#Part 2
|
Pelabuhan Padang Bay (dokpri) |
Selama
di Bali, Kuta Beach Club Hotel seolah menjadi tempat istirahat paling indah
yang kami miliki. Begitu memasuki kamar hotel, seolah tidak ada lagi kesempatan
untuk menunda-nunda waktu mandi, sholat, dan berbaring cantik. Bahkan untuk
ngerumpi dengan teman sekamar pun tidak sempat terpikirkan. Tidur dan mimpi
indah adalah pilihan yang tak tertandingi nikmatnya. *mulai drama ... hihihi*
Hari kedua di Bali
Keesokan paginya,
setelah semua sudah siap menikmati sarapan pagi di hotel, kami pun siap
melanjutkan tour. Di hari kedua, kami
tidak menaiki bis. Ada tiga mobil yang sudah siap membawa kami ke destinasi
berikutnya. Mobilnya sedikit lebih besar dari ukuran mobil keluarga. *nggak
boleh sebut merek, kan nggak dibayar ... wkwkwk ... matreee*
Iring-iringan
mobil pun memasuki jalan tol. Mata saya sesekali memerhatikan jalur khusus yang
lebarnya hanya pas untuk kendaraan bermotor roda dua. Saya pun berandai-andai.
Jika saja pembagian ruas jalan tol seperti ini diberlakukan di Jakarta, mungkin
bisa memecah kemacetan ibukota.
Day Cruise Nusa Lembongan
Kami
pun tiba di Pelabuhan Padang Bay. Kapal
cruise
sudah menunggu di dermaga. Saat naik ke atas kapal, saya sempat galau memilih
tempat duduk. Mau di dek atas atau bawah. Akhirnya saya mengikuti teman sekamar
menuju dek atas. Namun, beberapa saat setelah bertahan di dek atas, akhirnya
saya menyerah karena tidak kuat menahan sengatan matahari. Saya pindah ke dek
bawah.
Kapal
cruise yang kami naiki akan menuju
Pulau Nusa Lembongan. Salah satu pulau kecil yang terletak di sebelah Tenggara
Bali. Menurut info tour guide, Nusa Lembongan
merupakan yang terbaik dari dua pulau lain (Nusa Penida dan Nusa Ceningan).
Pulau Nusa Lembongan termasuk dalam wilayah Kabupaten Klungkung yang posisinya
dipisahkan oleh Selat Badung dari Pulau Bali.
Setelah
melaju di atas permukaan laut sekitar 1 ½ jam, kapal
cruise yang kami naiki pun menghentikan geraknya. Posisi kapal
tidak menepi, tapi ditambatkan pada area yang akan digunakan untuk beragam
permainan air. Dari tempat itulah kami bebas menikmati permainan seperti
banana boat, snorkling, glass bottom boat
(melihat dasar laut lewat kaca yang diletakkan di tengah perahu), dan naik kano
mengelilingi laut di seputar area kapal
cruise.
Ternyata, walaupun hanya merupakan sebuah pulau kecil, Nusa Lembongan mampu
menarik perhatian wisatawan dengan suguhan beragam fasilitas rekreasi airnya.
|
Sempat fotoan dulu, sebelum kepanasan di dek atas kapal cruise:p |
|
Saat kapal cruise berhenti (dokpri) |
Saya
sempat bingung bagaimana cara menikmati semua permainan itu tanpa pakaian
renang. Aaah ... akhirnya saya tidak kuat menahan diri untuk menjadi penonton
teman-teman saja. Dengan busana lengkap, saya tetap bisa menikmati serunya naik
banana boat, kano, dan nyemplung di
laut ala
snorkling-snorkling-an. Usia
ternyata tidak mampu membatasi kesempatan untuk bersenang-senang. Yang penting
tetap aman terkendali.
|
Naik banana boat dengan kostum komplit (dokpri) |
|
Naik kano yang bikin degdegan (dokpri) |
|
Yang beneran snorkling satu orang, yang lain numpang eksis aja sih :p |
Setelah
puas bermain air, kami bergantian mengganti baju yang sudah basah kuyup.
Hidangan makan siang berupa barbeque
dan lainnya siap menunggu disantap di atas kapal cruise itu. Makan siang yang sangat berkesan. Bayangkan saja,
setelah berjam-jam bermain air laut, tentu saja rasa lapar langsung terasa
begitu mencium aroma dari daging dan ayam bakar. Wuaaah ... mengapa saya tidak
mengabadikan momen antrian menuju meja lunch
itu ya? *tepok jidat berbie*
Menemukan tempat sisa pembakaran mayat
Acara
one day cruise Nusa Lembongan belum
usai. Setelah makan siang, kami kembali diajak menaiki kapal
boat menuju sebuah desa.
Tour guide kami menyebutnya dengan “Tour
ke Desa Tradisional”.
|
Pemandangan laut dan pantai Nusa Lembongan yang bikin segar mata (dokpri) |
Begitu
tiba di dermaga desa itu, kami disambut dengan hiburan musik. Sesaat setelah
itu, kami diberi pilihan. Yang ingin berkeliling, silakan mengikuti guide setempat. Yang memilih tinggal,
tetap di kafe yang ada di tepi dermaga.
Rombongan
yang memilih berkeliling pun melanjutkan eksplorasi dengan berjalan kaki. Kalau
saja hati saya mau dikalahkan oleh sengatan terik matahari, mungkin saya juga
akan memilih diam di kafe sambil menunggu teman-teman kembali. Namun, jika itu
yang saya pilih, maka cerita untuk desa tradisional hanya sampai di sini. Aaah
... sayang dong ah. Biarlah wajah sedikit menghitam.
|
Biarpun ibu-ibu tapi keren lho guide yang satu ini (dokpri) |
Dengan
dipandu oleh
guide setempat (seorang
ibu), kami pun dibawa menyusuri desa. Sambil berjalan di tepian pantai, sesekali
dia menghentikan langkah kami untuk menerangkan beberapa hal tentang desa itu. Andalan
utama dari pulau ini adalah budi daya rumpt lautnya yang sudah tersohor itu.
|
Laut yang menyimpan kekayaan (dokpri) |
Diam-diam
saya memerhatikan pantai berpasir putih dengan laut jernih di sisi kami
berjalan. Di sanalah tersimpan rumput laut yang menjadi kekayaan alam Nusa
Lembongan. Di sana juga terdapat berbagai jenis ikan berwarna-warni hidup
dengan tenang bersama terumbu karang yang juga tak kalah indahnya.
|
Lokasi sisa upacara Ngaben (dokpri) |
Tiba-tiba
guide kembali menghentikan langkah kami.
Dia menjelaskan dalam Bahasa Inggris bahwa lapangan di sebelah kanan kami
kemarin baru saja digunakan untuk Ngaben (upacara pembakaran mayat). Dari
keterangan singkat yang diberikannya, ternyata tidak semua mayat itu dibakar
saat mayatnya masih utuh (Ngaben Sawa Wedana). Tergantung pada keluarga mayat. Karena
anggaran untuk upacara tersebut terbilang mahal bagi penduduk yang ekonominya
pas-pasan. Keluarga jenazah harus menunggu hingga uangnya cukup. Sementara
jenazah disimpan dengan cara menguburkannya tanpa upacara adat. Setelah dana
terkumpul, kuburan jenazah akan digali kembali untuk memenuhi ritual Ngaben.
|
Nama desa yang kami susuri (dokpri) |
|
Alat tenun yang sangat sederhana (dokpri) |
|
Beberapa di antaranya adalah hasil tenunan si Ibu (dokpri) |
Begitulah,
setelah menyimak penjelasan tentang Ngaben, kami kembali melanjutkan
perjalanan. Kami diajak menuju tempat pembuatan kain songket Bali. Saya pikir
tempatnya luas dan bakal menemukan peralatan menenun yang bermacam-macam.
Ternyata, hanya sebuah gubuk kecil yang berbaur dengan warung tempat menjual
jajanan makanan dan minuman ringan. Di dalam warung itulah, kami melihat
seorang ibu separuh baya yang sedang menenun. Melihat kesederhanaan itu, saya
dan ibu-ibu lainnya tergerak untuk membeli kain tenunan yang dipajang si Ibu di
warungnya.
Setelah
puas menjejakkan kaki di Nusa Lembongan, akhirnya eksplorasi kami sudahi. Kami
pun kembali menuju kapal cruise. Hari
sudah semakin sore ketika kapal merapat di dermaga Pelabuhan Padang Bay.
Makan malam di Jimbaran
Setelah
magrib, kami kembali berkumpul di lobi hotel. Bis di hari pertama kembali
menjemput kami untuk acara makan malam. Tanpa menunggu lama, kami pun diantar
menuju Cafe Menega Jimbaran untuk menikmati hidangan seafood.
|
Dinner yang remang-remang menghanyutkan. Ups! |
Makan
malam di tepi pantai Jimbaran itu menjadi penutup kebersamaan kami di hari
kedua di Bali. Ketika kembali ke hotel, kembali bermimpi indah adalah pelengkap
malam kedua itu. [Wylvera W.]
--------- Bersambung
---------
wah seru liburanya
BalasHapusSebelumnya saya terima kasih, karena sudah mampir di blog ini. Btw, boleh kah pakai nama profil yang asli. Suka bingung kalau blognya pakai nama-nama obat dsb begitu.
HapusIbu-ibu jadi guide, keren ya. Merah meriah mengapung. Kalau saya tep takut masuk ke dalam air...gak bisa berenang
BalasHapusIya, di sana guidenya banyak ibu-ibu, Mbak.
HapusBtw, jangan dikira aku pandai berenang lho. Itu judule nekat demi fotoan. Hahaha ....
Bikin mupeng aja nih.... belum pernah ke bali soalnya. Mudah2an ada yg mau bayarin hehehe
BalasHapusAamiin, semoga suatu hari nanti sampai ke sana ya. :)
Hapusakh jadi kangen Baliiiii
BalasHapussalam kenal dari www.travellingaddict.com
Salam kenal kembali. :)
Hapus