Laman

Jumat, 13 November 2015

Menyusuri Ragam Objek di Frankfurt

#Part 4
Frankfurt from above (foto: Indra Gunawan)
            Semoga tidak ada yang bingung jika mengikuti catatan ini dari awal. Mengapa saya melompat bercerita ke hari ketiga? Alasannya, supaya nggak pada bosan menyimak tentang Frankfurt melulu. *halaaah ....*
           Baiklah, mari kita lanjutkan ceritanya.
Hari kedua dan keempat akan saya gabung dalam satu postingan. Sementara mulai hari kedua sampai keempat (30 Juli 2015), saya sudah harus melakukan eksplorasi sendiri di Frankfurt. Suami saya tidak bisa menemani lagi selain sore hari, karena dia harus menghadiri seminar. Awalnya ada perasaan ragu. Rasanya kok enggak nyaman jalan-jalan sendiri. Perasaan itu akhirnya terkalahkan oleh rasa jenuh jika harus berdiam diri di kamar motel seharian. Akhirnya setelah menemani suami sarapan pagi dan melepasnya menuju acara seminar, saya pun bersiap jalan sendiri. 
Menuju Römerberg dan sekitarnya
            Pagi itu (28 Juli ’15), pemberhentian kereta di Dornbusch tidak terlalu ramai. Sudah lewat dari jamnya orang-orang berangkat kerja. Udara musim panas begitu cerah, namun tidak terlalu menyengat di kulit. Begitu tiba di peron, kereta yang saya tunggu pun tiba. Untuk menuju kawasan alun-alun kota tua Frankfurt (Römerberg) sebenarnya lebih dekat kalau saya turun di Willy-Brandt-Platz station. Tapi saya ingin menikmati tram dari depan Frankfurt Hauptbahnhof. Tiket terusan yang saya miliki bisa digunakan untuk naik tram ini. Lagi pula tidak perlu khawatir kesasar. Setiap halte selalu dipajang peta rute jalan yang ingin kita tuju. Berikut nomor tramnya. Jadi tinggal membacanya saja. 
            Sebenarnya banyak alternatif yang bisa dilakukan untuk mengelilingi kota Frankfurt. Selain dengan kereta dan tram, kita juga bisa membeli paket tour dengan menaiki bus bertingkat yang biasa disebut Hop On Hop Off. Namun karena Frankfurt bukanlah kota yang besar, maka saya perlu berhitung dulu. Mengeluarkan uang sekitar 19 Euro untuk tempat-tempat kunjungan yang terbatas, rasanya sayang. Selain itu, menyewa sepeda pun bisa. Namun, saya harus mengukur stamina untuk mendayung sepeda itu. Jadi, pilihan dengan tram dan berjalan kaki lebih pas buat saya.
Mau nyewa sepeda tinggal milih (dokpri)

            Tram yang melewati Römerberg adalah nomor 11. Sebenarnya, ada sedikit ragu yang terbersit di hati saya. Meskipun jejak kenangan itu belum hilang dari memori saya, namun bisa saja ada perubahan jalur dan nomor tram. Ketika tram datang, saya buru-buru menghampiri pintu sopir. Kepada Pak Sopir saya bertanya, apakah tram yang dibawanya akan melewati Romer. Dengan Bahasa Inggris yang sama payahnya seperti saya *hihihi ....*, dia pun memberi jawaban yang lumayan meyakinkan saya.
            Tram yang padat dengan para penumpang itu pun melaju. Saat itu mata saya kembali menyisir bangunan-bangunan yang dulu pernah saya lewati bersama suami dan anak-anak. Kenangan manis itu kembali membuat saya tersenyum. Tidak sampai sepuluh menit, tram pun berhenti di halte Romer. Wajah saya langsung sumringah melihat gedung-gedung yang menjadi ikon Frankfurt di alun-alun kawasan kota tua itu. 
Dari saya berdiri ini gerbang masuk ke kawasan Romerberg (dokpri)

            Seperti yang saya katakan di part sebelumnya, meskipun Frankfurt tidak termasuk kota turis, namun bagi saya kota ini adalah bukti perjalanan sejarah yang memadukan masa lalu dan kini. Seperti bangunan-bangunan yang terdapat di kawasan Römerberg yang berada tepat di jantung kota Frankfurt ini. Römer dalam bahasa Jerman berarti Roman, merupakan nama dari sebuah kompleks 9 rumah yang membentuk balaikota Frankfurt (Rathaus). Balai kota dengan gaya arsitektur Gothic ini dibangun pada abad 15 dan 18. 
Romer, Balai Kota Frankfurt (dokpri)

Bangunan utamanya dikenal sebagai Zum Römer, yang berarti penghormatan kepada Romawi. Di dalam Kaisersaal, ruang bersejarah tempat penobatan Kaisar Romawi, terpajang foto 52 raja dan kaisar Jerman. Mulai dari Friedrich Barbarossa yang pernah memerintah pada tahun 1152 hingga Franz II yang berkuasa pada tahun 1806. 
 
Ostzeile

Di sisi Timur (berhadapan dengan Römer), berdiri kokoh sederet bangunan rumah kayu yang populer dengan sebutan Ostzeile. Rumah-rumah kayu itu merupakan rekonstruksi bangunan khas Jerman abad 15 - 16, yang pernah hancur lebur oleh pemboman Inggris pada Perang Dunia II. Rekonstruksinya sendiri selesain dikerjakan pada tahun 1983. Di bagian bawah Ostzeile digunakan untuk kafe dan toko cinderamata khas Frankfurt.
(dokpri)

Di sebelah Selatan Römerberg terlihat bangunan Historisches Museum yang menyimpan catatan perjalanan kota Frankfurt. Di sinilah terpanjang maket kota Frankfurt zaman pertengahan sebelum luluh lantak oleh perang. Sementara di depan Historisches Museum terdapat Alte Nikolaikirche, gereja gothic permulaan yang dibangun pada tahun 1290. Bangunan ini dulunya digunakan sebagai gereja pengadilan untuk kaisar hingga abad ke-15. Beberapa saat berkeliling di area Römerberg, saya sempat dikejutkan oleh dentang lonceng gereja itu. Suara dentang lonceng itu membuat mata para turis seketika menatap ke bangunan gereja.

Alte Nikolaikirche (dokpri)

Sesungguhnya yang paling menarik perhatian saya saat itu adalah Gerechtigkeitsbrunnen atau air mancur yang dibangun pada tahun 1543. Di tengah-tengahnya berdiri anggun patung Dewi Keadilan dengan memegang timbangan tanpa penutup mata seperti patung serupa lainnya yang pernah saya lihat. Konon katanya, pada masa penobatan kaisar Jerman, air yang keluar adalah wine yang menjadi rebutan masyarakat setempat. Patung yang dilingkari pagar ini pula menjadi salah satu objek yang tak pernah luput dari bidikan kamera para turis, termasuk saya tentunya.
Gerechtigkeitsbrunnen (dokpri)

Tidak jauh dari Römerberg saya melihat Paulskirche, gereja St. Paul yang dibangun antara 1789 dan 1833. Bangunan bergaya neo-klasik ini merupakan tempat cikal bakal demokrasi Jerman. Pada tahun 1848 digunakan sebagai pemilu nasional pertama parlemen Jerman. Di bangunan ini sering digelar berbagai pameran dan pertemuan akbar serta acara resmi lainnya.
Sebenarnya masih banyak lagi bangunan bersejarah yang bisa dikunjungi di Frankfurt. Seperti gereja tua  terbesar di Frankfurt, Kaiserdom Sankt Bartholomaus, yang didirikan pada abad ke-14. Katedral setinggi 95 meter ini pernah hancur oleh serangan bom dan dibangun kembali pada tahun 1950. 
Narsis di atas Eiserner Steg
Setelah puas berkeliling di Römerberg, saya melanjutkan berjalan kaki menuju sungai Main. Sungai inilah yang menghubungkan Römerberg dan Sachsenhausen dimana rumah sekaligus museum penulis Jerman yang sangat tersohor, Johann Wolfgang Goethe (Van Goethe) berada. Nama sungai tersebut dalam Bahasa Jerman tertulis Eiserner Steg yang berarti Jembatan Besi. Jembatan yang dibangun pada tahun 1868 ini dikhususkan untuk para pejalan kaki dan sepeda. 

Eiserner Steg (dokpri)

Di sinilah saya banyak menggunakan tongkat narsis (tongsis) andalan ketika tak punya teman untuk diminta memoto. Berlatar gembok-gembok perlambang ikatan cinta yang disematkan di kedua sisi jembatan, saya pun sibuk ber-selfie ria. Tidak hanya sampai di jembatannya saja. Saya terus melanjutkan perjalanan menyeberangi jembatan hingga turun menyusuri tepian sungai. Matarai musim panas yang mirip-mirip Jakarta mulai terasa. Saya melepas lelah sejenak sambil duduk menikmati anak-anak yang tengah bermain. 

 
Enam tahun lalu, saat musim dingin, saya dan anak-anak sempat bercengkerama dengan unggas yang menjadi pemanis sungai Main. Mungkin karena cuaca panas, mereka sementara tidak menampakkan diri. Maka waktu pun saya habiskan untuk memandang sekitarnya. Selepas itu, saya memutuskan untuk kembali ke motel sambil menunggu suami kembali dari acara seminar.

Melanjutkan napak tilas bersama suami
            Setelah suami saya datang, kami tak mau membuang-buang waktu. Maka untuk kedua kalinya, saya kembali naik kereta. Kali ini kami tidak turun di Frankfurt Hauptbahnhof, tapi di stasiun Hauptwache. Begitu keluar dari stasiun, meskipun jam sudah menunjukkan pukul 18.00 waktu Frankfurt, kawasan Hauptwache masih ramai dan terlihat sibuk. 
Di depan Shopping Centre
Begitu melihat beberapa bangunan utama yang menyedot perhatian, suami langsung menjadikan saya foto model dengan latar belakang bangunan itu. Klik! Beberapa kali saya pun difoto tanpa harus memanfaatkan tongsis. *hahaha ....*



            Kawasan ini merupakan pusat perbelanjaan tersibuk di Frankfurt. Ada Galeria Kaofhof departement store yang menjadi tempat legendaris buat belanja. 
Becak Frankfurtnya keren kan? ^_^ (dokpri)

         Dari atap ZeilGalerie kita bisa menyaksikan pemandangan kota Frankfurt sambil menikmati pesanan camilan dan minuman. Kemudian di sekitar kawasan ini juga terdapat patung Hammering Man, yang merupakan simbol kota Frankfurt perlambang kerja keras. Patung setinggi 21 meter ini merupakan hasil karya seniman Amerika, Jonathan Borofsky. Dari Hauptwache, akhirnya kami kembali setelah membeli bekal makan malam untuk dibawa ke motel.
Buku karya saya mejeng di Eiserner Steg
            Lusa paginya (hari keempat di Frankfurt), saya ingat kalau sudah membawa dua buku karya saya. Percuma membawanya kalau tidak ikut mejeng bersama saya. Maka saya memutuskan untuk kembali lagi ke sungai Main. Di atas jembatan besi itulah saya memuaskan diri ber-selfie ria bersama buku “99 Asmaul Husna dan Kisah Para Princess” dan “Geranium Blossom”. Sesekali orang-orang yang berlalu-lalang menatap dengan bingung dan tersenyum melihat saya sibuk dengan tongsis berfoto ria sendiri.

            Setelah puas mengabadikan buku-buku karya saya di jembatan sungai Main, saya kembali ke stasiun bawah tanah Hauptwache dan keluar menuju Zeil. Ada yang ingin saya lanjutkan di kawasan belanja itu. Sehari sebelumnya saya sempat melirik Primark. Tempat belanja fashion murah. Sekadar cuci mata. Walau barang-barang yang dijual di sana bukanlah barang branded dan murah-meriah, tapi kalau ada yang pas untuk dibeli, kenapa tidak. *sstt...ini mah naluri*  
Tempat shopping murmer (dokpri)

          Lelah berkeliling, akhirnya saya kembali ke motel karena suami saya pulang lebih cepat. Kami masih punya agenda shopping yang ditutup d  engan makan malam bersama setelah itu.
            Bersambung .... [Wylvera W.]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar