Laman

Senin, 12 Oktober 2015

Menikmati Pasar Tradisional di Atas Air

Menyusuri sungai dengan jukung (dokpri)
            Ketika rencana perjalanan menuju kota Banjarmasin tercetus, saya langsung browsing tentang kota itu. Dari sana saya mengetahui bahwa Banjarmasin sebagai ibu kota provinsi merupakan pusat perdagangan dan pariwisata. Banjarmasin juga dijuluki sebagai Kota Air. Kota yang dibelah oleh sungai Martapura ini memberikan ciri khas tersendiri terhadap kehidupan masyarakatnya dalam pemanfaatan aliran sungai sebagai sarana transportasi air dan perdagangan. Dari hasil googling inilah saya berkesimpulan bahwa berkunjung ke Banjarmasin, Kalimantan Selatan tak lengkap jika tak menikmati pasar terapungnya. Maka ketika saya dan mantan Redaksi Majalah Insani tiba, kunjungan ke pasar terapung menjadi prioritas kami.
Selain pasar terapung di Muara Kuin Banjarmasin, pasar terapung lainnya yang dapat kita nikmati adalah di Lok Baintan yang berada di atas Sungai Martapura. Pasar terapung di muara Sungai Kuin dan Barito ini bisa ditempuh melalui dua rute. Kami memilih salah satu rute yaitu dengan menggunakan perahu motor yang mereka sebut dengan jukung (sebutan perahu dalam bahasa Banjar). Harga sewa perahu ini cukup terjangkau. Berkisar antara 50 sampai 70 ribu, tergantung jumlah penumpangnya. 
Matahari masih malu-malu menampakkan diri (dokpri)
Pagi itu selepas subuh dan sebelum matahari muncul dengan sempurna, kami bergegas menuju tepian sungai untuk berperahu ke pasar terapung. Kami tak ingin ketinggalan momen untuk berbelanja di pasar terapung yang biasanya berakhir pada jam sembilan pagi. Udara pagi meyelimuti permukaan air sungai. Sambil menyusuri Sungai Martapura, kami menikmati matahari terbit dan pemandangan di sisi kanan dan kiri sungai. Tangan saya tak mau lengah mengabadikan momen.
Ada rasa heran (norak ya...hehehe) melihat pemandangan di tepian sungai. Di sepanjang tepian sungai itu segala aktivitas penduduk dilakukan layaknya di pemukiman yang ada di darat. Selain rumah-rumah penduduk, di sana juga ada toko kelontong, salon, sekolah, dan praktik bidan. Segala kegiatan penduduk mulai dari mandi, mencuci sampai memasak dilakukan di atas rumah panggung yang di bawahnya mengalir sungai. Jangan tanyakan masalah kebersihan. Itulah yang membuat saya heran bercampur prihatin sebenarnya. Tapi, katanya mereka sudah terbiasa dengan kondisi seperti itu.
Ragam aktivitas masyarakat di pemukiman atas air (dokpri)
Sambil menikmati pemandangan langka itu, tanpa terasa kami pun tiba di lokasi pasar terapung. Pasar terapung merupakan pasar tradisional yang aktivitas jual belinya berlangsung di atas sungai dengan menggunakan perahu. Pasar terapung di Banjarmasin ini lokasinya di persimpangan Sungai Kuin dan Sungai Barito. Pasar terapung merupakan refleksi budaya masyarakat Banjar yang telah berlangsung sejak dahulu kala. Unik dan sungguh-sungguh memancing perhatian para pendatang. Bahkan para wisatawan dari luar Indonesia pun tak mau ketinggalan untuk mengunjungi pasar terapung ini.

Keunikan Pasar Terapung, Banjarmasin (dokpri)

Melihat para pedagang yang kebanyakan para wanita dengan menggunakan perahu kecil itu bolak-balik saya menahan napas. Seolah perahu-perahu pembawa barang dagangan mulai dari sayur-mayur, buah-buahan, ikan segar, hasil kebun, hingga kuliner dan kudapan itu akan bertabrakan dan terguling ke sungai. Tetapi saya lihat para pedagang itu cukup terlatih. Selain menahan napas saya juga berdecak kagum ketika melihat pengemudi perahu adalah para ibu-ibu yang sudah lanjut usia. Luar biasa gesitnya!
Selain menerima uang dari pembeli seperti kami, keistimewaan pasar terapung ini adalah transaksi barter antar para pedagang berperahu itu. Dalam bahasa Banjar disebut bapanduk. Para pedagang wanita yang disebut dukuh menjual hasil produksinya sendiri. Lalu, pihak kedua yang membeli dari para dukuh untuk dijual kembali disebut panyambangan.
Hampir semuanya ada di sini lho (dokpri)
Kapan lagi saya akan berpuas-puas menikmati jajanan di pasar terapung seperti ini? Selain memborong pisang, kami juga membeli kue-kue sebagai ganti sarapan pagi. Sebenarnya saya ingin sekali menikmati soto Banjar yang juga dijual di atas perahu itu, tapi jarak perahu kami dengan penjualnya tidak memungkinkan. Semoga lain waktu saya bisa kembali untuk lebih berlama-lama memuaskan diri menikmati aneka jajanan yang dijual di pasar terapung. [Wylvera W.]

8 komentar:

  1. Pengalaman yang sangat menyenangkan, dan juga unik. Jadi penasaran juga untuk merasakan sensasi belanja di pasar tradisional terapung di sana.

    BalasHapus
  2. Wahh pisangnya setandan lagi...hihi, kayanya menarik...jadi pengen cobain blanja di pasar apung juga ni

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahaha, diriku memang penyuka pisang. Setandan begini bisa nonstop ini makannya lho. Ayo, Mbak dicoba. :)

      Hapus
  3. Uniknya pasar terapung, saya belum pernah lihat langsung nih baru lihat di TV aja hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau lihat langsung lebih seru dan merasakan sensasi bergoyang-goyangnya saat beerbelanja. Hahaha ....

      Hapus
  4. Takut-takut sih soalnya gak bisa renang takut jatuh. Tapi kayaknya menarik. Kebayang tiap mau pindah ke penjual lain jadi harus dayung-dayung dulu, hihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku juga gak pandai berenang, Mas. Semangat aja menikmati hal-hal baru serupa ini. :)

      Hapus