Laman

Kamis, 29 Oktober 2015

Mengunjungi Beberapa Landmark dan Ikon Kota London

#Jalan-jalan Nekat (part 2)
            Dari Heathrow kami pindah tube di Leichester Square Station menuju Camden Town. Jarak yang sebenarnya jauh ini hanya ditempuh dalam hitungan waktu tak sampai sejam. Inilah kelebihan dari jalur tarnsportasi Inggris. Efisiensi kereta bawah tanahnya sangat khas. Meskipun tak bisa melihat pemandangan dari balik kaca jendela, anak-anak saya sangat menikmati perjalanan dengan kereta ini.
Kami tiba di Camden Town Station sekitar jam sembilan pagi. Tidak banyak yang berubah dari stasiun bawah tanah Camden Town ini. Masih mirip dengan empat tahun lalu ketika saya dan suami ke sini. Distrik ini (begitu saya menyebutnya) adalah sebuah kawasan di London yang menjadi pusat berbelanja. 
Ini foto lama saya saat pertama kali berkunjung ke Camden Town.
Sebelumnya saya sempat kaget ketika mendengar suami memutuskan untuk menginap di Camden Town. Sudah terbayang di benak saya betapa ramai dan riuhnya nanti. Apakah akan nyaman bagi saya dan anak-anak?  Mengingat di situ pula tempatnya hangout anak-anak muda London, bahkan sampai menjelang pagi. Wajarlah kalau ada rasa khawatir di hati saya. Namun karena suami yakin kalau kami akan aman-aman saja, saya pun menurut.
Camden Town Station di pagi hari belum terlalu sibuk (dokpri)
Camden Town adalah salah satu titik dari kota London yang ramai karena di sini berdiri beragam toko dan tempat makan. Camden Town ini seperti Cihampelas di Bandung. Satu blok berjajar toko-toko yang menampung puluhan pedagang. Yang paling banyak dijual adalah cindera mata (suvenir), sepatu, pakaian, dan vinyl atau piringan hitam/plat. 

Sekilas keramaian yang tertangkap kamera (dokpri)
Untuk ukuran kantong menengah belanja di sini lumayan pas. Beda harganya dengan belanja di kawasan Oxford Street. Tapi, itu kalau niatnya mencampurkan target traveling dan belanja-belanji, lho. Sayangnya, suami saya tidak begitu nyaman jika diajak blusukan dari toko ke toko. Jadilah kami sekadar menikmati pemandangan dengan ragam pedagang setiap kali pergi dan pulang dari dan menuju ke penginapan. Dan, saya pun terlewat memotret keramaian suasana Camden Town saat ramai-ramainya. Hehehe...ini menutupi rasa ngiler sih sebenarnya. Uhuk...!
Ups! Jangan dibahas lagi ya. Mari kembali ke cerita berikutnya. Hahaha....
Udara musim dingin sudah mencapi 4 derajat Celcius saat kami ke luar dari stasiun. Kami kembali menarik dua koper besar dan satu koper ukuran kabin pesawat menuju hotel yang sudah dipesan oleh suami saya. Karena belum saatnya jam check in kami pun tak bisa masuk ke kamar lebih awal. Untung pemilik hotel orangnya ramah, begitu kesan yang saya tangkap di awal perkenalan.
Pemilik hotel mengizinkan kami menitipkan koper di dapurnya. Dia bilang koper kami akan aman-aman saja karena hanya dia yang memegang kunci dapur itu. Sebelum meninggalkan hotel, saya minta izin untuk ke kamar mandi yang disediakan di luar kamar. Kami pun masing-masing merapikan tampilan wajah yang mulai kusut karena tidak sempat mandi selama sehari semalam. “Jangan buang-buang waktu, cukup cuci muka dan gosok gigi saja,” kata suami saya mengingatkan. Tak apalah. Udara dingin di luar sana akan menyamarkan aroma tubuh kami. Hahaha....
Sebelum memulai meng-exlpore kota London di hari pertama tiba, suami saya mengajak kami mengisi perut terlebih dahulu. Karena masih pagi, belum banyak restoran yang buka. Sandwich tuna dan udang menjadi pilihan yang lumayan aman. Ditambah dengan teh panas ukuran cup yang sedang sebagai penghangat perut.
Mencari pengganjal perut yang aman (dokpri)
Meskipun udara dingin namun kami tetap perlu cairan. Suami selalu mengingatkan membeli masing-masing sebotol air mineral untuk menemani perjalanan. “Supaya tidak dehidrasi,” ujarnya memberi alasan yang kuat.
Perjalanan pun dimulai. Untuk mencari variasi transportasi, suami saya menawarkan naik bus kepada anak-anak. Mereka langsung setuju. Tujuan pertama kami adalah Trafalgar Square. Kami mencari halte untuk melihat map dan jalur bus yang akan dipilih. Tidak berapa lama double decker bus (bus bertingkat) yang menuju Trafalgar Square pun datang. Anak-anak memilih duduk di atas. Kami hanya mengikuti keinginan mereka saja, yang penting mereka senang. 

Menikmati kota dari atas double decker bus (dokpri)

Si Kakak mulai sibuk menggunakan kamera Canonnya. Heran juga. Sejak berangkat dari Jakarta, anak-anak saya belum istirahat dengan sempurna. Tapi mereka seolah tak merasakan kelelahan itu. Udara dingin pun tak menjadi penghalang bagi mereka. Selama bus berjalan, mereka benar-benar menikmati pemandangan gedung-gedung klasik berpadu bangunan modern yang menjadi ciri khas kota London. 
Sebelum mencapai Trafalgar Square, suami ingat kalau hape kami belum diisi kartu baru. Akhirnya kami memutuskan untuk berhenti di St. Pancras International Station untuk menemukan toko yang menjual kartu telepon. Sebelum masuk ke lokasi ini, kami sempatkan berfoto-ria. Setelah membeli kartu telepon kami kembali melanjutkan perjalanan menuju Trafalgar Square.
Biar adil empat-empatnya harus fotoan. Tongsis belum keluar nih :) (dokpri)

Yaiii...! Kami pun tiba di Trafalgar Square, salah satu landmark yang terletak di sebelah Tenggara pusat kota London. Tempat ini katanya merupakan lokasi favorit untuk berkumpulnya masyarakat Inggris dan para turis. Trafalgar Square merupakan tempat yang memiliki nilai sejarah. Monumen dan patung-patung yang indah menjadi objek yang memancing si Kakak memaksimalkan fungsi kameranya.
Si Kakak dengan gaya memotretnya (dokpri)
Nelson's Column (dokpri)
Si Kakak dan Adek di depan patung singa (dokpri)
Di lokasi Trafalgar Square ini terdapat kolam air mancur dan patung Sir Charles James Napier, Sir Henry Havelock, dan Raja George IV. Selain itu ada juga sebuah monumen yang tinggi di tengah alun-alun. Monumen itu bernama Nelson’s Column yang dikelilingi oleh empat patung singa. Monumen ini didirikan untuk menghormati Admiral Horaito Nelson, pahlawan Inggris yang gugur dalam perang Trafalgar tahun 1805. Lokasi Trafalgar Square yang strategis menjadi sering digunakan sebagai tempat untuk menggelar ragam festival seni dan budaya. Yang pasti, landmark London ini selalu ramai dikunjungi para turis seperti kami.
Pakai tongsis kami pun berhasil berfoto dengan latar The National Gallery (dokpri)
Selain itu, di area ini juga terdapat gedung The National Gallery, London. Tak perlu membayar untuk masuk ke dalamnya. Di sini tersimpan ribuan lukisan karya seniman-seniman ternama Eropa, mulai dari Picasso, Leonardo da Vinci, Van Gogh hingga Rembrandt. Sayangnya, tidak boleh memotret di dalamnya. Jika melanggar aturan, siap-siaplah untuk didatangi petugas yang akan meminta kita menghapus foto-foto yang terlanjur diambil. Si Kakak pun menahan diri untuk mengaktifkan kameranya.
Setelah puas berfoto-foto di Trafalgar Square, kami melanjutkan berjalan kaki menuju Big Ben. Gerimis mulai turun. Untung saya sudah siap dengan payung lebar. Walau sedikit mengurangi kenyamanan, namun setidaknya kami bisa terhindar dari basah.
Payung ini lumayan melindungi dari gerimis (dokpri)
Berfoto bersama salah satu ikon London (dokpri)
Sebelum benar-benar sampai di lokasi Big Ben, kami tidak melewatkan tempat-tempat yang layak untuk diabadikan. Jarak yang lumayan jauh untuk ukuran berjalan kaki menjadi sedikit terabaikan karena beberapa objek yang menarik perhatian untuk difoto.
Berpose bersama kuda Inggris dan Monumen Women of War II (dokpri)
Setelah berjalan kaki sekitar lima belas menit, kami pun sampai di sisi gedung House of Parliement (Big Ben). Anak-anak saya berdecak kagum memandang kemegahan bangunan tersebut. Sungguh kurang lengkap jika sampai di London tapi tidak mampir ke Westminster Palace yang lebih dikenal dengan House of Parliement ini
Big Ben yang tak pernah sepi dari bidikan kamera turis (dokpri)
 
Lagi-lagi pakai tongsis untuk foto berempat (dokpri)
Big Ben menjadikan gedung markas parlemen Inggris ini tersohor hingga ke seluruh dunia. Meskipun ada dua menara (tower) lainnya yang terdapat di gedung ini yaitu Victoria Tower dan Central Tower, namun Clock Tower yang lebih populer dengan sebutan Big Ben inilah yang paling terkenal. Jam ini sudah berdetak sejak tanggal 31 Mei 1859. Wow! Sudah tua ya?
Tanpa terasa waktu cepat sekali bergeraknya. Musim dingin menjadikan hari lebih cepat gelap. Walaupun udara bertambah dingin menusuk kulit, kami tetap menyempatkan untuk berfoto. Kalau tahun 2010 lalu hanya saya dan suami yang bisa menikmati dan berfoto berdua di sini, sekarang akhirnya kami bisa membawa anak-anak. Ah! Lengkap sekali rasanya. Alhamdulillah....
            Selanjutnya dari Westminster Bridge ini juga kami bisa melihat satu ikon London yang juga cukup beken. Yap! London Eye, wahana berbentuk kincir raksasa setinggi 135 meter dan terletak tepat di pinggir Sungai Thames.
Kamera hp tak mampu menangkap London Eye di kejauhan sana (dokpri)
Sebelum berangkat, kami sebenarnya berniat ingin menaiki salah satu dari 32 kapsul kaca itu. Karena tak kuat berjalan dan mengantri di udara dingin, lagi-lagi saya dan suami merelakan membatalkan niat tersebut. Untunglah anak-anak tidak kecewa. Cukup berfoto saja, kata mereka sudah menyenangkan. Syukurlah....
            “Gimana? Masih sanggup meneruskan penjelajahan?” tantang suami saya kepada anak-anak.
          That’s enough for today! Gak kuat nih, mulai dingin banget,” sahut si Kakak antara pengin dan ragu sebenarnya.
            “Balik aja dulu yuk, aku juga mulai ngantuk,” tambah si Adek sambil menguap.
            Kasihan melihat mereka, saya akhirnya memutuskan untuk kembali ke penginapan. Kali ini untuk menuju penginapan agar lebih cepat sampainya, kami memutuskan untuk naik tube kembali. Selama di dalam tube, anak-anak saya tak lagi banyak bicara. Mata mereka mulai merah menahan ngantuk. Aaah...kasian banget melihatnya. Ya, begitulah... sejak tiba di bandara paginya, kami lagi-lagi nekat untuk langsung menjelajah kota London. Hahaha... sesuailah dengan judul catatan ini, ‘kan? 
Kakak - Adik ini tepar dan sukses bobok dengan cantik. Hahaha.... (dokpri)
            Sampai di Camden Town Station, kami bergegas menuju Marisa House, tempat kami menginap. Alhamdulillah, koper-koper kami sudah diletakkan di kamar yang segar dan rapi. Setelah mengganti pakaian, menunaikan sholat, dan makan sekadarnya, anak-anak langsung naik ke tempat tidur dan menarik selimutnya masing-masing. Tanpa menunggu lama, mereka pun terlelap. [To be continued...lagi]

Note: Yang belum sempat baca awalnya, monggo diklik aja di sini

2 komentar:

  1. Kog bagian awalnya error yah bunda
    ada pesan "Maaf, laman yang anda di blog ini tidak ada"

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maaf, Mbak. Barusan sudah aku perbaiki. Silakan kalau mau kembali mampir. :)

      Hapus