Kami hanya
memiliki kesempatan sehari lagi untuk menentukan destinasi terakhir saat berada
di London. Kegalauan sejak malam hari sudah mewarnai pilihan saya dan suami.
Beberapa kota yang ingin kami kunjungi hampir semua keren. Namun pertimbangan
jarak dan waktu tempuhnya tidak memungkinkan. Akhirnya, suami saya kembali pada
niat awal. Liverpool menjadi pilihan terakhir. Walaupun jarak kotanya cukup
jauh dari London, suami menguatkan niatnya untuk tetap ke sana.
Langsung lemas melihat jam keberangkatan ke Leeds itu :'( |
Singkat cerita, pagi terakhir di
kota London waktu itu membuat kami sedikit tergesa-gesa menuju stasiun St.
Pancras. Alih-alih berharap jam keberangkatan kereta bisa lebih pagi, kami
terpaksa pasrah pada jadwal. Tidak ada kereta langsung dari stasiun St. Pancras
London menuju Liverpool di hari itu. Padahal kami sudah terburu-buru menuju
stasiun sejak jam 6 pagi. Apa boleh buat. Kami harus menaiki kereta menuju
Leeds Station yang berangkat pukul 09.03 waktu London.
Dari
Leeds Station menuju Liverpool Lime Street Station
Kondisi tidak menguntungkan buat
kami pada hari itu. Kami terpaksa berdiri di dalam kereta yang padat selama dua
jam lebih dari London menuju Leeds. Keinginan kuat mengunjungi kota yang
identik dengan grup band lawas The Beatles, klub sepak bola Liverpool, dan
sejarah yang dikaitkan dengan kapal Titanic itu, membuat kami rela berdiri
berlama-lama.
Setelah dua jam berdiri di kereta,
akhirnya kami tiba di stasiun Leeds. Sejujurnya saya ingin sekali keluar dari
stasiun untuk mengambil foto tapi tidak memungkinkan. Maka seperti apa stasiun Leeds dari luar, saya tidak bisa menyimpan fotonya di hape. Jam keberangkatan kereta
berikutnya menuju Liverpool tinggal 15 menit lagi. Lagi-lagi saya menelan
kecewa. Kami kembali bergegas menuju platform
berikutnya.
Saya pikir setelah lelah berdiri selama
dua jam kami akan mendapatkan kursi di kereta berikutnya. Harapan saya meleset.
Lagi-lagi kami terpaksa berdiri selama kurang lebih 1 ½ jam dari Leeds Station
sampai Liverpool Lime Street Station. Kereta dipenuhi oleh fans club sepak bola Liverpool (Liverpudlian). Saya bisa melihat mereka dari jersey
yang dipakai. Dalam kepadatan itu, suami saya masih sempat berkelakar sambil mengatakan, "Kalau kita ajak kenalan dan bilang we are The United, Mancs, Red Army, gimana ya?" katanya berbisik bikin saya mendadak merinding, takut mereka mendengar dan jadi rusuh. Halaaah ....
Tiba di Liverpool
Setelah berjam-jam berdiri di kereta
akhirnya kami sampai juga di kota The Beatles. Tidak ada niat untuk menginap
karena esok harinya kami harus kembali ke Jakarta. Saat itu sudah hampir
jam dua siang. Rencana ingin mengunjungi banyak tempat wisata di distrik
metropolitan di Merseyside Inggris itu buyar sudah. Kami hanya punya waktu kurang dari
tiga jam. Targetnya, jam lima sore kami harus kembali ke London.
Saya ambil foto ini sesaat sebelum kembali ke stasiun Leeds |
Demi menghemat dan memanfaatkan waktu,
kami memutuskan untuk naik taksi. Saat menunggu taksi datang, saya sempat
memotret gedung besar yang berada berseberangan dengan stasiun Liverpool.
Bangunan itu adalah St. George’s Hall. Sambil menunggu, mata saya memandangi
desain bangunan tersebut. Pilar-pilar besar dan kokohnya didesain dengan gaya corinthian
dari zaman Yunani. Seperti banyak bangunan bersejarah di Inggris lainnya, St.
George’s Hall yang megah itu langsung menarik perhatian.
Itu penampakan stasiun Liverpool dan JMU (bersebelahan) |
Selain St. George’s Hall, halte
tempat kami menunggu taksi ternyata tepat di depan gedung Liverpool John Moores
University. Sebuah universitas public
research di kota Liverpool. Sayangnya, tidak mungkin lagi untuk masuk dan
melihat-lihat interiornya. Bahkan untuk mengambil foto dari depan saja tidak
sempat saya lakukan sebab taksi yang kami pesan sudah datang. Sopir taksi
mengatakan kalau waktu kami tidak akan cukup untuk menyinggahi banyak tempat. Semua rencana itu terpaksa
dialihkan ke Albert Dock.
Menghibur
hati di Albert Dock
Liverpool memang terkenal sebagai
kota pelabuhan. Ada beberapa dermaga terkenal di kota ini. Salah satunya adalah
Albert Dock yang saat ini fungsinya tidak hanya sebagai pelabuhan utama
Liverpool. Area itu dirancang menjadi tempat rekreasi dan lokasi wisata oleh
pemerintah kota tersebut.
Bangunan dengan konsep serupa mengelilingi perairan di tengahnya |
Tinggal memilih mau kemana dulu |
Albert Dock menyuguhkan beberapa
tempat menarik untuk disinggahi. Ada The Beatles Story, Merseyside Maritime
Museum, International Slavery Museum, Tate Liverpool, dan Piermaster’s House.
Semua bangunan itu berdiri mengelilingi perairan yang berada di tengahnya.
Restoran dan galeri seni juga menjadi pelengkap lokasi wisata itu. Sejujurnya
saya ingin melihat semua, tapi sempitnya waktu membuat kami harus pintar
memilih.
Yang nge-fans silakan masuk deh ;) |
Numpang foto di depannya saja :'( |
Sopir taksi tadi menurunkan kami tepat
di depan museum The Beatles. Untuk masuk ke dalam museum harus memiliki tiket
seharga 11,95 Poundsterling. Rasa ingin masuk dan melihat isi museum terhalang
oleh keterbatasan waktu. Saya pun harus rela hanya sekadar berfoto di depan
museum grup band legendaris itu saja.
Tata letak dan bentuk bangunan yang unik bikin pelancong betah di Albert Dock |
The Pumphouse |
Setelah itu, kami kembali berjalan
kaki menyusuri bangunan lainnya. Sebentar-sebentar kami berhenti untuk
mengambil foto. Setelah berjalan kaki lagi, saya menemukan The Pumphouse.
Bangunan ini dulunya merupakan ruangan mesin uap di pelabuhan tapi sekarang
fungsinya sudah berubah menjadi restoran.
Melihat
sejarah Titanic di Marseyside Maritime Museum
Tak jauh dari The Pumphouse, kami sampai
di depan gedung Marseyside Maritime Museum. Begitu memasuki gedung museum, kami
langsung disuguhi oleh aroma kejayaan maritim Liverpool. Museum ini berisi
sejarah tentang kelautan kota itu dan Inggris pada umumnya. Beberapa model
kapal di zamannya dipajang di dalam museum.
Kalau mau mengeksplor lebih puas, datangnya lebih pagi |
Model perahu yang dipajang di lantai bawah museum |
Miniatur model kapal-kapal Inggris |
Sebelum lebih jauh memasuki museum,
saya melihat poster besar bergambar kapal Titanic. Ternyata sejarah tentang
kapal itu hingga tragedi tenggelamnya disuguhkan di dalam museum tersebut.
Sempat ragu untuk naik ke lantai yang menyajikan sejarah kapal Titanic itu.
Setelah menimbang-nimbang durasi waktu, akhirnya saya minta izin suami untuk
melihatnya sebentar. Sementara suami saya menikmati live performance para manula yang mengenakan kostum pelaut di
lantai bawah.
Difotoin sama orang India ;) |
Tiba di lantai dua, saya langsung
menuju ruang yang banyak bercerita tentang kapal Titanic. Kapal yang tenggelam
di Samudera Atlantik Utara (1912) setelah menabrak gunung es itu, sejarahnya
lengkap disuguhkan lewat tayangan video di layar kecil. Sementara keterangan lainnya
tentang kapal Titanic tertulis di bagian ruangan museum tersbeut. Konon katanya
lagi, awak kapal Titanic kebanyakan berasal dari Liverpool. Bisa jadi, hal ini
yang menyebabkan museum Merseyside memuat sejarah Titanic di dalamnya. Sebelum
kembali turun ke lantai pertama, saya minta tolong difotokan oleh pasangan muda
berwajah India.
Peta area Albert Dock |
Sebenarnya kami masih ingin melihat
bangunan yang berisi sejarah lainnya di Albert Dock tapi waktunya tidak cukup.
Sebelum ketinggalan kereta dan sampai di London tengah malam, kami terpaksa
meninggalkan Albert Dock dan Liverpool. Perjalanan pulang ke London masih
panjang. Dengan menempuh jarak dan waktu yang sama, akhirnya kami sampai di London sekitar jam sebelas malam dengan mata mengantuk dan kaki yang lelah luar biasa. Inilah akhir perjalanan kami
selama di London. Sampai jumpa di perjalanan wisata luar negeri lainnya. Salam.
[Wylvera W.]
Note: Semua foto adalah milik penulis
Note: Semua foto adalah milik penulis
Belum kesampaian ke UK, tambah mupeng abis baca postinganmu mbak
BalasHapusAyo, dimasukin list biar semakin cepat realisasinya. :)
Hapus