#Jalan-Jalan Nekat (Part 4)
Meskipun terasa sudah basi, tapi
saya tetap ingin melanjutkan catatan perjalan kami selama di Inggris. Paling
tidak, ini bisa menjadi kenang-kenangan juga selain simpanan foto-fotonya. Yuk,
mariii ....
Di hari ketiga, kami kembali terbangun sebelum waktu subuh. Tujuannya supaya schedule
yang sudah ditetapkan tidak berantakan. Apalagi kamar mandi di dalam kamar penginapan
cuma satu. Gak lucu ‘kan kalau telat bangun kami harus heboh rebutan buat
mandi, lalu terlambat untuk sholat subuh.
Kami
pun membuat kesepakatan. Hari pertama siapa yang pertama mandi, sholat dan siap
lebih dulu. Begitu seterusnya, kecuali saya. Curang ya? Lha iya dong. Saya kan
ibunya, jadi harus menyiapkan segala keperluan suami dan anak-anak dulu.
Meskipun hanya segelas teh untuk suami dan segelas susu buat anak-anak, tetap harus saya yang siapkan.
Makanya, saya tidak pernah mendapat giliran pertama mandi. Hihihi ....
|
Suasana pagi di Camden Town (dokpri) |
|
Menuju stasiun Camden Town. Masih gelap dan dingiiin .... (dokpri) |
Singkat
cerita, kami pun sudah selesai
sekitar jam setengah tujuh pagi. Jalanan masih sepi. Pertokoan di Camden
Town pun masih tutup. Hanya segelintir orang yang sesekali melintas.
Toko makanan pun hanya satu dua yang sudah buka. Anak-anak saya sangat
menikmati suasana ini. Sesekali Mira melepaskan udara dari mulutnya.
"Jadi ingat Adek dulu suka kayak gini pas di Urbana," komentar Mira
teringat kenangan saat kami tinggal di Urbana Illinois. Lalu dia
mengulang lagi melakukanya seraya tersenyum melihat udara seperti asap
yang baru saja keluar dari celah bibirnya.
|
Toko-tokonya masih tutup (dokpri) |
|
|
|
|
Menyempatkan fotoan di depan stasiun |
Udara
yang dingin menusuk kulit itu tidak terlalu kami rasakan. Sambil
berjalan kaki, kami sesekali bercanda hingga akhirnya sampai di stasiun
kereta (Camden Town Station). Tujuan kami di hari
ketiga adalah Oxford, sebuah kota di Inggris dengan perguruan tinggi
kelas
dunia berstandar pendidikan yang super tinggi.
|
Menunggu kereta di stasiun Camden Town (dokpri) |
Selain
itu, universitas tertua di Inggris adalah Oxford yang didirikan sejak tahun
1096. Oleh sebab itu, Oxford menjadi kota pelajar paling terkenal di Inggris. Oxford
juga terkenal dengan bangunan-bangunan bergaya gotik dan victoria klasik.
Gedung Christ Church Cathedral yang megah di Oxford pernah dipakai untuk lokasi
syuting film Harry Potter. Itu yang membuat saya dan suami ingin kembali ke
sana membawa kedua anak kami.
Ada
beberapa transportasi yang bisa
dipakai untuk mencapai Oxford. Dengan kendaraan pribadi, bus atau dengan
kereta. Kami tidak punya pilihan lain kecuali menggunakan kereta dari
London. Lagipula tiketnya sudah dipesan sejak sebelum berangkat ke
London. Selain itu, pilihan naik
kereta adalah alternatif paling efektif bagi pelancong seperti kami.
Hemat
biaya dan waktu.
Lama perjalanan dari London menuju
Oxford sekitar satu jam. Seperti hari-hari sebelumnya, kami tidak
menyia-nyiakan pemandangan di luar jendela. Ini salah satu alasan mengapa suami
dan saya lebih senang naik kereta menuju kota-kota di luar London. Pemandangan
di luar jendela itu sangat menyejukkan mata. Walaupun udara mendung dan mulai
gerimis, namun keindahan hamparan rumput hijau yang mulai kecokletan (warna
khas musim dingin), mampu memberi ketenangan yang mungkin sulit kami temukan di
Jakarta.
|
Memanfaat gerimis yang terhenti sejenak (dokpri) |
Satu
jam
perjalanan bersama anak-anak tentu saja kerap diisi dengan canda dan
tawa. Tidak ada yang rela untuk melanjutkan waktu tidur. Kami lebih
memilih menikmati sarapan pagi dengan setangkup sandwich dan
beberapa camilan ringan yang kami beli di stasiun sebelumnya. Begitulah
cara kami agar tetap terjaga dari rasa lapar di tengah udara dingin.
Setelah
sejam menikmati perjalanan dengan kereta, akhirnya kami pun tiba di
stasiun kereta Oxford. Setibanya di sana, hujan sudah
sempurna turun. Kecewa mulai menyelinap di hati saya. Awalnya saya ingin
menunjukkan
kepada anak-anak saya tempat-tempat menarik di Oxford, seperti
gedung-gedung universitasnya. Sayang sungguh sayang, saya tak bisa
mengulang kenangan
saat pertama kali saya mengunjungi kota ini bersama suami.
|
Foto ini dari koleksi album lama saya saat pertama kali ke Oxford (dokpri) |
Bukan hanya hujan, udara di luar pun sangat dingin. Payung dan sarung
tangan tidak cukup membantu untuk berjalan kaki menembus udara yang
menusuk di kulit. Maka dengan berat hati, akhirnya kami
memutuskan menaiki bus untuk mengelilingi sudut-sudut kota Oxford. Saya
lagi-lagi menekan rasa kecewa karena tidak bisa melakukan walking tour bersama anak-anak saya. Jadilah kami hanya bisa
menikmati pemandangan bangunan-bangunan klasik dan bersejarah dari balik
jendela bus yang basah. Saya berusaha menyimpan rasa kecewa di hati. Tidak enak
rasanya kalau anak-anak melihat ekspresi muka saya yang kecut. Hikks ....
|
Lupa, bangunan di belakang itu apa ya? :) (dokpri) |
|
Karena tidak bisa masuk, berfoto di luar sajalah (dokpri) |
Selama berkeliling di atas bus, saya
melihat Mira tetap berusaha memotret apa yang bisa tertangkap oleh kameranya.
Di putaran pertama, kami tetap bertahan di dalam bus sambil berusaha menikmati
pemandangan dari balik jendela. Ketika hujannya sedikit reda, kami mencoba
turun dari bus. Namun tidak banyak gedung yang bisa kami singgahi. Yaaah, minimal ada beberapa foto yang bisa kami ambil.
|
Di depan The Museum of the History of Science (dokpri) |
|
Hanya ini foto yang bisa kami ambil. :( (dokpri) |
Karena
cuaca yang kurang bersahabat, akhirnya
kami memutuskan untuk kembali ke London. Saat tiba di London, hari sudah
mulai gelap. Ditambah udara yang dinginnya luar biasa, membuat
kami tidak bisa lagi berimprovisasi meneruskan destinasi lainnya di
London.
|
Di stasiun kereta, tak kuat menahan dingin (dokpri) |
Satu-satunya keputusan yang harus diambil di cuaca dingin berbaur hujan itu
adalah kembali ke penginapan. Saya juga tidak ingin anak-anak jatuh sakit
karena bolak-balik terkena hujan. Jadi, perjalaanan di hari ketiga (Minggu, 23
November 2014) ini kami hanya bisa mengunjungi Oxford.
Baiklah, tunggu catatan hari
berikutnya ya. ;) [Wylvera W.]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar