Saya
tak pernah tahu kalau warung kopi yang sering saya lintasi itu menjadi tempat
menarik untuk disinggahi. Tampilannya yang sangat sederhana dan malah terkesan
sempit sangat tak menarik perhatian saya. Namun, suatu hari saya sempat
tersenyum membaca nama warung itu. Dan, senyum saya tak berhenti sampai di
situ. Saya terpancing untuk menyinggahinya.
Warkop
Pancong namanya. Letaknya di Jalan H. Agus Salim, Bekasi, dekat dengan pintu
rel kereta api. Namanya yang unik membuat saya berhenti sejenak dan melongok ke
dalam. Ternyata sudah banyak anak-anak muda yang duduk serta menikmati jajanan
yang kembali memancing selera. Naluri untuk bertanya-tanya pun muncul saat itu.
“Kami
buka 24 jam,” ujar salah satu cucu pendiri Warkop Pancong itu. Itulah yang
membuat warung ini beda dari warung-warung kopi lainnya yang ada di Bekasi. Tujuh
karyawan yang semuanya masih keturunan Pak Atta (nama panggilan untuk pendiri
Warkop Pancong), selalu membuat warung itu banyak dikunjungi pembeli. Ketujuh cucu Pak Atta itulah yang
bergantian melayani pelanggan mereka. Kue pancong di warung kopi itu sangat
memikat selera, sehingga pelanggannya tak pernah berhenti datang untuk
menikmati cita rasanya.
“Pembelinya
banyak, dari anak-anak SMP, SMA, mahasiswa, ibu-ibu, dan bapak-bapak,” tambah
cucu Atta lagi menjelaskan. Saya kagum pada kegigihan pemilik usaha Warkop
Pancong itu. Bayangkan saja, sejak berdiri dari tahun 1985, warung ini tetap
bertahan dan semakin hari semakin banyak dikunjungi oleh penikmatnya. Satu hal
lagi, dibuka selama 24 jam, itu yang membuat Warkop Pancong jadi istmewa.
“Saya
suka makan kue pancong di sini. Enggak pernah bosan. Enak sih, murah lagi,”
ujar Noni, salah satu remaja putri yang memesan sepiring kue pancong serta es
teh manis di sebelah saya. Memang betul, harga kue pancong relatif murah. Satu
porsi kue pancong yang polos dihargai 4000 rupiah. Kue pancong dengan rasa keju
atau cokelat, 6000 rupiah. Sementara untuk pancong dua rasa, cokelat dan keju
hanya 8000 rupiah.
Sambil
berbincang, mata saya sesekali menyapu kondisi warung itu. Warkop Pancong itu
tak pernah sepi dari pembeli. Padahal, di situ hanya disediakan dua bangku kayu
panjang yang diletakkan di sepanjang meja tempat memasak kue pancong. Sangat
sederhana tetapi begitu memikat.
Pantaslah,
setelah saya ikut mencicipi rasanya, saya baru tahu keistimewaan dari kue
pancong buatan cucu Pak Atta itu. Kue yang mirip dengan kue pukis dan kue rangi
ini memiliki tekstur lebih lembut. Rasanya memang legit, gurih, dan enak
seperti yang dikatakan Noni tadi. [Wylvera W.]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar