London merupakan
kota yang menjadi destinasi impian banyak orang. Mimpi itu pula yang pernah
saya simpan dengan manis beberapa tahun lalu. Alhamdulillah, di tahun 2012,
pertama kalinya saya mendapat kesempatan menginjakkan kaki di kota London
bersama suami. Dalam putaran waktu berikutnya, kesempatan kedua kembali
menghantarkan saya, suami, dan anak-anak kembali ke kota itu di tahun
2014.
Big Ben |
London adalah ibukota Inggris,
United Kingdom. Kota ini juga dikenal dengan sebutan Greater London. Berada di
tepian Sungai Thames, wilayah Tenggara pulau Great Britain. Mengunjungi kota London
membuat saya bersiap menyusun rute. Menelusuri bangunan-bangunan bersejarah dan
lokasi wisata yang namanya cukup mendunia. Ada empat landmark yang tercatat pada UNESCO World Heritage Site. Palace of
Westmintser, Westminster Abbey, Tower of London, Kew Gardens, St Margaret’s
Church, dan Royal Observatory Greenwich (penanda waktu Greenwich Meridian Time
(GMT).
Selain keempat di atas, landmark lain yang menjadi tujuan para
wisatawan juga tak kalah menarik. Mulai dari Buckingham Palace, Tower Bridge,
London Eye, Trafalgar Square, National Gallery, British Museum, The Shard, dan
beberapa lainnya. Kota London saat ini menjadi kota modern dunia yang terkenal
dengan seni, pendidikan, fashion,
perdagangan, dan pariwisata. Semua destinasi wisata itu telah tercatat dengan
baik di sini.
Efek
anniversary
Setelah dua kali mendapat kesempatan
mengunjungi kota London, tentu saya tak pernah bermimpi kembali ke sana.
Ternyata rezeki itu tidak selalu datang setelah bermimpi. Jika Allah sudah
menentukan, maka tiada satu pun yang bisa menghalaunya. Begitu pula yang
terjadi pada saya. Tanpa diduga, suami mengajak saya kembali ke London. Awalnya
saya ragu. Tapi karena menduga ajakan itu sebagai bentuk kado ulang tahun pernikahan
kami, saya pun mengiyakannya.
Walaupun
ini sebuah kado istimewa, saya tidak ingin memberatkan suami. Bangga rasanya
jika saya bisa ikut berkontribusi. Toh, kadonya untuk kami berdua juga 'kan? Saya pun menawarkan untuk menanggung sebagian
kecil (catat: sebagian keciiil .... hahaha) biaya perjalanan dengan tabungan royalti dari profesi saya sebagai
penulis. Alhamdulillah, suami tidak menolaknya.
Tanpa
banyak diskusi, persiapan dan proses menuju ke sana pun kembali dijalani. Mulai
dari pengurusan tiket, penginapan, dan visa, semua berjala lancar. Saya hanya
terlibat di bagian pengurusan visa saja karena semua sudah diurus oleh suami.
Tinggal menunggu hari keberangkatan.
Sabtu, 19 Agustus 2017, saya dan
suami kembali memulai perjalanan dari kediaman kami di Bekasi. Singapore
Airlines, pesawat yang akan membawa kami menuju London akan berangkat sekitar
jam lima sore dari bandara Soekarno Hatta.
Karena
momen ini merupakan bagian dari perjalanan dinas, saya dan suami tidak terbang
berdua saja. Ada dua staf beliau yang ikut serta. Alhamdulillah …
tak sulit bagi saya untuk segera melebur dan akrab dengan mereka. Bahkan kami
berempat duduk bersebelahan di dalam pesawat.
Tiba
di London
Penerbangan dari Soekarno Hatta –
Changi Airport – London Heathrow Airport menghabiskan durasi sekitar tiga belas
jam (tidak termasuk durasi menunggu saat transit). Saat kami tiba di bandara
Internasional Heathrow, hari masih terlalu pagi. Sebelum menuju hotel tempat
kami akan menginap, suami memutuskan untuk menukar kartu seluler. Semua kami
selesaikan di bandara. Untuk tarif paketnya, silakan browsing saja, ya.*senyum*
Tiba di Heathrow |
Setelah
itu, kami membeli tiket yang bisa dipakai untuk moda transportasi selama berada
di London. Karena membeli paket lebih praktis dan murah, tiket berbentuk kartu
(oyster) yang kami beli berlaku untuk seminggu perjalanan. Kartu oyster bisa
digunakan untuk perjalanan dengan bus dan tube (kereta bawah tanah) yang
mengitari seluruh kota London.
Perjalanan
di London pun dimulai dengan menaiki tube. Begitu memasuki gerbong, yang
langsung terbayang di kepala adalah wajah anak-anak saya. Naluri Ibu tidak bisa
ditepis. Kebersamaan kami saat ke London pada tahun 2014 tiba-tiba kembali
berkelebat. Bibir saya menggurat senyum samar. Dalam hati saya memohon maaf
pada kedua anak saya. Seandainya waktu dan rezeki datangnya sama-sama
menghampiri kami berempat, perjalanan ini bisa kami ulang bersama pula. Semoga
momen itu bisa diulang lagi. Aamiin.
Di tube yang tidak begitu padat oleh penumpang |
Kembali
ke rute perjalanan kami. Dari Heathrow station menuju King’s Cross St. Pancras
tube station kembali menghabiskan waktu sekitar 45 menit.
Tidak banyak perubahan yang saya rasakan. Kondisi tube dan suasana perjalanan masih seperti tiga tahun lalu. Style penduduk lokalnya juga masih seperti itu. Ada yang ramah, dingin, acuh tak acuh, serta sibuk pada dirinya masing-masing. Cara berbicara dengan aksen British kembali menjejak di telinga. Saya kembali menikmati nuansa itu.
Kereta terus melaju lalu berhenti di setiap stasiun yang dilaluinya. Selama sekitar 45 menit rasa kantuk yang ada bertukar dengan meresapi kenangan itu. Fabiayyi ala irobbikuma tukazziban.
Kami pun tiba di area
penginapan. Masih harus menarik koper lagi menuju hotel. Lagi-lagi saya
terbayang saat anak-anak saya kala itu ikut ngos-ngosan menarik koper mereka
untuk naik dan turun tangga di stasiun bawah tanah ini. Ngos-ngosan itu justru
menjadi cerita seru bagi kami setelahnya. Kenangan itu pula yang membuat saya
lupa pada beban koper yang saya bawa saat ini. Bibir saya kembali tersenyum
oleh kelebat kenangan itu. “London, I’m
coming … again,” bisik hati saya.
St.
Pancras Renaissance Hotel London
Saya tidak sempat bertanya seperti
apa hotel tempat kami menginap. Suami hanya bilang kalau kami akan menginap di
dekat stasiun King’s Cross. Begitu sampai di depan hotel, jujur saja saya
sedikit kaget. Merasa tidak percaya kalau saya akan ikut menginap di situ. Dua
kali menyinggahi London, rasanya kami cukup nyaman menginap di sebuah
penginapan sederhana. Sementara gedung yang kami datangi ini tampak begitu
megah. Saya menyebutnya sebagai bangunan heritage. Kenyamanan seperti apa pula yang akan saya dapatkan?
Di depan hotel |
Sepertinya
dulu hotel ini adalah bagian dari stasiun kereta King’s Cross St. Pancras jalur
Internasional. Sayang jika tidak diabadikan dalam jepretan kamera hape. Klik! Saya pun berpose di depannya.
Norak? Boleh jadi. *ngikik*
Kembali
ke tampilan bangunan hotel. Buat ukuran tarif penginapan di kota London, St.
Pancras Renaissance Hotel ini tentulah mahal dalam perhitungan saya. Untuk itu
saya kembali mengucap syukur dalam hati. Allah memang sebaik-baik pemberi
rezeki dan nikmat. Maka, nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
Hari
itu adalah hari Minggu, 20 Agustus 2017. Suami saya dan rekannya belum ada
jadwal. Setelah check in, kami tidak
langsung masuk ke kamar karena waktunya belum tiba. Harus menunggu sekitar jam
satu siang. Kami menitipkan semua koper dan memanfaatkan waktu untuk
melanjutkan perjalanan ke kota lain.
Setelah
menumpang di kamar mandi hotel untuk menukar pakaian dan sedikit menyegarkan badan, kami pun bersiap menuju
destinasi berikutnya. Saya akan ceritakan catatan perjalanan menuju destinasi itu
di sesi berikutnya. Kembali ke blog ini lagi jika masih penasaran yaaa …. [Wylvera
W.]
To
be continued
Wahh menarik sekali mbak wylvera, jadi pengen ke london, tapi biayanya pasti selangit ya mbak. Eh btw kereta di london kayak KRL jabodetabek nggak mbak?
BalasHapusCari tiket PP yang murah sepertinya ada setiap tahun, Mas. Kereta bawah tanah (tube) nya lebih tertib aja sih. :)
HapusMbak Wik saya menunggu cerita yang di edensor
BalasHapusIya, sabar ya Mbak. Lagi ada kerjaan yang harus didahulukan ini. Insya Allah, nanti akan saya lanjutkan cerita perjalanannya. :)
Hapus