Laman

Jumat, 13 November 2015

Menuju Berlin, Kota Penuh Sejarah

#Part 5
Sesaat sebelum meningalkan motel
          Di hari kelima (31 Juli 2015), kami harus meninggalkan Frankfurt menuju Berlin. Pagi itu kami tidak sempat lagi menikmati sarapan di Motel Advena, Dornbusch, Frankfurt. Mengingat perjalanan kereta dari Frankfurt ke Berlin cukup memakan waktu, kami harus sepagi mungkin menuju Frankfurt Hauptbanhof. Setelah check out dari Advena, kami langsung menuju stasiun sentral Frankfurt.
Berfoto sambil menunggu kereta tiba di Frankfurt Hauptbanhof
            Setelah tiba di stasiun, tiket Eurail Regional Pass (dipesan online) yang sudah divalidasi pun siap kami gunakan. Jadwal kereta ICE (Inter City Express) 692 dari Frankfurt menuju Berlin berangkat sekitar jam 9. Kami masih punya waktu 20 menit membeli bekal makanan dan minuman untuk di jalan. Berjam-jam di perjalanan membuat kami tidak nekat kalau tidak berbekal camilan dan minum. Setelah menunggu sekitar sepuluh menit, kereta cepat itu pun muncul. Kami bergegas mencari gerbong kelas ekonomi yang cukup nyaman. Tak berapa lama, kereta cepat itu pun melaju.
Tiba di Berlin
Tidak ada rasa bosan sedikit pun. Hampir lima jam seolah berlalu begitu saja, hingga membawa kami tiba di Berlin Hauptbanhof. Waktu di Berlin sudah jam setengah empat sore. Sementara hotel Ramada yang dipesan suami saya jaraknya agak jauh dari stasiun besar Berlin. Kami harus menaiki kereta dalam kota sekali lagi. Tidak sampai sepuluh menit, kami pun tiba di stasiun kawasan Alexanderplatz. Untuk menuju hotel, kami harus menyambung dengan berjalan kaki. 

Siapa coba yang gak galau (antara mau tour atau tidur saja) melihat ini?
Rasanya saya ingin cepat-cepat membaringkan badan di kamar hotel yang sangat nyaman itu. Entah mengapa, saat itu kaki terasa mulai cenut-cenut. Padahal saya ingin sekali menyusuri kota Berlin dengan naik-turun bus, tram, dan kereta dalam kota lalu diselingi berjalan kaki. Namun mengingat waktu yang sempit dan stamina yang sedikit terganggu, kami akhirnya memutuskan membeli tiket bus Hop on – Hop off di resepsionis hotel. 

Menunggu bus warna kuning itu memutar
Untuk mampir di tempat-tempat bersejarah kota Berlin itu sangatlah mudah. Bisa ikut keliling Sandemans’s New Europe Tour dengan tarif relatif lebih murah. Tapi, waktu kami sangat sempit dan tidak mungkin bisa mencapai semuanya jika ikut dengan rombongan yang akan turun dan berkeliling di beberapa tempat. Keputusan mendapatkan momen melihat ragam landmark kota Berlin buat kami saat itu hanyalah dengan sightseeing tanpa harus turun, untuk menghemat tenaga.
Merekam view dari atas bus
            Berlin merupakan satu kota tersibuk yang berperan sebagai pusat kegiatan politik di Uni Eropa. Selain itu, Berlin juga dijadikan sebagai pusat lalu lintas kegiatan ekonomi, budaya, pendidikan, dan sains di Jerman. Dari keterangan, disebutkan bahwa ekonomi Berlin berbasis pada industri teknologi tinggi dan sektor jasa. Ditambah beberapa sektor indutri kreatif, media, dan arena konvesi. Kota ini berperan sebagai penghubung utaman kereta dan transportasi udara di Eropa dan tempat destinasi wisata populer negara lainnya.
            Klik!
Kubah Katedral Berlin (dokpri)
            Kamera suami tiba-tiba membidik sebuah kubah berwarna hijau.  Dari informasi rekaman suara tour guide yang disediakan di bus keliling itu, menyebutkan kalau kubah itu adalah puncak dari Katedral Berlin (Berliner Dom). Katedral Berlin sendiri merupakan nama pendek untuk gereja Paroki Agung dan Kolegiat (Oberpfarr- und Domkirche) Injili, Protestan yang ada di Berlin, Jerman. Sementara, Katedral Berlin ini belum pernah menjadi katedral dalam arti sebenarnya, karena tidak pernah menjadi tempat kedudukan seorang uskup. Bangunan yang ada sekarang ini selesai dikerjakan pada tahun 1905 dan merupakan karya utama arsitektur historisisme dari Kaiserzeit.

Gedung Reichstag (dokpri)
            Bus terus berjalan membuat kami harus tekun menyimak keterangan dari rekaman suara tour guide. Ada yang bisa langsung terabadikan, ada yang hanya bisa kami lewati saja. Berikutnya suami kembali membidikkan kameranya ke arah Gedung Reichstag. Dulu, gedung ini dibangun (1871) untuk tempat Reichstag (parlemen kekaisaran Jerman) yang akan bersidang. Sejak dibuka pada tahun 1894, gedung ini menjadi tempat parlemen Jerman (1999 sampai sekarang). Gedung Reichstag yang asli banyak dipuji karena memiliki sebuah kubah dari baja dan kaca, merupakan prestasi teknik masa itu. Tulisan di bagian atas gedung “Dem Deutschen Volke” yang artinya “Kepada Rakyat Jerman” membuat gedung ini seolah menjadi sebuah hadiah untuk rakyat Jerman. 
 
Memorial to the Murdered Jews of Europe (dokpri)
Gereja Memorial (dokpri)
            Kami masih betah duduk di bagian atas bus yang terbuka sambil mengambil momen yang bisa memotret secara cepat. Bus melintas di depan Jew Museum, tempat pembunuhan massal Yahudi oleh Nazi yang disebut Holocaust. 
 
Gerbang Bardenburg


Bellevue Palace (dokpri)

Berlin Hauptbanhof (dokpri)

          Kamera kami sempat merekam Gereja Memorial (Gedachtniskirche), Gerbang Brandenburg, Bellevue Palace (Schloss Belevue), Berlin Haupbanhof, suasana lalu lintas dan keramaian kanal, Menara Kemenangan Berlin, serta Berliner Philharmonie. 
         Selain itu, ada yang membuat hati saya miris sebagai seorang penulis buku.  Di Berlin, pernah terjadi pembakaran buku  paling bersejarah yang dilakukan oleh Nazi (10 Mei 1933). Buku-buku karya penulis seperti Heinrich Mann, Bertolt Brecht, Ernest Hemmingway, Karl Marx, Thomas Mann, dan Jack London yang bejumlah sekitar 25.000 buku dibakar habis. Nazi tidak ingin ideologi selain milik mereka menyusup ke negara itu. Ini titik awal dari kekejaman rezi Nazi yang dipimpin Adolf Hitler.
Tepian kanal yang ramai

Menara Kemenangan Berlin (dokpri)
Berliner Philharmonie (dokpri)
            Sudah terlalu sore, jam beroperasi bus Hop on - Hop off ternyata sudah selesai dan  tidak kembali ke tempat awal kami naik. Akhirnya kami menyambung dengan bus biasa untuk kembali ke kawasan Alexanderplatz.
Mencuri waktu ke Bernauer Strasse
            Seharusnya kami sudah meninggalkan Berlin di hari kedua. Namun karena masih terlalu pagi dan saya masih menyimpan keinginan untuk melihat sisa sejarah yang sangat populer di Berlin. Siapa yang tidak kenal dengan Tembok Berlin (Berliner Mauer)? Sebuah tembok pembatas dari beton yang dulu dibangun oleh Jerman Timur. Tembok inilah yang sempat memisahkan Berlin Barat dan Berlin Timur. 

Di sinilah titik start peruntuhan Tembok Berlin
Kami pun mencuri waktu untuk bisa mampir ke salah satu lokasi saksi sejarahnya. Kami memilih Bernauer Strasse, yaitu salah satu titik lokasi awal ketika Tembok Berlin diruntuhkan. Tembok Berlin sendiri dibangun pada tanggal 13 Agustus 1961, berikut pendirian menara penjaga yang dibangun di sepanjang tembok. Selain itu, di sana juga pernah didirikan sebuah area terlarang yang diisi dengan ranjau anti kendaraan.

Gambar jejak sejarah Tembok Berlin (dokpri)
Penduduk dari blok Timur menyatakan bahwa tembok itu dibangun untuk melindungi warganya dari elemen-lemen fasis yang bisa memicu gerakan besar pembentuk pemerintahan komunis di Jerman Timur. Namun dalam praktiknya, bangunan tembok lebih bertujuan untuk mencegah semakin banyaknya penduduk Berlin Timur yang lari ke wilayah Berlin Barat. Puncak ketegangan terjadi pada masa Perang Dingin.

Peta kota sebelum penyatuan Berlin Barat dan Timur (dokpri)
Fluchttunnel (Terowongan terkutuk) - dokpri
Tanggal 3 Oktober 1990, Jerman Barat dan Timur pun disatukan sebagai Republik Federal Jerman. Bulan Juni 1991, Berlin kemudian mendapat status sebagai ibukota negara Jerman. Bundestag, Hauptstadtbeschluss memutuskan untuk memindahkan ibukota Jerman dari Bonn ke Berlin yang akhirnya selesai pada tahun 1999. 

Di tiang-tiang itu catatan sejarah pahit Tembok Berlin tertulis (dokpri)
Kembali ke Tembok Berlin, lokasi yang kami kunjungi (Bernauer Stasse) merupakan titik lokasi penghancurannya pada tanggal 13 Januari 1990. Penghancuran tembok diteruskan dan selesai pada bulan November 1991. Saat ini, ada sebagian kecil yang tersisa, diberi nama East Side Gallery di Friedrichshain dekat Oberbaumbrücke.

Di belakang itu, menara tivi Berlin
Dari Bernauer Strasse kami kembali ke hotel untuk check out dan langsung menuju Berlin Hauptbanhof, melanjutkan perjalanan ke Munchen. Namun sebelumnya kami sempatkan untuk berpose dengan latar belakang menara tivi di Alexanderplatz.
Bersambung .... [Wylvera W.]

Note:
Yang belum sempat baca part lainnya, monggo boleh mampir ke #part 1, #part 2, #part 3, #part 4 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar