#Part 2
Lokasi Deutsche Bundesbank |
Masih menunggu lanjutan catatan
perjalanan kami ‘kan? Yuk, mariii ....
Dari Frankfurt Flughafen, suami
memutuskan untuk naik taksi menuju Deutsche Bundesbank, di Wilhelm-Epstein-Straße 14 60431
Frankfurt am Main Germany. Selama taksi melaju, sesekali mata saya melirik
argo. Maklumlah namanya juga emak-emak, suka merinding kalau melihat harga dan
tarif yang bergerak cepat. *bukan pelit, hanya belajar berhemat, hahaha ....*
“Kenapa? Nggak usah takut, nanti
diganti kok sama panitianya,” celetuk suami, menangkap kecemasan saya pada
angka yang bergerak terus dalam hitungan Euro di argo taksi yang kami naiki. *Idiiih
... jadi malu* ^_^
Sekitar lima belas menit, kami pun
sampai di depan pintu masuk The Bundesbank's Central Office itu.
Penjagaan yang super ketat pun harus kami lewati. Setelah lolos sampai di
halaman parkir, suami tidak serta-merta bisa secepat itu melakukan pelaporan
diri. Selain paspor suami, paspor saya pun ikut dipertanyakan. *padahal saya
nggak ikutan seminar juga, hihihi*
Sementara proses lapor itu berjalan, taksi yang membawa kami harus
menunggu di parkiran dengan argo yang tentunya tetap berjalan. Duh! Kembali
otak saya berputar menghitung jumlahnya. Masih tidak yakin kalau totalnya
diganti penuh sama panitia. *dasar naluri Emak-emak, jangan diejekin yach
...:p*
Setelah menunggu sekitar 20 menit, akhirnya
suami mendapat izin untuk mengambil kunci apartemen selama beliau mengikuti
seminar. Dari sana kami kembali melanjutkan perjalanan menuju Bundesbank
apartemen house di Flullerstrase 54 Frankfurt am Main. Setelah mengecek kamar
apartemen jatah suami, kami harus check
in di hotel tempat saya menginap juga.
Di sinilah kami menginap selama empat malam di Frankfurt (dokpri) |
Dari apartemen itu lagi-lagi kami memilih naik taksi. Untunglah
lokasinya tidak terlalu jauh. Advena Motel Frankfurt letaknya di Eschersheimer
Landstrasse 204, kawasan Dornbusch. Kalau berjalan kaki pun (sekitar 15 menitan
katanya) sebenarnya bisa, tapi dengan membawa dua koper dalam kondisi kurang
tidur, mending saya mengalah sama suami yang memilih naik taksi lagi.
Awalnya saya kira, saya akan menginap sendiri, ternyata suami
berubah pikiran. Selama tiga hari mengikuti seminar, dia memilih untuk menenami
saya menginap bersama di motel Advena. Ehem! Namanya juga sayang istri ... dia
enggak tega juga ternyata membiarkan saya tidur sendirian di motel yang cukup nyaman itu. *hahaha ....*
“Aku ikut menginap di hotel ini. Tapi, setiap pagi aku harus ke
apartemen karena dari sana kami dijemput menuju lokasi seminar,” ujar suami saya
memutuskan. Saya manut sajalah.
Kembali merasakan naik kereta di Frankfurt
Setelah check in dan meletakkan koper di kamar, saya dan suami menyempatkan
diri bersih-bersih. Selama di pesawat ‘kan tidak bisa mandi, jadi badan rasanya
sudah mulai lengket. Seusai mandi, akibatnya mata diserang rasa kantuk. Namun,
rasa kantuk itu terkalahkan oleh lapar yang kian menyerang. Akhirnya kami sepakat
memilih keluar lagi untuk mencari makanan halal yang mengenyangkan. Beruntungnya, lokasi
motel Advena tempatnya tidak terlalu jauh dari pusat kota. Apalagi jika ditempuh
dengan kereta, hanya sekitar sepuluh menit saja.
Stasiun Dornbusch yang bersih (dokpri) |
Berhubung suami sudah mendapatkan
tiket moda transportasi umum selama di Frankfurt dari pihak penyelenggara seminar,
jadi hanya perlu membeli tiket untuk saya. Saya tersenyum ketika akhirnya kami
kembali bersentuhan dengan mesin penjual dan pencetak tiket kereta. Setelah
membeli tiket sekali jalan menuju central station, kami pun menunggu kereta di peron Dornbusch.
Tidak perlu menunggu lama, kereta pun tiba dan membawa kami menuju Frankfurt
Central Station (Frankfurt Hauptbahnhof). Tidak ada kereta yang langsung menuju
ke sana. Kami harus transit di Willy-Brandt-Platz station.
Tinggal baca rute kereta atau tram, nggak bakal nyasar (dokpri) |
Ini jenis tiket untuk seminggu (dokpri) |
Dari sini hanya sekali menuju
Frankfurt Hauptbahnhof. Pokoknya gampanglah kalau rajin membaca peta.
Kemana-mana ada petunjuknya. Apalagi Frankfurt tidak terlalu luas kotanya.
Melepas
lapar dengan makanan halal
Begitu
keluar dari stasiun sentral, bibir saya lagi-lagi tersenyum. Enam tahun lalu,
saya dan anak-anak juga pernah berfoto di depan stasiun besar dengan ornamen
gedung yang klasik ini. Tidak banyak yang berubah sebenarnya. Hanya dulu ketika
kami datang, musim dingin tengah menyelimuti kota ini.
Di depan stasiun sentral FRA (dokpri) |
Sekarang, saya tidak
perlu membalut tubuh dengan busana berlapis-lapis, sebab udara musim panas
mirip dengan Jakarta. Bedanya, di musim panas terangnya lebih panjang dibanding
musim dingin. Jam delapan malam saja masih seperti sore hari di Jakarta. Jadi
bakal puaslah menikmati sudut-sudut kota tanpa khawatir keburu gelap.
Menunggu pesanan dengan mata sembab ^_^ (dokpri) |
Setelah
berfoto ria di depan stasiun, kami kembali fokus pada perut yang lapar. Banyaknya
wajah Timur Tengah membuat kami selalu merasa nyaman. Karena itu berefek pada
restoran yang menyajikan makanan halalnya.
Vegetarian Kebab (dokpri) |
Bahkan tidak jauh dari stasiun,
merupakan kawasan pemukiman muslim. Di sepanjang jalan itu pula restoran
berlabel halal berderet-deret menyajikan tampilan menu yang membuat perut
semakin terasa lapar. Harganya juga tidak terlalu mahal. Ini yang membuat saya senang ketika suami mengajak ke
Frankfurt.
Menelusuri
sebagian jejak kenangan
Setelah
kenyang, kami kembali menelusuri jalan. Niat pertama saya ingin sekali melihat
kawasan Römerberg
(alun-alun di kawasan kota tua) yang tidak pernah sepi dari wisatawan. Tidak
jauh dari situ, saya juga ingin kembali melihat jembatan yang terbentang kokoh
di atas sungai Main. Namun, karena waktu yang tersisa di hari pertama itu
begitu sempit, akhirnya kami memutuskan untuk melihat yang sempat terlewati
saja.
Mungkin
bagi sebagian orang, Frankfurt tidak begitu populer sebagai destinasi wisata. Kalah
jauh dibanding München, Berlin, Heidelberg, dan
beberapa kota lainnya di Jerman. Sebagian beranggapan bahwa Frankfurt tak lebih
dari sebuah kota yang kaku karena lebih populer sebagai kota bisnis. Apalagi
melihat banyaknya kantor pusat bank terbesar di Jerman yang berdiri gagah di
kota ini. Namun, buat saya bertandang ke negeri orang tetaplah harus menemukan sisi yang berbeda. Selain
gedung-gedung bisnis bertingkat itu, tentu Frankfurt juga menyimpan bangunan
bersejarah lainnya yang layak untuk dijadikan objek wisata.
Lambang Euro yang berdiri gagah di depan Eurotower (dokpri) |
Salah
satunya yang terpusat di kawasan
Römerberg. Itu
yang membuat saya tetap menyimpan rasa ingin kembali ke sini. Sambil terus
berjalan bersama suami, matahari pun perlahan meredup. Hingga saya begitu
girang ketika akhirnya kembali melihat lambang mata uang Euro yang masih
berdiri gagah di depan European Central Bank . Menurut informasi di google, lambang mata uang Euro ini
adalah yang terbesar di Eropa. Di sinilah kami menyudahi hari pertama
menginjakkan kaki di kota Frankfurt. Masih ada hari berikutnya untuk kembali
memuaskan mata dan mengabadikan objek lainnya di Frankfurt. Tunggu ya
catatan berikutnya. ^_^ [Wylvera W.]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar