Laman

Selasa, 10 November 2015

Menuju Cambridge dan Kembali ke Emirates

#Jalan-Jalan Nekat (Part 5)

       Catatan perjalanan saya di Inggris bersama keluarga belum berakhir. Bagi yang masih setia mengikuti, inilah lanjutannya. Kalau sudah bosan tapi terlanjur mampir, sayang lho kalau tidak diselesaikan bacanya. Hahaha ....

        Baiklah, mari kita lanjutkan. Tujuan kami di hari keempat adalah Cambridge, kota yang terkenal dengan kekayaan sejarah, pendidikan, serta budayanya. Ratu Elizabeth saja sampai memberi gelar kepada Pangeran William dan Kate Middleton sebagai Duke and Duchess of Cambridge. Gelar ini katanya adalah gelar bangsawan Kerajaan Inggris yang tertinggi dibanding gelar bangsawan lainnya.

      Lalu, mengapa Cambridge, bukan Wales yang menjadi tempat tinggal Pangeran William selama ini? Hmm, ternyata Cambridge adalah kota favorit Ratu Elizabeth untuk dikunjungi. Jadi, beruntung sekali rasanya saya dan keluarga bisa ke sini. Apalagi untuk saya dan suami, ini adalah kunjungan kedua setelah tahun 2010 lalu. Tulisan saya tentang Cambridge sebenarnya sudah pernah dimuat di Majalah Annisa, silakan jika ingin membacanya di sini. Agar tidak mengulang catatan, untuk kota Cambridge, silakan dibaca di link postingan saya itu, ya. Hehe ....

          Mari kita teruskan.
         Seperti di pagi-pagi sebelumnya, kami tetap terbangun sebelum waktu subuh. Segera bersiap dan tetap bersemangat melanjutkan rencana kunjungan berikutnya. Udara masih tetap sama. Lumayan dingin, tapi kami tetap bertahan berjalan kaki menuju Camden Town Underground Station. Dari stasiun ini kami memilih London King’s Cross Station. Stasiun kereta ini pernah dipakai sebagai salah satu lokasi pembuatan film Harry Potter. Di sinilah letak Platform 9 3/4 tempat Harry Potter mengejar kereta menuju Hogwarts. Tiba di King's Cross Station, Khalid menyempatkan diri berpose di Platform 9 3/4 itu.

Kembaran Harry Potter. Hahaha .... (dokpri)
Berpose sebelum naik ke kereta (dokpri)
Dari sini kami akan menaiki kereta cepat menuju stasiun Cambridge. Setelah selesai berfoto-foto, kami langsung melihat jadwal keberangkatan yang terpampang di layar monitor berukuran besar. Masih ada sekitar 45 menit lagi waktu keberangkatan kereta menuju Cambridge. Suami saya memutuskan untuk membeli bekal makanan dan minuman. Lagi-lagi tidak ada pilihan makanan yang nyaman selain sandwich udang dan tuna dari roti gandum, salad buah, cokelat, serta beberapa wafer dan air mineral. Inilah yang paling praktis dan aman untuk menemani kami selama di kereta. Lumayanlah untuk mengganjal perut hingga ke jam makan siang.
Rekaman Mira selama di kereta menuju Cambridge
Perjalanan menuju Cambridge memakan waktu sekitar 45 menit. Tidak ada yang terasa membosankan setiap kali menaiki kereta antar kota ini. Seperti yang saya gambarkan sebelumnya, suguhan pemandangan di luar jendela selalu menjadi teman yang menyenangkan. Dan, Mira tak pernah abai untuk mengabadikan dalam rekaman video di kameranya.
Tanpa terasa, kami pun tiba di stasiun Cambridge. Pendapat saya tentang kota Cambridge belum berubah. Menurut saya, kota ini tetap menjadi salah satu kota terindah di United Kingdom. Selain itu, Cambridge juga terkenal karena Cambridge Unversity. Persyaratan masuk ke universitas ini sangat ketat. Banyak ilmuwan juga berasal dari Cambridge University. Dua diantaranya adalah Charles Darwin yang populer dengan teori evolusinya dan Isaac Newton si penemu kalkulus.
Itulah salah satu alasan mengapa saya kembali memilih kota ini di kunjungan kami ke Inggris kemarin. Mungkin karena saya belum melihat kota-kota lainnya ya? Hahaha ....

Sebenarnya sebelum memesan tiket lewat online, suami saya mengajukan alternatif kota lain. Saya bertahan memilih Cambridge. Saya ingin anak-anak saya juga ikut melihat apa yang pernah kami lihat dan rasakan di sini. Satu hal lagi, biar sama dong dengan Ratu Elizabeth, yang menjadikan Cambridge sebagai salah satu kota favoritnya untuk dikunjungi. Uhuk!

Menyusuri jalanan di udara dingin (dokpri)

Namun, apa yang kami nikmati saat berkunjung ke kota ini beberapa tahun silam, ternyata tidak bisa sepenuhnya dinikmati oleh kedua anak saya. Alasan pertama, musimnya tidak terlalu pas untuk mengeksplor sudut kota dengan berjalan kaki. Baru sepertiga perjalanan, kaki kami sudah terasa kaku karena menahan dingin. Bahkan suami saya sempat mengatakan, kalau ternyata staminanya di udara dingin tidak sekuat dulu lagi.
Brosur HoHo Bus (dokpri)
Di dalam HoHo Bus (dokpri)
Tidak ada pilihan lain. Kami terpaksa kembali memilih City Sightseeing Tour (Hop on Hop off atau disingkat dengan HoHo Bus). HoHo bus yang kami naiki akan berhenti di halte bertanda khusus. Ada sekitar 19 pemberhentian. Jika kita turun pada satu halte dan ingin melanjutkan dengan berjalan kaki, kita bisa kembali menaiki bus di halte lainnya. Yang penting ada tanda khusus pemberhentian Hoho Bus ini. Harga tiket Hoho Bus untuk family adalah 35 Poundsterling. Hoho Bus yang kami naiki mulai bergerak dan melewati jalan-jalan yang akan melewati beberapa bangunan bersejarah, gedung-gedung Universitas, dan College.
Ini rute yang akan dilewati oleh HoHo Bus (dokpri)
Saat di atas bus, ada insiden yang hampir membuat mood kami kacau. Kamera Mira mendadak tidak bisa diklik. Banyak momen yang terlewat dan tidak bisa terekam oleh kamera. Suami saya sempat menyesal tidak membawa dua kamera. Apa boleh buat, kami harus tetap meneruskan perjalanan. Kami pun hanya bisa mengabadikan beberapa diantaranya saja. Foto-foto selanjutnya hanya menggunakan kamera hape.
Salah satu yang tertangkap kamera dari bus (dokpri)
Setelah menelusuri beberapa jalan, kami ingin mencoba kembali menyambung perjalanan dengan berjalan kaki. Kami turun di salah satu pemberhentian Hoho Bus. Buzzz...! Udara dingin kembali menampar kulit. Sambil menahan rasa dingin, kami terus mencoba berjalan kaki menyusuri jalan yang diapit oleh gedung-gedung klasik.

Di depan King's College Chapel (dokpri)
Tukang foto difoto, beginilah jadinya:p (dokpri)
Hingga akhirnya kami tidak kuat lagi dan memutuskan untuk masuk ke salah satu toko suvenir. Untung pemilik dan penjualnya sangat ramah. Perempuan muda bermata biru itu menyambut kami dengan hangat.
Awalnya tidak ada niat untuk membeli. Kami hanya sekadar ingin melihat-lihat dan menghangatkan badan. Namun setelah melihat koleksi benda-benda duplikat yang dipakai oleh para tokoh dalam film Harry Potter, niat pun berubah drastis. Mira mulai sibuk memilih beberapa suvenir dan memindahkannya ke keranjang belanja. Sementara saya sibuk berpose dengan tongkat sihir Harry Potter. Tak pakai kamera canggih, hape pun jadi. Hahaha ... teuteup!
"Expecto patronum!" Hahaha  (dokpri)
Saat kami berdua sibuk melihat-lihat di toko suvenir itu, suami saya mengajak Khalid mencari minuman hangat di luar toko. Setelah kami puas memilah-milih dan berfoto, Khalid dan Bapaknya kembali dengan empat cup teh hangat. Kami pun segera membayar di kasir dan mengucapkan terima kasih. Duh! Senyum kasirnya maniiis sekali. Mungkin dia geli melihat saya (a.k.a emak-emak) yang sejak tadi sibuk dengan tongkat sihir, tapi tidak jadi membelinya. Mahal Bo’... hahaha.
Baiklah, perjalanan kembali dilanjutkan. Dari awal saya sudah ingin sekali mengajak anak-anak untuk menyusuri Sungai Cam (River Cam) dengan berperahu atau punting. Lagi-lagi sayang, ternyata acara punting ditutup pada musim dingin. Sebenarnya ada yang menawarkan pada kami saat itu. Mereka adalah para mahasiswa yang sedang libur kuliah. Tapi, suami saya orangnya sangat taat pada peraturan. Ia menganggap itu tidak legal, karena sejak awal sopir HoHo Bus sudah tegas mengatakan, bahwa tidak ada kegiatan punting di musim dingin.
Kegiatan puntingnya ditutup. Sedih :(  (dokpri)

Sepi di musim dingin (dokpri)
Anak-anak gak bisa berpunting seperti saya dulu (dokpri dari foto lama)
Sebelum menolak tawaran anak-anak mahasiswa itu, suami saya meminta waktu untuk berdiskusi bersama saya dan anak-anak. Jujur saja, dalam hati saya masih berharap agar suami sedikit nekat untuk kali ini saja. Tapi, ternyata bukan suami saya namanya kalau suka mencoba-coba hal yang menurutnya tidak legal. Meskipun ada beberapa rombongan turis yang menerima tawaran itu, samasekali tidak membuat suami saya goyah pada penolakannya.
Hanya bisa berfoto saja. :(  (dokpri)
Diam-diam saya kembali merasakan kekecewaan seperti saat di Oxford. Obsesi saya ingin ber-punting bersama suami dan anak-anak gagal total. Susah rasanya mengusir rasa kecewa itu.
“Kenapa? Kecewa?” tanya suami setengah berbisik. Mungkin dia membaca ekspresi wajah saya yang dingin. Jujur saya mengangguk pelan tanpa terlihat oleh anak-anak kami.
“Kalau ada rezeki nanti kita ke sini lagi,” ujarnya membuat kedua kelopak mata saya membesar. Bukan marah lho, tapi senangnya bukan main. Aamiin ....
Lalu, melihat kedua anak saya tetap enjoy saja, akhirnya saya benar-benar melupakan keinginan itu. Dan, untungnya kamera Mira bisa berfungsi kembali setelah dikotak-katik oleh suami saya. Saya pun sibuk mengambil foto Mira dan Khalid dengan latar belakang River Cam.
Tetap ceria walau batal berpunting :) (dokpri)
Setelah berfoto-foto di tepi River Cam, kami sudah tak kuat lagi untuk berjalan kaki. Kami memutuskan untuk kembali menaiki HoHo Bus sampai ke stasiun Cambridge. Perjalanan menuju kembali ke penginapan tiba-tiba berubah haluan. Mira dan Khalid ingin kembali ke Emirates. Mereka ingin membeli beberapa merchandise, untuk teman-temannya yang nge-fans sama klub sepak bola Arsenal. Waktu kemarin mereka tak sempat melihat-lihat tokonya karena keburu gelap.

Supporter MU belajar sportif, hahaha (dokpri)
Di situ tokonya! (dokpri)
Demi menyenangkan anak-anak, kami pun mengikuti keinginan mereka. Sisa hari yang masih terang, kami lanjutkan untuk kembali ke kandang Arsenal itu. Sebelum memasuki toko tempat menjual segala benda yang berlabel Arsenal, Mira dan Khalid kembali berfoto-ria.
“Biar nggak ngefans yang penting sudah pernah fotoan di sini!” seru Mira dengan mimik mukanya yang lucu.
"Aku sudah ke sini!" ;) (dokpri)

"Aku juga!" (dokpri)
Akhirnya kunjungan kedua ke Emirates berakhir dengan membeli beberapa merchandise-nya. Setelah itu kami memutuskan untuk kembali ke penginapan. Lelahnya baru terasa ketika tiba di stasiun kereta Camden Town. Perut pun ikutan lapar.
Sebelum sampai di penginapan, kami mampir di KFC bertanda halal yang terdekat. Lokasinya masih berdekatan dengan tempat penginapan kami. Suami saya membeli paket ayam yang berisi 8 potong ayam berukuran sedang. Begitu selesai membayar, box berisi ayam goreng hangat itu pindah ke tangan saya. Hmm ... aromanya sudah sangat menggoda. Membuat perut semakin berbunyi pengin segera diisi. Kami pun buru-buru mencapai penginapan. Setelah bersih-bersih dan sholat, ayam KFC pun siap disantap habis. Hmm, kenyaaang. Bobo’ dulu ya. Nanti pasti dilanjutkan lagi ceritanya. Cu! [Wylvera W.]

Note: Catatan perjalanan sebelumnya ada di sini, sini, sini juga, dan sini lagi. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar