#Part 9
Teman di kereta menuju Amsterdam ^_^ (dokpri) |
Dari Brussels, pagi-pagi sekali kami
sudah meninggalkan Hotel Marivaux. Sambil menarik koper, saya dan suami
menikmati udara pagi menuju Stasiun Midi. Tujuan kami adalah Amsterdam. Tidak
menunggu terlalu lama, kami pun sudah berada di dalam kereta.
Selama
di dalam kereta, banyak sekali rencana tempat yang ingin saya datangi. Terutama
tulisan “I amsterdam” yang tersohor itu, Anne Frank House (tempat yang terkenal
untuk mengenang kekejaman perang di Eropa), menelusuri kanal-kanal yang
terlihat cantik ketika saya melihat foto-fotonya saat browsing. Hmm ... pokoknya, saya ingin mengunjungi semuanya.
Horeee...! Sebentar lagi turuuun! (dokpri) |
Peron Amsterdam Central Station (dokpri) |
Lamunan panjang penuh wacana di
kepala saya pun akhirnya terhenti, ketika kereta yang kami tumpangi tiba di
Amsterdam Central Station. Sontak hati saya ciut. Hujan yang tidak terlalu
deras tapi bisa bikin kuyup, menyambut kedatangan kami di ibukota Belanda yang
dikenal dengan kota seribu kanal itu. Ya, Amsterdam siang itu sedang basah,
sebasah hati saya yang sudah berangan-angan ingin menyusuri kotanya dengan
berjalan kaki. *eaaaaa ... lebay mood on :p*
“Hujannya lumayan rapat. Harus naik
bus ini ke hotelnya,” ujar suami saya.
“Ya sudah, mau gimana lagi,” balas
saya galau.
Beli tiket bus di sini (dokpri) |
Hujan membasahi kota Amsterdam (dokpri) |
Setelah membeli tiket bus dalam kota
untuk sekali jalan, kami pun bergegas menuju halte. Sedikit berbasah-basah,
akhirnya bus yang kami tunggu tiba. Tidak sampai sepuluh menit, kami pun sampai
di halte yang dekat Hotel Dikker and Thijs Fenice yang sudah dipesan suami saya.
Masih jam sebelas, kami belum bisa masuk kamar. Kami disarankan menitipkan
koper saja dan memanfaatkan waktu untuk jalan-jalan. Saran yang bagus, pikir
saya saat itu. Setelah itu, kami bergegas menuju kantor penjualan tiket tour yang letaknya berseberangan dengan
hotel.
Hotel yang kami pesan ada di sebelah kanan (dokpri) |
Wow! Belum apa-apa, saya sudah hopeless melihat antrian yang panjang.
Tapi suami saya masih optimis. Dia menyambung antrian. Begitu tiba giliran
kami, penjual paket tour pun
menawarkan pilihan. Katanya, kami tidak punya waktu banyak untuk memilih
paket yang lebih banyak. Baiklah ....
Ada tiga pilihan yang sesaat membuat kami bingung menentukannya. Pertama, memilih tour
keliling Amsterdam naik perahu
dengan melintasi kanal-kanal (Amsterdam Canal Cruise). Ketiga,
mengelilingi kota Amsterdam dengan bus (hop on hop off). Ketiga, ikut tour yang lebih jauh menuju tiga tempat
(Zaanse Schans, Marken, dan Volendam). Seandainya waktu cukup, saya sebenarnya
mau menghabiskan waktu dulu di kota Amsterdam seperti rencana yang saya
khayalkan di atas kereta. Minimal, foto-fotoan dulu di “I amsterdam” deh. Tapiii
... kami memang harus memilih.
Buku panduan berisi tempat dan paket tour (dokpri) |
Akhirnya saya dan suami sepakat
mengambil pilihan ketiga dengan nekat membeli tiket Canal Cruise juga. Saat itu kami
berharap bahwa tiket Amsterdam Canal Cruise yang sudah kami beli tetap bisa
kami manfaatkan di sisa waktu pulangnya nanti. Sstt ... cerita lebih banyak tentang Amsterdam dan kanalnya akan saya posting setelah catatan tentang Volendam selesai, ya. *semoga masih betah menunggu*
Sebenarnya
ada dua cara mandiri (tanpa ikut paket tour) yang bisa kami pilih untuk mencapai ketiga kota itu. Bisa
dengan kereta atau bus. Tapi, suami saya maunya yang praktis saja,
tinggal duduk manis, dan dipandu oleh Tour Guide. Apalagi kami hanya punya waktu sedikit. Pilihan ikut paket tour adalah yang terbaik menurut saya.
Setelah membeli tiket, kami
diingatkan untuk berkumpul di kantor pusat travel itu 15 menit sebelum jam
keberangkatan.
Makan
siang termahal selama perjalanan
Hujan mulai reda
menyisakan rintik-rintik kecil saja. Kami kembali menaiki bus menuju pusat kota, dekat stasiun sentral. Meskipun gerimis mengundang,
orang-orang
seperti tidak peduli. Malah banyak yang tidak berpayung. Dalam hati saya
bermohon,
semoga gerimisnya berhenti. Alhamdulillah, doa saya terkabul. Kami bisa
juga menyempatkan berfoto-foto sebentar sebelum akhirnya perut
mulai terasa lapar.
Air kanalnya jadi keruh karena habis hujan kali ya (dokpri) |
Saya berbisik, "Tunggu kami ya, sore nanti pengin keliling-keliling kanal." :v |
Kami kembali mencari restoran halal, sambil menyusuri jalan yang tidak
terlalu jauh dari lokasi kantor travel. Di tengah kepadatan lalu lintas
dan orang yang hilir mudik, kami terus mencari tempat makan yang nyaman.
Lagi-lagi saya
bersyukur, negara dan kota yang kami datangi selalu tersedia penjual
makanan halal.
Lega banget rasanya.
Kirain cuma Jakarta yang macet ^_^ (dokpri) |
Akhirnya pilihan kami kembali jatuh
pada restoran kebab. Kali ini kami ingin menikmati menu yang berbeda. Saya lupa
apa namanya. Yang saya ingat saya begitu menikmati ikan goreng berukuran besar dengan
salad dan bumbunya yang lezat. Saya bertanya ke suami tentang harga makanan
yang kami pesan. Suami saya menggeleng, karena memang hanya gambarnya yang dipajang.
Hidangan pembukanya ternyata dihargai juga. Hiks .... (dokpri) |
Harga hidangan ini bisa buat beli vegetarian kebab 8 porsi. Qiqiqi .... (dokpri) |
Begitu selesai makan, saya pun kaget
nyaris pingsan
melihat total harga hidangan yang harus kami bayar. Bisa buat 4 kali
makan kebab yang biasa kami pesan. Melihat wajah saya yang kecut,
suami malah ngakak sambil bilang, “Gak usah gitulah ekspresinya. Kayak
aku gak
bisa bayar aja.” Ups! Saya malu ih. Lupa kalau sedang jalan sama Pak
Bos. *ngakak nahan-nahan* Kesannya kayak peliiit banget jadinya. Tapi
memang iya ... sayang bow’. *naluri
emak-emak irit mood on*
Tour Guide Cantik yang Super Ramah
Setelah membayar, kami pun bergegas
menuju kantor travel yang letaknya tidak jauh dari restoran itu. Orang-orang
yang punya tujuan sama dengan kami sudah berkumpul. Tidak berapa lama, kami pun
diminta membuat dua barisan. Petugas travel memberikan arahan agar kami tetap
berbaris sambil mengikutinya menuju bus. Sambil terus mengangkat papan nama
bertuliskan Volendam, dia memandu kami berjalan.
Volendam ...! Volendam ...! (dokpri) |
Begitu sampai di halte, kami diminta
menaiki bus bertingkat itu satu per satu dengan tertib. Saya memilih kursi di
tingkat atas. Suami saya mengikuti saja. Setelah semua peserta tour naik, terdengarlah suara perempuan yang renyah memperkenalkan
dirinya lewat mikropon. Saya tidak bisa melihat wajahnya, karena dia memandu
dari bawah.
Namanya
Diana. Entah saya yang norak atau apa ya? Saya terkagum-kagum dengan si Diana
ini tapi bukan berarti jatuh cinta lho. Caranya menjelaskan dan memandu kami,
sangat mengasyikkan. Belum lagi saya salut pada kemampuan Diana menguasai
beberapa bahasa. Mulai dari Bahasa Inggris, Belanda, Spanyol, Portugis, dan
Jerman. Mungkin kalau saya request
dia pakai Bahasa Indonesia bisa juga kali ya .... ^_^
Suami
saya sampai ketawa saat saya bilang, “Naik kenapa sih dia, pengin banget aku
liat orangnya.” “Hahaha... turun nanti 'kan bisa dilihat. Bakal dia juga guidenya. Segitunya ih ... curiga aku,”
timpal suami saya bikin kesal. Emang Eike cewek apaan.
Diana
mengatakan kalau kami akan diantar menuju destinasi pertama. Sebuah kota yang hampir
tidak pernah terlewatkan oleh para turis yang datang ke Belanda. Kalau kami
tiba di sana, pasti kami akan betah dan susah diajak untuk melanjutkan
perjalanan berikutnya. Begitu Diana bertutur dalam candaannya yang renyah. Saya
tahu kalau kota itu adalah Zaanse Schans, salah satu tempat windmills (kincir angin) khas
Belanda berada.
Perjalanan
dengan bus semakin menyenangkan. Diana tidak pernah mengubah warna suaranya.
Selalu antusias menjelaskan apa saja yang perlu dijelaskannya. Sesekali dia
melempar canda dalam bahasa yang berbeda-beda. Diana begitu terampil menawarkan
keindahan Amsterdam dan kota-kota serta desa di sekitarnya. Semua yang ada di
bus tekun menyimak sambil sesekali memotret, merekam, dan berkomentar saat
melintasi pemandangan yang indah.
Taraaa ...! Ini lho Mpok Diana yang bikin perjalanan kami jadi seru itu ^_^ |
Tanpa
terasa waktu pun membawa kami tiba di Zaanse Schans. Tapi, sebelumnya minta
maaf dulu nih. Saya tidak akan bercerita banyak tentang keindahan Zaanse Schans
di postingan yang ini. Terlalu panjang, kasian yang bacanya. *alesyaaan...* Eh,
iya lho ... masih ada cerita tentang kincir angin, sandal terompah buatan
pengrajin di desa Marken, dan ada foto ala-ala None dan Tuan Holland di
Volendam. Ceritanya nanti ada di part
berikutnya ya. Sing sabaaar ... nanti
akan disambung lagi. *kedip-kedip manis ke pembaca* ^_^ [Wylvera W.]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar