Anggota Redaksi Majalah Insani - Ayek, Yanti Fiskara, Leli, Wiwiek, Yanti Meiwan, Karine (doc. pribadi) |
Beberapa waktu lalu, kami dari team redaksi Majalah Insani Persatuan Istri Pegawai Bank Indonesia (PIPEBI Pusat) meluangkan waktu untuk menelusuri
lokasi Kota Tua. Ini adalah bagian dari tugas liputan kami untuk mengisi salah
satu rubrik (baca: Pesona) di majalah kebanggaan para istri pegawai Bank
Indonesia itu. Dengan memakasi kostum senada dan berbekal kamera kami pun tiba di lokasi
sekitar jam sepuluh pagi. Tanpa membuang-buang waktu kami langsung mengawali
kunjungan dengan membidik beragam objek yang tersedia di lokasi tersebut.
Simaklah catatan berikut ini. Siapa tahu setelahnya nanti Anda semakin tertarik
untuk berkunjung ke sini.
Kota Tua merupakan lokasi yang sangat menarik untuk
dijadikan tujuan wisata, khususnya bagi yang bermukim di wilayah Jabodetabek.
Tapi, lokasi tersebut tak menutup kemungkinan bagi Anda yang bermukim di luar
Jakarta. Kawasan ini berada di wilayah Jakarta Barat. Menelusuri sejarahnya,
berkeliling dengan sepeda atau bendi, menikmati sajian kuliner merupakan
rangkaian hiburan yang menyenangkan di tempat ini. Bukan hanya itu, bagi
penggemar fotografi, lokasi ini sangatlah pas untuk memuaskan keterampilan
memotret.
Di kawasan yang telah ada sejak ratusan tahun silam
ini juga terdapat berbagai bangunan peninggalan masa lampau yang kini sebagian
besar telah dijadikan museum. Diantaranya Museum Fatahilah, Museum Seni Rupa
dan Keramik, Museum Wayang, dan Museum Bank Indonesia. Selain museum-museum
ini, masih banyak lagi bangunan bersejarah yang tak kalah menarik untuk
ditelusuri serta diabadikan dalam kamera.
Berikut ini beberapa ikon objek wisata dikawasan
kota tua yang berhasil dibidik oleh kamera team
redaksi.
Museum Fatahilah (doc.pribadi) |
Museum Fatahilah awalnya adalah gedung Stadhuis
atau Balaikota Batavia yang dibangun
pada 1626 dan ditetapkan menjadi Museum Sejarah Jakarta pada 30 maret 1974. Di
museum ini terdapat sekitar 500 koleksi benda bersejarah, mulai dari koleksi
periode Batavia, berupa Meriam Si Jagur, ruangan di mana Pangeran Diponegoro
pernah ditahan, di lantai paling bawah terdapat penjara yang dulunya digunakan
untuk para tawanan. Di depan halaman museum
terdapat air mancur yang pernah menjadi satu-satunya sumber air di
kawasan Batavia.
Museum Wayang (doc.pribadi) |
Tidak jauh dari Museum Fatahilah terdapat Museum Wayang. Pada awalnya gedung ini
adalah bangunan gereja yang di bangun pada tahun 1640. Bangunan ini pernah
hancur karena gempa bumi, kemudian di bangun kembali pada Agustus 1975 dan diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta sebagai
Museum Wayang. Koleksi wayang di museum
ini sangatlah beragam. Jika dipilah, koleksinya dapat dilihat berdasarkan jenis
wayangnya, daerah asalnya dan bahkan dari jenis bahannya. Terkait dengan
pewayangan, tidak ketinggalan juga koleksi gamelan yang melengkapi isi museum ini..
Museum Seni Rupa dan Keramik (doc. pribadi) |
Museum ini berada di bangunan tua yang didirikan pada 1870. Awalnya merupakan Lembaga Peradilan Tinggi
Belanda. Pada tahun 1990 sampai sekarang
bangunan ini diresmikan sebagai Museum
Seni Rupa dan Keramik. Gedung ini
menyajikan ratusan koleksi dan hasil karya seniman-seniman Indonesia sejak
kurun waktu 1800-an hingga saat sekarang. Diantaranya berupa lukisan, sketsa, patung, dan
totem asmat. Ada
8000 koleksi keramik yang disimpan di museum ini. Keramik itu terdiri dari berbagai daerah di Indonesia. Selain itu
ada juga koleksi keramik dari mancagenara. Seperti keramik dari
Tiongkok, Thailand, Vietnam, Jepang , Eropa dari abad ke16 sampai awal
abad ke-20.
Untuk menghindari
kejenuhan berada di dalam ruangan kita bisa mencari udara segar di luar
museum. Di depan museum terdapat taman lengkap dengan pedagang kaki lima yang siap menjajakan makanan, minuman, asesoris, sampai pembuat tato sementara dari pagi hingga malam hari.
Siap berkeliling dengan sepeda (doc. pribadi) |
Uniknya, di lokasi wisata ini
disewakan juga sepeda ontel bagi pengunjung yang ingin bersepeda berkeliling
kawasan Kota Tua, lengkap dengan topi pelindung dari sengatan panas matahari.
Bentuk sepeda itu bermacam-macam karena sudah dimodifikasi sehingga tampil menarik. Tarif yang dipatok berkisar 40 sampai 50 ribu rupiah. Jika tidak mau capek mengayuh
sendiri, si pemilik
sepeda siap untuk mengantar dan kita dibonceng.
Rute yang akan dikunjungi berawal dari kawasan museum menuju Jembatan Kota Intan,
Gedung Merah, Museum Bahari, Menara Syah bandar dan terakhir Pelabuhan Sunda
Kelapa. Jika tidak mau
berkeliling, kita bisa berfoto dengan sepeda tersebut. Biasanya pengunjung
memberikan tip untuk si pemilik sepeda sekitar 5 – 10 ribu
rupiah.
Jembatan Kota Intan (doc. Karine) |
Tidak jauh dari
Museum Fatahila kita bisa temui jembatan Kota Intan yang dibangun oleh VOC
tahun 1628. Jembatan yang terbuat dari kayu ini dapat diangkat tengahnya
sehingga terbagi dua, untuk memberikan jalan pada perahu besar yang akan
melintas. Jembatan ini pernah rusak
ketika kerajaan Banten dan Mataram
menyerang benteng Batavia. Namun setahun
kemudian telah di bangun kembali. Pada tanggal 7 Desember 1972 Gubernur DKI Jakarta saat
itu menetapkan sebagai “cagar budaya”. Dengan keunikan bentuknya, jembatan ini
menjadi salah satu spot favorit bagi para fotografer.
Gedung Merah (doc. Karine) |
Berjalan sedikit lebih jauh, kita akan menemukan
bangunan berwarna merah yang
temboknya terbuat dari bata berwarna merah.
Bangunan Cagar Budaya
ini sudah ada sejak ratusan tahun lalu, di bangun tahun 1730 yang letaknya
persis di samping sungai
Ciliwung. Bangunan ini dulunya
adalah rumah seorang Gubernur Jendral VOC pada tahun 1743-1750. Setelah itu
sempat menjadi toko milik pedagang Cina.
Namun bangunan ini sekarang hanya dibuka jika ada pameran atau acara
yang digelar di sana. Jika tidak ada acara pengunjung hanya bisa melihat di luar
gedung saja.
Museum Bahari (doc. Karine) |
Rekam jejak kebaharian Nusantara secara
representatif tampil di museum bahari ini. Gedung yang berdiri tahun 1652 ini awalnya
merupakan gedung bekas gudang rempah-rempah VOC. Gedung yang berlantai dua ini menyajikan koleksi
yang berhubungan dengan teknologi pelayaran serta sejarah kebaharian
di Indonesia. Di kawasan ini terdapat
pula Menara Syahbandar, kubu pertahanan (Culombong) yang di bangun pada abad ke-18 dan ke-19.
Pelabuhan Sunda Kelapa (doc. Karine) |
Tidak jauh dari Museum Bahari terdapat pelabuhan Sunda Kelapa yang memiliki
luas daerah 760 hektar dan perairan kolam
yang terdiri dari 2 pelabuhan utama dan pelabuhan kalibaru. Saat ini
pelabuhan ini digunakan sebagai pelabuhan antar pulau, ramai di kunjungi
kapal-kapal yang mengangkut barang kelontong, besi beton, untuk pembokaran
bahan bangunan seperti kayu, rotan, hasil panen seperti kopra dan banyak lagi,
yang masih menggunakan cara tradisional.
Selain itu masih ada alternatif objek menarik yang bisa memuaskan kita
untuk berfoto-ria. Beberapa
sosok patung yang berdiri di
lapangan di depan Museum Fatahillah mengusik perhatian saya. Dari
atribut yang dikenakannya, seperti baju, sepatu laras, dan senapan,
membuat penampilan mereka mengingatkan saya pada sosok pejuang di
era perang kemerdekaan. Merekalah "Manusia Patung" yang menjadi
pelengkap objek wisata di kawasan Kota Tua.
Cafe Batavia (doc. pribadi) |
Setelah puas menelusuri kawasan Kota Tua, kami pun rehat sejenak di
"CAFE BATAVIA". Restoran ini
berada di dalam sebuah bangunan tua
bergaya khas kolonial. Kita bisa menikmati koleksi foto lama yang
penuh sejarah serta furnitur bergaya
klasik. Pengunjungnya tidak hanya warga negara Indonesia saja tapi banyak
juga tamu mancanegara. Sementara menu yang disajikan adalah masakan Eropa dan Asia. Sambil menikmati sajian makanan kita serasa menembus
waktu berada di masa
lampau.
Nah, tunggu apalagi. Masukkan dalam agenda liburan Anda
dan keluarga untuk menelusuri Kota Tua ini. [Wylvera W. & Team]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar