Ketika memutuskan untuk menuliskan
catatan kenangan ini, sungguh tidak mudah. Saya harus mengumpulkan semua
ingatan tentang kota yang dijuluki “The Big Apple” itu. Sembilan tahun lalu
bukanlah waktu yang singkat untuk memunguti semua jejak kenangan di sana. Demi
mematrikan kenangan manis itu dalam catatan, saya akan tetap mencoba.
Ini
cerita bagian pertama.
|
Apartemen mungil kami ada di kiri bawah (1932 A) |
Menetap sementara di sebuah kota
kecil bernama Urbana - Champaign membuat kami menyimpan banyak mimpi. Urbana –
Champaign merupakan nama dua kota (twin city) yang ada di State of Illinois,
Amerika Serikat. Sementara Illinois merupakan sebuah negara bagian Amerika
Serikat yang letaknya di bagian tengah benua tersebut. Ibu kotanya adalah
Springfield yang pernah saya kisahkan di salah satu postingan blog ini. Kami
tinggal di pemukiman pelajar bernama Orchard Down. Dari apartemen mungil itu,
saya diam-diam menyimpan angan-angan untuk melihat kota-kota besar lainnya di
Amerika. Salah satunya adalah New York.
Di awal musim dingin yang mulai
menyentuh kulit, suami saya tiba-tiba membawa kabar gembira sepulang dari
kampusnya. Ada acara tur ke New York dari fakultasnya yang boleh mengajak
keluarga. Seperti mendadak dapat rezeki, mata saya berbinar girang mendengar
kabar baik itu. Salah satu mimpi saya akan terwujud. Rasanya tidak sabar
menunggu anak-anak saya pulang sekolah untuk membagi kabar bahagia itu.
New
York, here we come
Kami akan berada di New York selama
4 hari. Sementara jatah trip dari fakultas suami hanya dua hari. Kami sengaja
menambah waktu dan memisahkan diri dari rombongan nantinya.
Singkat
cerita, kami sudah berada di bandara Chicago. Dari sana kami terbang menuju
Bandar Udara Internasional New York yang juga dikenal dengan sebutan Bandar
Udara Internasional John F. Kennedy. Kota yang dijuluki sebagai “A City of
Movie Scenes” itu, menjadi obsesi pertama saya ketika mendengar kabar bahwa
suami akan melanjutkan studinya di Amerika. Sudah bisa dibayangkan betapa
senang hati saya, ketika akhirnya kami bisa tiba dan menjejakkan kaki di kota
besar yang menjadi salah satu judul lagu Frank Sinatra itu.
Saat itu hari masih terbilang pagi,
ketika kami tiba di sebuah hotel yang sudah dipesan oleh pihak kampus. Setelah
meletakkan koper, suami bergabung bersama teman-teman kuliahnya. Saya tidak
ingat pertemuan yang cuma sebentar itu membicarakan apa saja. Tidak berapa
lama, suami saya kembali lagi ke kamar. “Belum ada jadwal untuk hari ini. Besok
baru dimulai,” begitu ujarnya memberi kesimpulan dari hasil pertemuannya dengan
pihak panitia. Mendengar informasi itu, tentu saja anak-anak saya langsung mengajukan
usul untuk menjelajah kota New York. Suami saya menawarkan beberapa tempat.
Dari beberapa tempat itu, anak-anak dan saya sepakat memilih “Madame Tussaud”,
salah satu tempat wisata yang katanya wajib dikunjungi jika sudah tiba di kota
New York.
Pengalaman
pertama mengunjungi Madame Tussaud
Madame Tussaud adalah sebuah museum
patung lilin yang pusatnya ada di kota London. Namun cabangnya sudah tersebar hampir
di seluruh dunia. Dari sejarahnya, museum ini didirikan pertama kali oleh
seorang pematung lilin bernama Marie Tussaud. Ia mahir membuat patung lilin
karena belajar dari Dr. Phillippe Curtius. Marie dan ibunya bekerja sebagai
pembantu rumah tangga di rumah dokter tersebut. Begitu awal mulanya museum
patung lilin ini muncul. Buat kami, Madame Tussaud yang ada di New York adalah
museum patung lilin pertama yang akan kami kunjungi di tahun 2008 lalu. Lokasinya
berada di daerah Times Square (234 West 42nd Street, di antara 7th
dan 8th Avenues.
|
Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/File:Madame_Tussauds_New_York_logo.jpg |
Banyak jalur kereta bawah tanah
menuju museum itu. Silakan memilih. Ada jalur 1, 2, 3, 7, N, Q, R, W, dan S
yang akan mengantarkan kita menuju 42nd Street Times Square atau
jalur A, C, E yang membawa kita ke 42nd Street dan 8th
Avenue. Ada juga alternatif jalur lainnya di B, D, F, dan V yang akan membawa
kita ke 42nd Street dan 6th Avenue. Jika enggan naik
kereta bawah tanah, ada pilihan dengan menggunakan bus di jalur M6, M7, M10,
M16, M20, M27, dan M104 ke arah Times Square. Kami lebih memilih naik kereta
bawah tanah (subway) waktu itu.
Begitu
tiba di pintu masuk, akan terlihat jadwal operasional museum. Untuk Minggu hingga Kamis, Madame Tussaud
dibuka dari jam 10 pagi hingga 6 sore. Sementara di hari Jum’at dan Sabtu,
museum tutup lebih lama yaitu jam 10 malam. Untuk masuk ke museum patung lilin ini,
kami harus membeli tiket buat dewasa seharga US$ 36.00 dua lembar dan US$29.00
dua lembar. Lumayan mahal kalau ditotal. Namun demi menebus rasa ingin tahu
karena ini adalah pertama kalinya buat kami, harga segitu tak menjadi masalah.
Berpose
dengan para selebriti dan orang ternama
Setelah melewati pintu pemeriksaan
tiket, kami langsung menuju lantai atas dengan menggunakan elevator. Tiba di
lantai atas, kehadiran kami langsung disambut oleh patung-patung lilin selebriti
dan orang-orang ternama. Dari kalangan selebritis dan politikus ada Angelina
Jolie dan Brad Pitt yang waktu itu masih berstatus sebagai pasangan suami
istri. Ada Julia Roberts, Will Smith. Whoopi Goldberg, Hillary Clinton, dan
lainnya.
|
Mira dan Julia Roberts |
|
Bersama Pasangan Angelina Jolie dan Brad Pitt |
|
Bersama Hillary Clinton |
|
Bersama John F. Kennedy |
|
Bersama Michael Jackson |
|
Bersama Lady Diana |
Saya tersenyum mengenang beberapa
momen lucu di museum patung lilin itu. Anak-anak saya yang waktu masih SD, tentu saja
tidak mengenal semua patung lilin yang ada dalam museum. Namun mereka tetap
saja berebutan ingin berfoto sambil terus bertanya, “Ini siapa, Bu?” “Itu siapa,
Pak?” Saya dan Bapak mereka pun akhirnya sibuk menerangkannya.
|
Bersama Will Smith |
|
Bersama Mahatma Gandhi |
|
Bersama Leam Neeson |
|
Bersama Leonardo DiCaprio |
|
Bersama Muhammad Ali |
|
Bersama Einstein |
|
Bersama Charlie Chaplin |
Yang paling bikin saya terdiam
sesaat ketika anak saya, Khalid membisikkan sesuatu ke kuping saya, “Bu, kita
nggak berdosa ‘kan fotoan?” Walaupun Khalid tidak merinci maksud dari kata
berdosa itu, tapi saya paham apa maksudnya. Pelan-pelan saya jelaskan bahwa
kami hanya ingin melihat kreativitas manusia saja sampai bisa membuat
patung-patung lilin itu mirip dengan sosok aslinya. “Ini hanya tempat wisata.
Tenang saja,” ujar saya meyakinkan Khalid kala itu.
|
Bersama Steven Spielberg |
|
Bersama Oprah Winfrey |
|
Bersama Nelson Mandela |
|
Bersama Fidel Castro dan Yassir Arafat |
|
Bersama Marthin Luther King Jr. |
|
Bersama Neil Amstrong dan Buzz |
Rasanya tak cukup hanya sejam dua
jam mengelilingi Madame Tussaud yang ada di New York. Anak-anak saya sesekali
berseru, “Ibu! Would you?” kata
mereka sambil siap bergaya bersama patung lilin Muhammad Ali, Neil Amstrong dan
Buzz Aldrin, dan patung-patung lainnya ketika mereka mengenalnya. Saya diminta
untuk memoto mereka.
|
Bersama John Travolta dan Morgan Freeman |
|
Bersama Spice Girls |
|
Bersama Chef Rachel Ray |
|
Bersama Superman |
|
Bersama Samuel L. Jackson |
|
Bersama Marylin Monroe dan Jacqueline Kennedy |
|
Bersama Jack Sparrow |
|
Di depan pintu masuk Madame Tussaud |
Tanpa
terasa, ketika keluar dari gedung museum, hari sudah mulai gelap. Kami segera
memutuskan untuk kembali ke hotel.
Mengunjungi United Nation Headquarter
Esok harinya menjadi momen
bersejarah yang sampai saat ini masih menjadi catatan manis bagi kami berempat.
Kami mendapat kesempatan mengunjungi United Nation Headquarter (kantor pusat Perserikatan Bangsa-Bangsa) yang menjadi bagian tur
pihak panitia. Lokasi bangunannya terletak di pinggir East River, kawasan Turtle Bay, Manhattan, New York City, Amerika Serikat. Gampang sekali mengenali kantor pusat PBB ini. Bendera dari negara-negara anggota PBB berkibar di tiang yang terpancang di depan gedung menjadi cirinya.
|
Di depan gedung Markas Besar PBB |
United Nation Headquarter yang selesai dibangun pada tahun 1952 ini
merupakan lokasi terpenting yang dijadikan tempat utama Perserikatan
Bangsa-Bangsa bersidang. Selain di New York, PBB juga memiliki tiga kantor
cabang. Satu ada di Geneva (Swiss), kedua di Wina (Austria), ketiga ada di
Nairobi (Kenya). Ketiga kantor cabang tersebut mewakili kepentingan PBB dalam
memfasilitasi kegiatan diplomatik. Sementara hanya kantor pusat PPB yang ada di
New York saja yang memiliki Majelis Umum dan Dewan Keamanan.
|
Penerima tamunya ngantuuuk :p |
|
Bendera UN |
Tiba
di depan lokasi, anak-anak saya sudah tidak sabar ingin melihat bagian dalam
gedung bersejarah itu. Saya melihat sorot bangga di mata putri saya, Mira.
Pengalaman pertama (dan mungkin takkan pernah lagi ia alami) ini menjadi
catatan khusus di hatinya. Bukan hanya Mira sebenarnya, saya pun ikut bangga
bisa melihat langsung benda-benda koleksi PBB yang ada di dalam gedung itu. Yang lebih menyenangkan, kita bisa membeli suvenir khas UN di toko suvenirnya. Ada biaya masuknya tapi tidak terlalu mahal. Sekitar 18 USD untuk dewasa dan 9 USD untuk anak-anak (5-12 tahun).
|
Tekun menyimak penjelasan Tour Guide |
Ketika
sudah berada di dalam gedung, ada pemandu tur yang menjelaskan beberapa hal
terkait sejarah markas PBB itu. Durasi kunjungan selama satu jam itu membuat Mira dan Khalid antusias menyimak walaupun
mungkin tidak semua bisa mereka mengerti. Saya tak kalah antusias mengambil
foto. Rasanya semua ingin diabadikan dalam kamera kami untuk dibawa sebagai
kenang-kenangan ke tanah air.
Menelisik
sejenak sejarah berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa. Perang Dunia II yang
terjadi pada tahun 1939 – 1945 adalah bentuk kegagalan Liga Bangsa-Bangsa yang
tidak bisa mencegahnya. Demi mencegah pecahnya Perang Dunia III, maka pada
tahun 1945 Perserikatan Bangsa-Bangsa pun didirikan untuk mengganti Liga
Bangsa-Bangsa. Fransklin D. Roosevelt adalah orang pertama yang mencetuskan
istilah “United Nation” yang artinya “Perserikatan Bangsa-Bangsa” untuk
menggambarkan negara-negara Sekutu. Untuk lebih rinci, silakan temukan sejarah
lengkap tentang PBB ini.
|
Mira dan Khalid bersama para Sekjen PBB |
|
Miniatur bendera bangsa-bangsa |
Kembali
pada tur hari itu, kami kembali mengeksplor sisi lain dari gedung/ kantor pusat
PBB. Ada banyak foto yang dipajang berjajar berurutan sesuai dengan tahunnya.
Ternyata foto-foto itu adalah gambar wajah para Sekretaris Jenderal PBB dari
masa ke masa. Sementara miniatur bendera dari bangsa-bangsa yang tergabung
dalam PBB juga dipajang di sisi lain ruang gedung itu.
|
Medali penjaga perdamaian PBB |
|
Ruang sidang Majlis Umum PBB |
Bergerak
ke sisi ruang lainnya, ada pajangan medali penjaga perdamaian PBB. Setelah itu,
kami diajak melihat Assembly Hall (ruang sidang Majlis Umum PBB). Wuaaah! Ini
puncak dari rasa syukur saya ketika itu. Saya tidak pernah membayangkan akan
mendapat kesempatan untuk masuk dan melihat langsung tempat yang secara berkala
digunakan sebagai ruang sidang para wakil penting negara-negara di dunia.
Inilah lokasi terakhir yang bisa kami lihat di United Nation Headquarter itu.
Dari
Rockofeller sampai penjual kebab
Selesai
dari kantor pusat PBB, suami mengajak saya dan anak-anak melihat-lihat sekitar gedung.
Di sana kami menemukan patung pistol yang ujungnya dipelintir, melambangkan
perdamaian (peace). Unik sekali. Tentu saja anak-anak saya berebut berfoto bersama
pistol unik itu. Selain itu, ada beberapa objek lainnya yang sempat kami
jadikan latar foto tapi saya lupa nama-namanya.
|
Foto bareng pistol perdamaian |
|
Mau ikutan pawai tapi gak punya seragamnya :p |
Setalah
selesai mengabadikan objek, kami
meninggalkan gedung dan melanjutkan berjalan kaki. Tak jauh dari lokasi Markas
PBB, kami terhalang oleh rombongan pawai. Tidak tahu itu pawai tentang apa,
tapi kami menyempatkan berfoto saja.
|
Demonya tertib |
|
Yang lain demo kami malah berfoto ;) |
Perjalanan
kami lanjutkan. Kembali kami berselisih jalan dengan rombongan pendemo (saya
lupa demonya tentang apa). Dengan sedikit hati-hati dan waspada pada situasi
demo, saya dan anak-anak masih saja menyempatkan untuk berfoto.
Tanpa
terasa kami sampai di area Rockofeller Centre. Lokasi yang berada di Fifth Avenue ini adalah salah satu
komplek dengan bangunan gedungnya yang lumayan tinggi di tengah kota New York.
Dibangun pada awal 1930 oleh pemilikinya sekaligus pengusaha kaya bernama John
D. Rockofeller. Kami tidak berlama-lama di sana.
|
Area Rockofeller Centre |
|
Wajah-wajah lapar |
Sebenarnya
kami ingin melihat Central Park, taman umum yang luas di Manhattan, New York
City tapi hari sudah terlanjur sore. Ditambah perut yang mulai terasa lapar,
anak-anak saya lebih memilih kembali ke hotel dan membawa makanan pulang. Tiba-tiba
mereka berteriak menunjuk penjual kebab. Karena saking laparnya, wajah Mira dan
Khalid terlihat tidak bersahabat ketika Bapak mereka meminta untuk difoto
dengan latar belakang penjual kebab itu. Melihat foto itu saat ini, saya
kembali tersenyum geli.
Melihat
kota New York dari Empire State Building
Pagi itu selepas menikmati sarapan
di hotel, kami kembali menelusuri kota New York. Mampir dan membeli cokelat
Hersey’s untuk dibawa ke Urbana. Setelah itu, suami mengajak kami ke Empire
State Building, gedung pencakar langit yang bisa melihat kota New York dari
ketinggian 443 meter. Empire State Building menjadi salah satu landmark kota New York yang terkenal
selain patung Liberty dan Broadway.
|
Belanja cokelat Hersey's dulu |
|
Ngantri masuk gedung Empire State-nya |
|
Teropong dari ketinggian gedung |
Di
gedung ini ada ruang observasi yang letaknya di lantai 86 ke atas. Pengunjung
bisa melihat suasana di sekitar kota New York dari ruang indoor maupun outdoor.Tapi untuk mencapi puncak gedung Empire State ini, kami harus sabar antri
berbaris di antrian yang lumayan panjang dan memakan waktu.
|
Kota New York terlihat dari Empire State Building |
|
Sesaat sebelum menuruni ketinggian |
Harga
tiket masuknya lumayan mahal . Untuk lantai 86 harus membayar $29. Sementara
jika sampai ke lantai 102, harus membayar $67. Karena sudah membayar sejumlah
itu, kami puas-puasin menikmati kota New York dari atas Empire State Building.
Dari
Charging Bull hingga Brooklyn Bridge
Pagi berikutnya, kami ditemani oleh
istri teman kantor suami saya. Rencana di hari berikutnya kami ingin melihat
patung Liberty. Mbak Heni – begitu namanya – menemani kami untuk memesan tiket
menuju lokasi patung Liberty. Namun sebelum sampai ke tempat pemesanan tiket,
kami beberapa kali berhenti di lokasi-lokasi yang perlu diabadikan. Sayangnya
cuaca hari itu sedikit bergerimis. Untung kami sudah menyiapkan payung.
|
Gerimis di Charging Bull |
Mbak Heni mengajak berjalan menuju
lokasi Charging Bull, patung yang lumayan popular bagi para wisatawan kota New
York. Kami harus berhenti dan berfoto sejenak bersama patung yang didirikan
sekitar tahun 1989 itu. Letak patung banteng yang terbuat dari tembaga ini
berada di depan New York Stock Exchange. Patung ini didesain oleh Arturo Di
Modica, seniman asal Italia. Kata Mbak Heni, tidak akan lengkap mampir di New
York jika belum berfoto dengan Charging Bull. Dan, kami sudah mengabadikannya
dalam foto.
|
Di depan National Museum of American Indian |
Puas berfoto dengan banteng tembaga
itu, kami melanjutkan perjalanan menuju gedung National Museum of American
Indian. Setelah mempertimbangkan waktu, kami memilih tidak masuk. Hanya berfoto
di depan gedungnya.
Cuaca
semakin kurang bersahabat dan seperti berkabut. Namun, Mbak Heni tetap membawa
kami mendekat ke lokasi Brooklyn Bridge (Jembatan Brooklyn). Jembatan ini
merupakan jembatan kabel baja pertama dan terpanjang di dunia yang
menghubungkan Manhattan dan Brooklyn di New York City.
|
Gaya Khalid berlatar belakang Brooklyn Bridge |
Di
bawah Brooklyn Bridge mengalir sungai East. Jalur di atas jembatan dibuka sejak
Mei 1883. Jembatan Brooklyn ditetapkan sebagai National Historic Landmark padah
tahun 1964 dan National Historic Civil Engineering Landmark pada tahun 1972.
(Wikipedia – red).
|
Di area ini kapal feri yang membawa kami ke tempat wisata berikutnya |
Di
tepi sungai East, kami bisa memandangi kapal (water taxi) dan kapal lainnya
yang bersandar di dermaga. Hari yang semakin mendung membatasi gerak langkah
kami. Akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke hotel dan Mbak Heni kembali ke
rumah dinasnya.
Setelah
ini, masih ada dua lokasi wisata lagi akan saya bagi untuk pembaca blog saya
ini. Insya Allah, akan saya lanjutkan di part
berikutnya. Tunggu saja ya. Salam. [Wylvera
W.]
Note: Semua foto adalah milik penulis