#Part 4
Frankfurt from above (foto: Indra Gunawan) |
Semoga tidak ada yang bingung jika
mengikuti catatan ini dari awal. Mengapa saya melompat bercerita ke hari
ketiga? Alasannya, supaya nggak pada bosan menyimak tentang Frankfurt melulu.
*halaaah ....*
Baiklah, mari kita lanjutkan ceritanya.
Baiklah, mari kita lanjutkan ceritanya.
Hari kedua dan keempat akan saya gabung dalam satu postingan. Sementara
mulai hari kedua sampai keempat (30 Juli 2015), saya sudah harus melakukan
eksplorasi sendiri di Frankfurt. Suami saya tidak bisa menemani lagi selain sore hari, karena dia
harus menghadiri seminar. Awalnya ada perasaan ragu. Rasanya kok enggak nyaman
jalan-jalan sendiri. Perasaan itu akhirnya terkalahkan oleh rasa jenuh jika
harus berdiam diri di kamar motel seharian. Akhirnya setelah menemani suami
sarapan pagi dan melepasnya menuju acara seminar, saya pun bersiap jalan
sendiri.
Menuju Römerberg dan sekitarnya
Pagi itu (28 Juli ’15),
pemberhentian kereta di Dornbusch tidak terlalu ramai. Sudah lewat dari jamnya
orang-orang berangkat kerja. Udara musim panas begitu cerah, namun tidak
terlalu menyengat di kulit. Begitu tiba di peron, kereta yang saya tunggu pun
tiba. Untuk menuju kawasan alun-alun kota tua Frankfurt (Römerberg)
sebenarnya lebih dekat kalau saya turun di Willy-Brandt-Platz station. Tapi saya ingin menikmati tram dari depan Frankfurt
Hauptbahnhof. Tiket terusan yang saya miliki bisa digunakan untuk naik tram ini. Lagi pula tidak
perlu khawatir kesasar. Setiap halte selalu dipajang peta rute jalan yang ingin
kita tuju. Berikut nomor tramnya.
Jadi tinggal membacanya saja.
Sebenarnya
banyak alternatif yang bisa dilakukan untuk mengelilingi kota Frankfurt. Selain
dengan kereta dan tram, kita juga bisa membeli paket tour dengan menaiki bus
bertingkat yang biasa disebut Hop On Hop Off. Namun karena Frankfurt bukanlah
kota yang besar, maka saya perlu berhitung dulu. Mengeluarkan uang sekitar 19
Euro untuk tempat-tempat kunjungan yang terbatas, rasanya sayang. Selain itu,
menyewa sepeda pun bisa. Namun, saya harus mengukur stamina untuk mendayung
sepeda itu. Jadi, pilihan dengan tram dan berjalan kaki lebih pas buat saya.
Mau nyewa sepeda tinggal milih (dokpri) |
Tram yang melewati Römerberg adalah nomor 11.
Sebenarnya, ada sedikit ragu yang terbersit di hati saya. Meskipun jejak
kenangan itu belum hilang dari memori saya, namun bisa saja ada perubahan jalur
dan nomor tram.
Ketika tram
datang, saya buru-buru menghampiri pintu sopir. Kepada Pak Sopir saya bertanya,
apakah tram
yang dibawanya akan melewati Romer. Dengan Bahasa Inggris yang sama payahnya
seperti saya *hihihi ....*, dia pun memberi jawaban yang lumayan meyakinkan
saya.
Tram yang padat dengan para penumpang itu pun
melaju. Saat itu mata saya kembali menyisir bangunan-bangunan yang dulu pernah
saya lewati bersama suami dan anak-anak. Kenangan manis itu kembali membuat saya
tersenyum. Tidak sampai sepuluh menit, tram pun berhenti di halte Romer. Wajah saya
langsung sumringah melihat gedung-gedung yang menjadi ikon Frankfurt di
alun-alun kawasan kota tua itu.
Dari saya berdiri ini gerbang masuk ke kawasan Romerberg (dokpri) |
Seperti
yang saya katakan di part sebelumnya, meskipun Frankfurt tidak termasuk kota turis, namun bagi
saya kota ini adalah bukti perjalanan sejarah yang memadukan masa lalu dan
kini. Seperti bangunan-bangunan yang terdapat di kawasan Römerberg yang berada
tepat di jantung kota Frankfurt ini. Römer dalam
bahasa Jerman berarti Roman, merupakan nama dari sebuah kompleks 9 rumah yang
membentuk balaikota Frankfurt (Rathaus). Balai kota dengan
gaya arsitektur Gothic ini dibangun pada abad 15 dan 18.
Romer, Balai Kota Frankfurt (dokpri) |
Bangunan utamanya dikenal sebagai Zum Römer,
yang berarti penghormatan kepada Romawi. Di dalam Kaisersaal, ruang bersejarah tempat penobatan Kaisar
Romawi, terpajang foto 52 raja dan kaisar Jerman. Mulai dari Friedrich
Barbarossa yang pernah memerintah pada tahun 1152 hingga Franz II yang berkuasa
pada tahun 1806.
Di sisi Timur (berhadapan dengan Römer),
berdiri kokoh sederet bangunan rumah kayu yang populer dengan sebutan Ostzeile. Rumah-rumah kayu itu merupakan
rekonstruksi bangunan khas Jerman abad 15 - 16, yang pernah hancur lebur oleh
pemboman Inggris pada Perang Dunia II. Rekonstruksinya sendiri selesain
dikerjakan pada tahun 1983. Di bagian bawah Ostzeile digunakan untuk kafe dan toko cinderamata
khas Frankfurt.
(dokpri) |
Di sebelah Selatan Römerberg terlihat
bangunan Historisches Museum yang menyimpan catatan perjalanan kota Frankfurt.
Di sinilah terpanjang maket kota Frankfurt zaman pertengahan sebelum luluh
lantak oleh perang. Sementara di depan Historisches Museum terdapat Alte
Nikolaikirche, gereja gothic permulaan yang dibangun pada tahun 1290. Bangunan
ini dulunya digunakan sebagai gereja pengadilan untuk kaisar hingga abad ke-15.
Beberapa saat berkeliling di area Römerberg, saya sempat dikejutkan oleh
dentang lonceng gereja itu. Suara dentang lonceng itu membuat mata para turis
seketika menatap ke bangunan gereja.
Alte Nikolaikirche (dokpri) |
Sesungguhnya yang paling menarik perhatian
saya saat itu adalah Gerechtigkeitsbrunnen atau air mancur yang dibangun pada tahun
1543. Di tengah-tengahnya berdiri anggun patung Dewi Keadilan dengan memegang
timbangan tanpa penutup mata seperti patung serupa lainnya yang pernah saya
lihat. Konon katanya, pada masa penobatan kaisar Jerman, air yang keluar adalah
wine
yang menjadi rebutan masyarakat setempat. Patung yang dilingkari pagar ini pula
menjadi salah satu objek yang tak pernah luput dari bidikan kamera para turis,
termasuk saya tentunya.
Gerechtigkeitsbrunnen (dokpri) |
Tidak jauh dari Römerberg saya melihat
Paulskirche, gereja St. Paul yang dibangun antara 1789 dan 1833. Bangunan
bergaya neo-klasik ini merupakan tempat cikal bakal demokrasi Jerman. Pada
tahun 1848 digunakan sebagai pemilu nasional pertama parlemen Jerman. Di
bangunan ini sering digelar berbagai pameran dan pertemuan akbar serta acara
resmi lainnya.
Sebenarnya masih banyak lagi bangunan
bersejarah yang bisa dikunjungi di Frankfurt. Seperti gereja tua terbesar di Frankfurt, Kaiserdom Sankt
Bartholomaus, yang didirikan pada abad ke-14. Katedral setinggi 95 meter ini
pernah hancur oleh serangan bom dan dibangun kembali pada tahun 1950.
Narsis
di atas Eiserner Steg
Setelah puas berkeliling di Römerberg, saya
melanjutkan berjalan kaki menuju sungai Main. Sungai inilah yang menghubungkan Römerberg
dan Sachsenhausen dimana rumah sekaligus museum penulis Jerman yang sangat
tersohor, Johann Wolfgang Goethe (Van Goethe) berada. Nama sungai tersebut
dalam Bahasa Jerman tertulis Eiserner Steg yang berarti Jembatan Besi. Jembatan
yang dibangun pada tahun 1868 ini dikhususkan untuk para pejalan kaki dan
sepeda.
Eiserner Steg (dokpri) |
Di sinilah saya banyak menggunakan tongkat
narsis (tongsis) andalan ketika tak punya teman untuk diminta memoto. Berlatar
gembok-gembok perlambang ikatan cinta yang disematkan di kedua sisi jembatan,
saya pun sibuk ber-selfie ria. Tidak hanya sampai di jembatannya saja. Saya terus melanjutkan
perjalanan menyeberangi jembatan hingga turun menyusuri tepian sungai. Matarai
musim panas yang mirip-mirip Jakarta mulai terasa. Saya melepas lelah sejenak
sambil duduk menikmati anak-anak yang tengah bermain.
Enam tahun lalu, saat musim dingin, saya dan
anak-anak sempat bercengkerama dengan unggas yang menjadi pemanis sungai Main.
Mungkin karena cuaca panas, mereka sementara tidak menampakkan diri. Maka waktu
pun saya habiskan untuk memandang sekitarnya. Selepas itu, saya memutuskan
untuk kembali ke motel sambil menunggu suami kembali dari acara seminar.
Melanjutkan
napak tilas bersama suami
Setelah
suami saya datang, kami tak mau membuang-buang waktu. Maka untuk kedua kalinya,
saya kembali naik kereta. Kali ini kami tidak turun di Frankfurt Hauptbahnhof,
tapi di stasiun Hauptwache. Begitu keluar dari stasiun, meskipun jam sudah
menunjukkan pukul 18.00 waktu Frankfurt, kawasan Hauptwache masih ramai dan
terlihat sibuk.
Di depan Shopping Centre |
Begitu melihat beberapa bangunan utama yang menyedot perhatian,
suami langsung menjadikan saya foto model dengan latar belakang bangunan itu.
Klik! Beberapa kali saya pun difoto tanpa harus memanfaatkan tongsis. *hahaha
....*
Kawasan
ini merupakan pusat perbelanjaan tersibuk di Frankfurt. Ada Galeria Kaofhof departement
store yang menjadi tempat
legendaris buat belanja.
Becak Frankfurtnya keren kan? ^_^ (dokpri) |
Dari atap ZeilGalerie kita bisa menyaksikan
pemandangan kota Frankfurt sambil menikmati pesanan camilan dan minuman.
Kemudian di sekitar kawasan ini juga terdapat patung Hammering Man, yang
merupakan simbol kota Frankfurt perlambang kerja keras. Patung setinggi 21
meter ini merupakan hasil karya seniman Amerika, Jonathan Borofsky. Dari Hauptwache,
akhirnya kami kembali setelah membeli bekal makan malam untuk dibawa ke motel.
Buku
karya saya mejeng di Eiserner Steg
Lusa
paginya (hari keempat di Frankfurt), saya ingat kalau sudah membawa dua buku
karya saya. Percuma membawanya kalau tidak ikut mejeng bersama saya. Maka saya
memutuskan untuk kembali lagi ke sungai Main. Di atas jembatan besi itulah saya
memuaskan diri ber-selfie ria bersama buku “99 Asmaul Husna dan Kisah Para Princess” dan “Geranium
Blossom”. Sesekali orang-orang yang berlalu-lalang menatap dengan bingung dan
tersenyum melihat saya sibuk dengan tongsis berfoto ria sendiri.
Setelah
puas mengabadikan buku-buku karya saya di jembatan sungai Main, saya kembali ke
stasiun bawah tanah Hauptwache dan keluar menuju Zeil. Ada yang ingin saya
lanjutkan di kawasan belanja itu. Sehari sebelumnya saya sempat melirik Primark.
Tempat belanja fashion
murah. Sekadar cuci mata. Walau barang-barang yang dijual di sana bukanlah
barang branded dan murah-meriah, tapi kalau ada yang pas untuk dibeli, kenapa
tidak. *sstt...ini mah naluri*
Tempat shopping murmer (dokpri) |
Lelah berkeliling, akhirnya saya kembali ke motel karena suami saya pulang lebih
cepat. Kami masih punya agenda shopping yang ditutup d engan makan malam bersama
setelah itu.
Bersambung
.... [Wylvera W.]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar