#Jalan-jalan Nekat (part 2)
Dari Heathrow kami pindah tube di Leichester Square Station menuju
Camden Town. Jarak yang sebenarnya jauh ini hanya ditempuh dalam hitungan waktu
tak sampai sejam. Inilah kelebihan dari jalur tarnsportasi Inggris. Efisiensi
kereta bawah tanahnya sangat khas. Meskipun tak bisa melihat pemandangan dari
balik kaca jendela, anak-anak saya sangat menikmati perjalanan dengan kereta
ini.
Kami
tiba di Camden Town Station sekitar
jam sembilan pagi. Tidak banyak yang berubah dari stasiun bawah tanah Camden Town ini. Masih mirip dengan empat
tahun lalu ketika saya dan suami ke sini. Distrik ini (begitu saya menyebutnya)
adalah sebuah kawasan di London yang menjadi pusat berbelanja.
Ini foto lama saya saat pertama kali berkunjung ke Camden Town. |
Sebelumnya
saya sempat kaget ketika mendengar suami memutuskan untuk menginap di Camden Town. Sudah terbayang di benak saya
betapa ramai dan riuhnya nanti. Apakah akan nyaman bagi saya dan
anak-anak? Mengingat di situ pula
tempatnya hangout anak-anak muda
London, bahkan sampai menjelang pagi. Wajarlah kalau ada rasa khawatir di hati
saya. Namun karena suami yakin kalau kami akan aman-aman saja, saya pun menurut.
Camden Town Station di pagi hari belum terlalu sibuk (dokpri) |
Camden Town
adalah salah satu titik dari kota London yang ramai karena di sini berdiri
beragam toko dan tempat makan. Camden
Town ini seperti Cihampelas di Bandung. Satu blok berjajar toko-toko yang
menampung puluhan pedagang. Yang paling banyak dijual adalah cindera mata
(suvenir), sepatu, pakaian, dan vinyl atau piringan hitam/plat.
Sekilas keramaian yang tertangkap kamera (dokpri) |
Untuk
ukuran kantong menengah belanja di sini lumayan pas. Beda harganya
dengan belanja di kawasan Oxford Street.
Tapi, itu kalau niatnya mencampurkan target traveling
dan belanja-belanji, lho. Sayangnya, suami saya tidak begitu nyaman jika
diajak
blusukan dari toko ke toko. Jadilah kami sekadar menikmati pemandangan
dengan
ragam pedagang setiap kali pergi dan pulang dari dan menuju ke
penginapan. Dan, saya pun terlewat memotret keramaian suasana Camden
Town saat ramai-ramainya. Hehehe...ini
menutupi rasa ngiler sih sebenarnya. Uhuk...!
Ups!
Jangan dibahas lagi ya. Mari kembali ke cerita berikutnya. Hahaha....
Udara
musim dingin sudah mencapi 4 derajat Celcius saat kami ke luar dari stasiun.
Kami kembali menarik dua koper besar dan satu koper ukuran kabin pesawat menuju hotel
yang sudah dipesan oleh suami saya. Karena belum saatnya jam check in kami pun tak bisa masuk ke
kamar lebih awal. Untung pemilik hotel orangnya ramah, begitu kesan yang saya
tangkap di awal perkenalan.
Pemilik
hotel mengizinkan kami menitipkan koper di dapurnya. Dia bilang koper kami akan
aman-aman saja karena hanya dia yang memegang kunci dapur itu. Sebelum
meninggalkan hotel, saya minta izin untuk ke kamar mandi yang disediakan di
luar kamar. Kami pun masing-masing merapikan tampilan wajah yang mulai kusut
karena tidak sempat mandi selama sehari semalam. “Jangan buang-buang waktu, cukup
cuci muka dan gosok gigi saja,” kata suami saya mengingatkan. Tak apalah. Udara
dingin di luar sana akan menyamarkan aroma tubuh kami. Hahaha....
Sebelum
memulai meng-exlpore kota London di
hari pertama tiba, suami saya mengajak kami mengisi perut terlebih dahulu.
Karena masih pagi, belum banyak restoran yang buka. Sandwich tuna dan udang menjadi pilihan yang lumayan aman. Ditambah
dengan teh panas ukuran cup yang sedang sebagai penghangat perut.
Mencari pengganjal perut yang aman (dokpri) |
Meskipun
udara dingin namun kami tetap perlu cairan. Suami selalu mengingatkan membeli
masing-masing sebotol air mineral untuk menemani perjalanan. “Supaya tidak
dehidrasi,” ujarnya memberi alasan yang kuat.
Perjalanan
pun dimulai. Untuk mencari variasi transportasi, suami saya menawarkan naik bus
kepada anak-anak. Mereka langsung setuju. Tujuan pertama kami adalah Trafalgar
Square. Kami mencari halte untuk melihat map dan jalur bus yang akan dipilih. Tidak
berapa lama double decker bus (bus
bertingkat) yang menuju Trafalgar Square pun datang. Anak-anak memilih duduk di
atas. Kami hanya mengikuti keinginan mereka saja, yang penting mereka senang.
Menikmati kota dari atas double decker bus (dokpri) |
Si
Kakak mulai sibuk menggunakan kamera Canonnya. Heran juga. Sejak berangkat dari
Jakarta, anak-anak saya belum istirahat dengan sempurna. Tapi mereka seolah tak
merasakan kelelahan itu. Udara dingin pun tak menjadi penghalang bagi mereka.
Selama bus berjalan, mereka benar-benar menikmati pemandangan gedung-gedung
klasik berpadu bangunan modern yang menjadi ciri khas kota London.
Sebelum
mencapai Trafalgar Square, suami ingat kalau hape kami belum diisi
kartu baru. Akhirnya kami memutuskan untuk berhenti di St. Pancras
International Station untuk menemukan toko yang menjual kartu telepon.
Sebelum masuk ke lokasi ini, kami sempatkan berfoto-ria. Setelah membeli
kartu telepon kami kembali melanjutkan perjalanan menuju Trafalgar
Square.
Biar adil empat-empatnya harus fotoan. Tongsis belum keluar nih :) (dokpri) |
Yaiii...!
Kami pun tiba di Trafalgar Square, salah satu landmark yang terletak di sebelah Tenggara pusat kota London.
Tempat ini katanya merupakan lokasi favorit untuk berkumpulnya masyarakat
Inggris dan para turis. Trafalgar Square
merupakan tempat yang memiliki nilai sejarah. Monumen dan patung-patung yang
indah menjadi objek yang memancing si Kakak memaksimalkan fungsi kameranya.
Si Kakak dengan gaya memotretnya (dokpri) |
Nelson's Column (dokpri) |
Si Kakak dan Adek di depan patung singa (dokpri) |
Di
lokasi Trafalgar Square ini terdapat kolam
air mancur dan patung Sir Charles James Napier, Sir Henry Havelock, dan Raja
George IV. Selain itu ada juga sebuah monumen yang tinggi di tengah alun-alun.
Monumen itu bernama Nelson’s Column
yang dikelilingi oleh empat patung singa. Monumen ini didirikan untuk menghormati
Admiral Horaito Nelson, pahlawan Inggris yang gugur dalam perang Trafalgar tahun
1805. Lokasi Trafalgar Square yang
strategis menjadi sering digunakan sebagai tempat untuk menggelar ragam
festival seni dan budaya. Yang pasti, landmark
London ini selalu ramai dikunjungi para turis seperti kami.
Pakai tongsis kami pun berhasil berfoto dengan latar The National Gallery (dokpri) |
Selain
itu, di area ini juga terdapat gedung The
National Gallery, London. Tak perlu membayar untuk masuk ke dalamnya. Di
sini tersimpan ribuan lukisan karya seniman-seniman ternama Eropa, mulai dari
Picasso, Leonardo da Vinci, Van Gogh hingga Rembrandt. Sayangnya, tidak boleh
memotret di dalamnya. Jika melanggar aturan, siap-siaplah untuk didatangi
petugas yang akan meminta kita menghapus foto-foto yang terlanjur diambil. Si
Kakak pun menahan diri untuk mengaktifkan kameranya.
Setelah
puas berfoto-foto di Trafalgar Square,
kami melanjutkan berjalan kaki menuju Big Ben. Gerimis mulai turun. Untung saya
sudah siap dengan payung lebar. Walau sedikit mengurangi kenyamanan, namun
setidaknya kami bisa terhindar dari basah.
Payung ini lumayan melindungi dari gerimis (dokpri) |
Sebelum
benar-benar sampai di lokasi Big Ben, kami tidak melewatkan tempat-tempat yang
layak untuk diabadikan. Jarak yang lumayan jauh untuk ukuran berjalan kaki
menjadi sedikit terabaikan karena beberapa objek yang menarik perhatian untuk
difoto.
Berpose bersama kuda Inggris dan Monumen Women of War II (dokpri) |
Setelah
berjalan
kaki sekitar lima belas menit, kami pun sampai di sisi gedung House of
Parliement (Big Ben). Anak-anak saya berdecak kagum
memandang kemegahan bangunan tersebut. Sungguh kurang lengkap jika
sampai di
London tapi tidak mampir ke Westminster
Palace yang lebih dikenal dengan House
of Parliement ini.
Big Ben
menjadikan gedung markas parlemen Inggris ini tersohor hingga ke seluruh dunia.
Meskipun ada dua menara (tower) lainnya yang terdapat di gedung ini yaitu Victoria Tower dan Central Tower, namun Clock
Tower yang lebih populer dengan sebutan Big
Ben inilah yang paling terkenal. Jam ini sudah berdetak sejak tanggal 31
Mei 1859. Wow! Sudah tua ya?
Tanpa
terasa waktu cepat sekali bergeraknya. Musim dingin menjadikan hari lebih cepat
gelap. Walaupun udara bertambah dingin menusuk kulit, kami tetap menyempatkan
untuk berfoto. Kalau tahun 2010 lalu hanya saya dan suami yang bisa menikmati
dan berfoto berdua di sini, sekarang akhirnya kami bisa membawa anak-anak. Ah!
Lengkap sekali rasanya. Alhamdulillah....
Selanjutnya dari Westminster Bridge ini juga kami bisa
melihat satu ikon London yang juga cukup beken. Yap! London Eye, wahana berbentuk kincir raksasa setinggi 135 meter dan
terletak tepat di pinggir Sungai Thames.
Kamera hp tak mampu menangkap London Eye di kejauhan sana (dokpri) |
Sebelum
berangkat, kami sebenarnya berniat ingin menaiki salah satu dari 32 kapsul kaca
itu. Karena tak kuat berjalan dan mengantri di udara dingin, lagi-lagi
saya dan suami merelakan membatalkan niat tersebut. Untunglah anak-anak tidak
kecewa. Cukup berfoto saja, kata mereka sudah menyenangkan. Syukurlah....
“Gimana? Masih sanggup meneruskan penjelajahan?” tantang suami saya kepada anak-anak.
“That’s
enough for today! Gak kuat nih, mulai
dingin banget,” sahut si Kakak antara pengin dan ragu sebenarnya.
“Balik aja dulu yuk, aku juga mulai
ngantuk,” tambah si Adek sambil menguap.
Kasihan melihat mereka, saya
akhirnya memutuskan untuk kembali ke penginapan. Kali ini untuk menuju
penginapan agar lebih cepat sampainya, kami memutuskan untuk naik tube kembali. Selama di dalam tube,
anak-anak saya tak lagi banyak bicara. Mata mereka mulai merah menahan ngantuk.
Aaah...kasian banget melihatnya. Ya, begitulah... sejak tiba di bandara
paginya, kami lagi-lagi nekat untuk langsung menjelajah kota London. Hahaha...
sesuailah dengan judul catatan ini, ‘kan?
Kakak - Adik ini tepar dan sukses bobok dengan cantik. Hahaha.... (dokpri) |
Sampai di Camden Town Station, kami bergegas menuju Marisa House, tempat kami menginap. Alhamdulillah, koper-koper kami
sudah diletakkan di kamar yang segar dan rapi. Setelah mengganti pakaian, menunaikan
sholat, dan makan sekadarnya, anak-anak langsung naik ke tempat tidur dan
menarik selimutnya masing-masing. Tanpa menunggu lama, mereka pun terlelap. [To be continued...lagi]
Note: Yang belum sempat baca awalnya, monggo diklik aja di sini
Note: Yang belum sempat baca awalnya, monggo diklik aja di sini
Kog bagian awalnya error yah bunda
BalasHapusada pesan "Maaf, laman yang anda di blog ini tidak ada"
Maaf, Mbak. Barusan sudah aku perbaiki. Silakan kalau mau kembali mampir. :)
Hapus