Laman

Kamis, 01 Oktober 2015

Wisata ke Kota Tua

Anggota Redaksi Majalah Insani - Ayek, Yanti Fiskara, Leli, Wiwiek, Yanti Meiwan, Karine (doc. pribadi)
Beberapa waktu lalu, kami dari team redaksi Majalah Insani Persatuan Istri Pegawai Bank Indonesia (PIPEBI Pusat) meluangkan waktu untuk menelusuri lokasi Kota Tua. Ini adalah bagian dari tugas liputan kami untuk mengisi salah satu rubrik (baca: Pesona) di majalah kebanggaan para istri pegawai Bank Indonesia itu. Dengan memakasi kostum senada dan berbekal kamera kami pun tiba di lokasi sekitar jam sepuluh pagi. Tanpa membuang-buang waktu kami langsung mengawali kunjungan dengan membidik beragam objek yang tersedia di lokasi tersebut. Simaklah catatan berikut ini. Siapa tahu setelahnya nanti Anda semakin tertarik untuk berkunjung ke sini.
Kota Tua merupakan lokasi yang sangat menarik untuk dijadikan tujuan wisata, khususnya bagi yang bermukim di wilayah Jabodetabek. Tapi, lokasi tersebut tak menutup kemungkinan bagi Anda yang bermukim di luar Jakarta. Kawasan ini berada di wilayah Jakarta Barat. Menelusuri sejarahnya, berkeliling dengan sepeda atau bendi, menikmati sajian kuliner merupakan rangkaian hiburan yang menyenangkan di tempat ini. Bukan hanya itu, bagi penggemar fotografi, lokasi ini sangatlah pas untuk memuaskan keterampilan memotret.
Di kawasan yang telah ada sejak ratusan tahun silam ini juga terdapat berbagai bangunan peninggalan masa lampau yang kini sebagian besar telah dijadikan museum. Diantaranya Museum Fatahilah, Museum Seni Rupa dan Keramik, Museum Wayang, dan Museum Bank Indonesia. Selain museum-museum ini, masih banyak lagi bangunan bersejarah yang tak kalah menarik untuk ditelusuri serta diabadikan dalam kamera.
Berikut ini beberapa ikon objek wisata dikawasan kota tua yang berhasil dibidik oleh kamera team redaksi.
Museum Fatahilah (doc.pribadi)
Museum Fatahilah awalnya adalah gedung Stadhuis atau Balaikota Batavia  yang dibangun pada 1626 dan ditetapkan menjadi Museum Sejarah Jakarta pada 30 maret 1974. Di museum ini terdapat sekitar 500 koleksi benda bersejarah, mulai dari koleksi periode Batavia, berupa Meriam Si Jagur, ruangan di mana Pangeran Diponegoro pernah ditahan, di lantai paling bawah terdapat penjara yang dulunya digunakan untuk para tawanan.  Di depan halaman museum terdapat air mancur yang pernah menjadi satu-satunya sumber air di kawasan Batavia.
Museum Wayang (doc.pribadi)

Yang di tengah itu Tembikar Semar dari Cirebon, Jawa Barat (doc. pribadi)
Tidak jauh dari Museum Fatahilah terdapat Museum Wayang. Pada awalnya gedung ini adalah bangunan gereja yang di bangun pada tahun 1640. Bangunan ini pernah hancur karena gempa bumi, kemudian di bangun kembali pada Agustus 1975 dan diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta sebagai Museum Wayang.  Koleksi wayang di museum ini sangatlah beragam. Jika dipilah, koleksinya dapat dilihat berdasarkan jenis wayangnya, daerah asalnya dan bahkan dari jenis bahannya. Terkait dengan pewayangan, tidak ketinggalan juga koleksi gamelan  yang melengkapi isi museum ini..
Museum Seni Rupa dan Keramik (doc. pribadi)
Museum ini berada di bangunan  tua yang didirikan pada 1870. Awalnya merupakan Lembaga Peradilan Tinggi Belanda.  Pada tahun 1990 sampai sekarang bangunan ini diresmikan sebagai  Museum Seni Rupa dan Keramik.  Gedung ini menyajikan ratusan koleksi dan hasil karya seniman-seniman Indonesia sejak kurun  waktu 1800-an hingga saat sekarang.  Diantaranya berupa lukisan, sketsa, patung, dan totem asmat. Ada 8000 koleksi keramik yang disimpan di museum ini. Keramik itu terdiri dari berbagai daerah di Indonesia.  Selain itu ada juga koleksi keramik dari mancagenara. Seperti keramik dari  Tiongkok, Thailand, Vietnam, Jepang , Eropa dari abad ke16 sampai awal abad ke-20.
Untuk menghindari  kejenuhan berada di dalam ruangan kita bisa mencari udara segar di luar museum.  Di depan museum  terdapat taman lengkap dengan pedagang kaki lima yang siap menjajakan makanan, minuman, asesoris, sampai pembuat tato sementara dari pagi hingga malam hari. 
Siap berkeliling dengan sepeda (doc. pribadi)
Uniknya, di lokasi wisata ini disewakan juga sepeda ontel bagi pengunjung yang ingin bersepeda berkeliling kawasan Kota Tua, lengkap dengan topi pelindung dari sengatan panas matahari. Bentuk sepeda itu bermacam-macam karena sudah dimodifikasi sehingga tampil menarik. Tarif yang dipatok berkisar 40 sampai 50 ribu rupiah.  Jika tidak mau capek mengayuh sendiri, si pemilik sepeda siap untuk mengantar dan kita dibonceng.
Rute yang akan dikunjungi berawal dari kawasan museum menuju Jembatan Kota Intan, Gedung Merah, Museum Bahari, Menara Syah bandar dan terakhir Pelabuhan Sunda Kelapa.  Jika tidak mau berkeliling, kita bisa berfoto dengan sepeda tersebut. Biasanya pengunjung memberikan tip untuk si pemilik sepeda sekitar 5 – 10 ribu rupiah.
Jembatan Kota Intan (doc. Karine)
Tidak  jauh dari Museum Fatahila kita bisa temui jembatan Kota Intan yang dibangun oleh VOC tahun 1628. Jembatan yang terbuat dari kayu ini dapat diangkat tengahnya sehingga terbagi dua, untuk memberikan jalan pada perahu besar yang akan melintas.  Jembatan ini pernah rusak ketika  kerajaan Banten dan Mataram menyerang benteng Batavia.  Namun setahun kemudian telah di bangun kembali. Pada tanggal 7 Desember 1972 Gubernur DKI Jakarta saat itu menetapkan sebagai “cagar budaya”. Dengan keunikan bentuknya, jembatan ini menjadi salah satu spot favorit bagi para fotografer.
Gedung Merah (doc. Karine)
Berjalan sedikit lebih jauh, kita akan menemukan  bangunan  berwarna merah yang temboknya terbuat dari bata berwarna merah.  Bangunan  Cagar  Budaya  ini sudah ada sejak ratusan tahun lalu, di bangun tahun 1730 yang  letaknya  persis di samping sungai  Ciliwung. Bangunan  ini dulunya adalah rumah seorang   Gubernur  Jendral VOC pada tahun 1743-1750.   Setelah itu sempat menjadi toko milik pedagang Cina.  Namun bangunan ini sekarang hanya dibuka jika ada pameran atau acara yang digelar di sana. Jika tidak ada acara pengunjung hanya bisa melihat di luar gedung saja.
Museum Bahari (doc. Karine)
     Rekam jejak kebaharian Nusantara secara representatif  tampil  di museum bahari ini.  Gedung yang berdiri tahun 1652 ini awalnya merupakan gedung bekas  gudang  rempah-rempah VOC.  Gedung yang berlantai dua ini menyajikan  koleksi  yang berhubungan dengan teknologi pelayaran serta sejarah kebaharian di  Indonesia. Di kawasan ini terdapat pula Menara Syahbandar, kubu pertahanan (Culombong) yang di bangun pada abad ke-18 dan ke-19.
Pelabuhan Sunda Kelapa (doc. Karine)
Tidak jauh dari Museum Bahari  terdapat pelabuhan Sunda Kelapa yang memiliki luas daerah 760 hektar dan perairan kolam  yang terdiri dari 2 pelabuhan utama dan pelabuhan kalibaru. Saat ini pelabuhan ini digunakan sebagai pelabuhan antar pulau, ramai di kunjungi kapal-kapal yang mengangkut barang kelontong, besi beton, untuk pembokaran bahan bangunan seperti kayu, rotan, hasil panen seperti kopra dan banyak lagi, yang masih menggunakan cara tradisional.
Salah ekspresi :p (doc.pribadi)
Selain itu masih ada alternatif objek menarik yang bisa memuaskan kita untuk berfoto-ria. Beberapa sosok patung yang berdiri di lapangan di depan Museum Fatahillah mengusik perhatian saya. Dari atribut yang dikenakannya, seperti baju, sepatu laras, dan senapan, membuat penampilan mereka mengingatkan saya pada sosok pejuang di era perang kemerdekaan. Merekalah "Manusia Patung" yang menjadi pelengkap objek wisata di kawasan Kota Tua.
Cafe Batavia (doc. pribadi)
Setelah puas menelusuri kawasan Kota Tua, kami pun rehat sejenak di  "CAFE BATAVIA".  Restoran  ini berada di dalam sebuah bangunan tua  bergaya  khas kolonial.  Kita bisa menikmati koleksi foto lama yang penuh sejarah serta furnitur  bergaya klasik.  Pengunjungnya tidak hanya  warga negara Indonesia saja tapi banyak juga   tamu mancanegara.  Sementara menu yang disajikan adalah masakan Eropa dan Asia.  Sambil menikmati sajian makanan kita serasa menembus waktu berada di masa lampau.
Nah, tunggu apalagi. Masukkan dalam agenda liburan Anda dan keluarga untuk menelusuri Kota Tua ini. [Wylvera W. & Team]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar