garis-garis simetris, mirip dengan garis lintang dan bujur bola
bumi. Lampu gantung berukuran besar dengan bahan tembaga melengkapi kemegahan
ruang di bawah kubah masjid. Ukiran kaligrafi Al-Qur’an bewarna emas sangat
menarik perhatian saya karena dipasang dalam posisi melengkungi ruang mihrab
dan mimbar. Mimbar masjid ini selain berukir juga dilengkapi dengan sebuah
kubah kecil.
Bagian dalam masjid. (doc.pribadi) |
Bedug yang ditelakkan di bagian depan melengkapi keunikan masjid. (doc. pribadi) |
Saat ingin meninggalkan masjid, pandangan saya tak luput dari kolam yang
mirip kanal kecil terletak memanjang di sisi kanan mesjid. Kolam itu
semakin unik karena ikan-ikan di dalamnya dipelihara sedemikian rupa.
Katanya, agar binatang tak terlalu leluasa memasuki masjid yang tak
berpintu itu.
Sayang, saya tak bisa melakukan sholat di masjid ini
karena sedang berhalangan. Namun, hati ini sudah terpuaskan karena bebas
mengambil foto dan mengabadikannya dalam catatan perjalanan kami. Semoga di lain
kesempatan saya dan keluarga masih diberi kesempatan untuk mengunjungi Al-Falah,
Masjid Seribu Tiang ini. Salam. [Wylvera W.]
Kolam ikan ini menambah kesan sejuk pada masjid. (doc.pribadi) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar