#Part 8
Dari
Luxembourg kami masih meneruskan perjalanan menuju Brussels, ibukota negara
Belgia. Belgia adalah negara kecil yang merupakan salah satu negara di Kawasan
Eropa Barat. Dengan luas sekitar 30,528 km persegi, Belgia berbatasan dengan
Belanda, Perancis, Jerman, dan Luxembourg. Posisi ini membuat bahasa yang
dipakai di Belgia pun ada tiga, yaitu Bahasa Belanda dan Perancis atau
perpaduan keduanya. Belgia, Netherlands, dan Luxembourg memiliki keterikatan
karena luas wilayahnya yang terbilang kecil. Ketiga negara ini akhirnya kita kenal dengan sebutan Benelux.
Tiba di Brussels
Perjalanan sekitar tiga jam dari Luxembourg akhirnya
membawa kami ke Bruxelles-Midi/Brussel-Zuid
(atau Brussels South). Stasiun Midi adalah stasiun terbesar di Brussels. Dari
sini, suami saya tidak langsung membeli tiket bus, tapi memilih berjalan kaki
menuju hotel yang sudah dipesannya. Lokasi hotel Marivaux yang dipesan suami
ada di Boulevard Adolphe Maxlaan, 98 – 1000 Brussels. Kami yang mulai terbiasa
berjalan kaki selama di sana, merasa letak hotel itu tidak terlalu jauh dari
Stasiun Midi. Sambil menarik koper dan menikmati panorama kota, akhirnya kami sampai juga di hotel.
Setelah meletakkan koper dan meluruskan kaki sejenak, kami langsung ke luar.
Meskipun
lokasi hotel berada dekat sekali dengan tempat-tempat yang menjadi tujuan para
turis mendatangi Brussels, saya lebih memilih yang sedikit jauh. Berharap matahari tidak buru-buru redup.
Di Brussels banyak muslimnya (dokpri) |
Saya melihat
perempuan berhijab dan bercadar melintas-lintas atau bergerombol. Tidak
heran! Penduduk
Brussels mayoritas beragama Katolik Roma. Namun, sekitar tahun 2005,
mulai
banyak yang menganut agama Islam. Jumlahnya mencapai 25% dari total
penduduk di
Brussels. Hal ini dipengaruhi oleh banyakanya pendatang dari Turki dan
Maroko.
Beberapa kafe di situ halal lho menunya |
Tidak heran pula saat kami menemukan beberapa restoran yang
menyajikan menu
halal bagi wisatawan muslim di kota ini. Bahkan ada beberapa masjid yang
tersebar di Brussels, seperti Masjid Umar bin Khattab dan Masjid
Hamzah. Yang terbesar adalah Masjid Agung (Centre Islamique et Culturel
de Belgique) di Brussels yang letaknya ada di dalam taman Cinquantenaire. Sedikit jauh dari tempat kami menginap.
Saat menyusuri jalanan
yang ramai oleh orang-orang yang bersantai di restoran-restoran dan
kafe, mata saya langsung menyisir pemandangan sekitar. Akhirnya kami
menemukan stasiun kereta untuk memulai eksplorasi.
Kami memulai waktu yang tersisa dari stasiun De Brouckee yang letaknya
tidak terlalu jauh dari hotel. Setelah kereta berhenti di satu stasiun kecil
dalam kota (Gare Centrole), akhirnya kami turun di Parc.
Begitu keluar dari
stasiun kecil itu, udara panas tiba-tiba menyengat kulit. Debunya juga lumayan
banyak. Suami saya spontan terbatuk-batuk. Waduh! Ternyata bukan hanya di
Jakarta dan Medan yang menyuguhkan udara berdebu seperti itu. Untunglah ada
penyeimbangnya. Suguhan taman yang lumayan luas, membantu kami bernafas lega.
Berlindung dari cuaca panas (dokpri) |
Sambil melihat-lihat rute menuju Royal Palace, kami
memilih berjalan di area taman (Brussels Park). Akhirnya tampaklah kemegahan
istana resmi Raja Belgia yang tidak digunakan sebagai tempat tinggalnya. Letak
Royal Palace ini berhadapan dengan The Palace of the Nation (gedung parlemen)
dengan Brussels Park sebagai pemisahnya.
Berpose di depan Royal Palace (dokpri) |
Saya pun menyempatkan berfoto di depan istana itu
dalam cuaca yang masih panas. Selepas itu, suami saya mengajak istirahat
sejenak di bangku taman, menunggu cuaca sedikit meredup. Sambil istirahat, kami
kembali menentukan tujuan berikutnya. Lagi-lagi saya yang memilih.
Atomium
Dari
Royal Palace kami menuju Atomium, ikon Brussels yang sayang sekali jika
dilewatkan. Lokasinya ada di luar pusat kota Brussels. Sebuah monumen berbentuk
unik, dengan tinggi 102 meter yang dibangun sejak tahun 1958. Ada 9 bola atom
berwarna silver, terbuat dari
aluminium dengan berat totalnya 2.400 ton yang terhubung dengan pipa baja. Setiap
bola memilik 18 diamater. Sementara itu, untuk menghubungkannya dilengkapi
dengan elevator yang bisa mencapai sampai ke bola yang paling tinggi.
Suami saya berpose di depan Atomium |
Dari bola
tertinggi itu pengunjung bisa melihat pemandangan kota dan menikmati restoran Chez
Adrienne. Dulu, Atomium yang dirancang oleh seorang asrsitek bernama Andre
Waterkeyn, hanya dipakai sebagai simbol acara dunia yang digelar di Brussels. Namun
sekarang berubah menjadi salah satu tujuan wisata para turis di Brussels.
Saat cuaca panas, ini kok jadinya enak banget yach? ^_^ (dokpri) |
Saat
kami berada di sana, banyak sekali wisatawan yang juga ingin menikmati dan
mengabadikan momen. Area Atomium ini juga dilengkapi dengan Kid’s World. Kami
tidak masuk, jadi saya kurang paham ada apa di dalam arena itu. Sebelum
meninggalkan Atomium, saya sempatkan mencicipi eskrim demi mendinginkan
kerongkongan yang gerah diterpa panasnya cuaca musim panas.
The Grand Place atau Grote Markt
Dari
Atomium kami mundur dan kembali ke lokasi yang tidak terlalu jauh dari hotel. Tujuan
kami adalah Grand Place atau Grote Markt (pasar besar). The Grand Place atau
dalam Bahasa Belanda di sebut sebagai Grote Markt adalah alun-alun pusat
Brussels. Area ini dikelilingi oleh bangunan-bangunan bersejarah, seperti Balai
Kota dan Breadhouse (Maison du Roi) – Museum Kota Brussels. Alun-alun ini
menjadi tujuan wisata paling penting dan mengesankan di Brussels serta
merupakan situs warisan dunia UNESCO (UNESCO World Heritage Site).
Grote Markt - dari sudut mana pun tetap asyik berpose di sini (dokpri) |
Saat masuk ke area ini, mata saya langsung
tersedot pada bangunan dengan menara bergaya gothic. Bangunan bersejarah itu, dulu digunakan sebagai balai kota lalu
sekarang berubah nama menjadi Hotel de Ville (hotel termahal dan termewah di
Brussels). Dari yang pernah saya baca, jika musim semi tiba, di sini rutin
digelar pameran flower carpet. Namun,
kami tak mungkin bisa menikmati pagelaran itu karena saat kami datang
bertepatan dengan musim panas.
Ikutan ngelus patungnya ah. Hahaha.... |
Dari sini, kami kembali
menyusuri jalan kecil yang lumayan ramai. Persis di sebelah Town Hall (Balai
Kota), mata saya langsung menemukan patung perunggu Everard’t Serclaise,
pahlawan Brussels yang mati dalam peperangan (abad ke-14). Konon katanya, siapa
yang mengelus patung ini akan mendapatkan keberuntungan dan bisa kembali lagi
mengunjungi Brussels. Saya tersenyum membayangkannya. Di sini pula terletak
prasasti (didirikan oleh Victor Horta dan Victor Rousseau) untuk memperingati
Charles Buls dan para pendiri Grand Place.
Mannekin Pis
Setelah puas berfoto di kawasan
Grand Place, saya pun mengajak suami menemukan ikon yang sangat legendaris di
kota Brussels. Yap! Mannekin Pis. Patung seorang anak kecil yang sedang buang
air kecil. Lokasinya hanya terpisah dua blok dari Grote Markt.
Kecil banget kan ya, patungnya? ^_^ (dokpri) |
Suami
saya sempat tertawa ketika menemukan lokasi Mannekin Pis. Patung yang ukurannya
hanya sekitar 61 cm itu sungguh berhasil menyedot perhatian banyak turis. Ini
yang membuatnya tertawa. Walaupun ukurannya kecil dan letaknya di sudut jalan
sempit, ternyata patung ini sudah tua sekali. Dibuat pada tahun 1618 – 1619.
Kabarnya, patung Mannekin Pis ini tidak selalu ditampilkan dalam keadaan
telanjang, tapi bisa berganti kostum setiap minggunya. Pergantian kostumnya pun
unik sekali. Harus diiringi oleh upacara khusus dengan iringan musik.
Harganya murah bingiiits. Suami saya beli dua. (dokpri) |
Silakan pilih toping yang cucok dengan selera (dokpri) |
Di area ini banyak sekali kafe yang menjual wafel dan cokelat.
Sayang kalau tidak ikut mencicipi citarasanya yang maknyuuus. Kami pun
memilih salah satu kafe yang menjual wafel dengan bermacam toping.
Hmm... yummy!
Foto-fotoan narsis berdua dengan latar toko suvenir, wafel, dan cokelat ^^ |
Di belakang itu cokelat semua lho jualannya (dokpri) |
Kami
memutuskan untuk tetap berjalan kaki. Saat menyusuri jalan-jalan yang diwarnai
dengan deretan kafe-kafe ala Eropa, kami kembali menemukan bangunan bertuliskan
Patria. Inilah Patria Monumen.
Patria - untuk mendapatkan semua sisi, kita pakai aplikasi panorama (dokpri) |
Versi dekatnya ^_^ (dokpri) |
Menurut sejarah, ada 467 revolusiner yang mati
demi perjuangan membentuk Kerajaan Belgia (tahun 1830) saat Brussels diperintah
oleh Perancis, Austria, dan Belanda, dimakamkan di Martyr Square di bawah Pro
Patria Monumen. Sosok wanita yang diukir dari marmer Carrara (tahun 1838) oleh
Guillaume Geefs, merupakan tanah loncatan pada rantai penindasan.
Gak sempat liat mural Tintin ke sini ajalah ^_^ |
Lengkap koleksinya euy |
Theatre Royal de La Monnaie (dokpri) |
Selanjutnya, karena tidak sempat mampir ke museum yang
menggambarkan sejarah komik di Belgia, saya mengobati hati dengan
berfoto di depan toko buku yang menjual buku-buku serial komik TinTin.
Kami terus berjalan kaki hingga melewati sebuah bangunan yang
bertuliskan Theatre Royal de La Monnaie.
Kembali ke Hotel Marivaux
Matahari
mulai meredupkan sinarnya. Kami harus kembali ke hotel. Dalam perjalanan menuju
hotel, kami kembali melawati kawasan sepanjang Boulevard yang seterusnya
merupakan jalan menuju hotel Marivaux (Boulevard Adolphe Maxlaan) yang selalu
ramai oleh orang berlalu lalang. Di sini tidak ada kendaraan umum yang
melintas. Sambil melepas lelah, saya dan suami duduk-duduk sejenak di tangga
bangunan yang juga tercatat dalam sejarah kota Brussels. The Bourse namanya.
The Bourse - Stock Exchange (dokpri) |
Alun-alun kedua setelah The Grote Markt (dokpri) |
Bangunan tua
dari akhir abad ke-19 ini menjadi tempat Brussels Stock Exchange. Selain
alun-alun di Grand Place, di area depan The Bourse juga merupakan alun-alun
yang ramai dikunjungi orang-orang. Bangku-bangku dari kayu mereka gunakan untuk
duduk-duduk sambil menikmati jajanan di sepanjang jalan itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar