Sebagai
seorang istri dan Ibu, keterampilan memasak sepertinya tidak boleh diabaikan
begitu saja. Konon katanya, dari sanalah cinta bisa dipupuk agar semakin subur
dan mampu mengikat hati suami dan anak-anak. Saya percaya itu. Itulah sebabnya
saya selalu berusaha (walau tidak bisa menguasai secara paripurna) untuk
sedikit belajar tentang ragam masakan yang cocok dengan lidah suami dan
anak-anak saya. Di samping itu, memasak juga bisa membantu mengalihkan pikiran
kusut yang mampu memicu stress.
Meskipun saya
tidak termasuk tipe perempuan yang punya hobi memasak, tapi setidaknya saya
enggak malu-malu banget jika diajak turun ke dapur. Minimal saya masih bisa
membedakan nama jenis bumbu dapur dan apa fungsinya dalam masakan. Lalu, turun
ke dapur saya rasakan juga sebagai terapi melebur rasa stress. Jika pekerjaan
yang berkaitan dengan menulis tiba-tiba memuncak dan membuat saya lelah,
biasanya saya memilih selingan untuk mencegah stress. Selain menyelinginya
dengan jalan-jalan dan membaca, biasanya saya memilih turun gunung ... eh ke
dapur.
Pernahkah
saya melampiaskan rasa stress ke dapur (baca: memasak) dengan cara yang sedikit ekstrim? Yap! Tentu pernah.
Ternyata dengan cara seperti itu saya bisa menemukan beberapa manfaat. Amarah
yang tidak jelas munculnya dan mau dialihkan ke mana, bisa saya alihkan saat meracik
dan memotong-motong bumbu masakan misalnya. Tekanan pada alat pemotong mampu
membuang rasa kesal. Pikiran kusut yang mulai menguasai perlahan-lahan akan
menguap ketika konsentrasi beralih ke proses memasak berikutnya. *hahaha, wanna try?*
Selain itu,
pujian suami dan anak-anak pada hasil masakan saya adalah obat stress paling
manjur yang pernah saya rasakan. Pujian itu mampu menstimulasi energi baru
untuk melanjutkan kembali pekerjaan menulis lainnya. Apalagi jika mereka
menyantap habis masakan saya. Rasanya saya lupa kalau sebelumnya ada tekanan
yang mengganggu.
Ini jenis menu andalan saya yang lainnya (dokpri) |
Satu hal lagi
yang mampu menghilangkan kelelahan yang bisa memicu stress adalah ketika saya
berhasil memposting foto-foto kreasi masakan saya di facebook serta mampu menuliskan proses kreatif saat mengerjakannya
di blog. Wuiiih! Itu hiburan yang sungguh-sungguh mampu menjadi selingan di
sela-sela tumpukan pekerjaan lainnya.
Konon lagi
katanya, kesenangan pada memasak mampu meningkatkan kreativitas. Lagi-lagi saya
percaya itu. Rasa senang itu akan memicu saya untuk mencoba lagi beberapa resep
baru lalu diolah sedemikian rupa. Ini pernah saya coba. Waktu itu, saya tidak
paham bagaimana mengolah masakan tauco udang seperti yang dilakukan oleh Mama
saya. Rasa penasaran pada rasa yang selalu berbeda itu, membuat saya selalu berusaha
bagaimana supaya bisa mencapai standar bikinan Mama. Akhirnya saya berhasil.
Sampai sekarang, belum ada yang bilang tauco buatan saya anyep dan kurang sedap.
Malah suami saya bilang “Kok jadi enakan tauco udang versimu ya.” *senyum-senyum pengin lompat-lompat*
Nah, adakah
yang mau mencoba upaya menghilangkan stress lewat memasak ini? Baidewei ... jangan bilang alergi ya.
Jadi perempuan apalagi istri dan sudah menjadi Ibu itu setidaknya mampulah
merebus air atau menanak nasi. *hahaha ... standar banget yach* [Wylvera W.]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar