New
York bukan saja kota yang menyajikan kehidupan yang seakan tak ada matinya.
Menjejakkan kaki di kota terpadat di Amerika Serikat dan kota global terdepan
yang memberi pengaruh besar terhadap ragam putaran bisnis dunia ini, memaksa
kami harus jeli memilih objek untuk diabadikan dalam sebuah catatan kenangan. Maka
ketika kesempatan untuk hadir dalam hitungan hari yang terbilang singkat, kami
tidak bisa meraup semua kesempatan. Pilihan yang disesuaikan minat dan selera
menjadi faktor penentu tujuan menyinggahi kota ini.
Efek
setting film yang memancing rasa penasaran
Di
postingan sebelumnya, saya sudah menceritakan beberapa lokasi wisata New York
yang pernah kami singgahi. Di bagian akhir saya ceritakan bahwa kami sudah
memesan tiket untuk mengunjungi Statue of Liberty. Selepas itu, kami bingung
memilih tempat wisata lainnya. Untunglah suami saya punya tawaran menarik.
Begitu diajak ke American Museum of Natural History (AMNH), anak-anak langsung
berseru girang. Sisa waktu di hari itu benar-benar kami manfaatkan sebaik
mungkin.
|
American Museum of Natural History (sumber) |
Kami
melanjutkan perjalanan menuju American Museum of Natural History, salah satu
museum terbesar dan terkenal di dunia. Lokasinya terletak di Central Park West
at 79th Street, New York City, Amerika Serikat. Yang membuat
anak-anak saya antusias karena mereka ingat bahwa museum ini pernah dijadikan setting film “Night at the Museum”. Film
komedi Amerika yang dibintangi aktor komedian Ben Stiller ini, dirilis pada
tahun 2006 dan diputar pertama kali di New York. Film yang mengisahkan
pengalaman seru seorang penjaga museum ini sangat digemari anak-anak saya pada
masa itu.
Satu
hal yang bikin mereka penasaran dalam film itu. Diceritakan bahwa di hari
pertama Larry Daley (tokoh utama di film tersebut) yang bekerja sebagai satpam
di Natural History Museum terkejut melihat benda-benda yang dipajang dalam
museum tersebut bisa hidup dan bergerak. Keajaiban itu terjadi pada malam hari.
Bagaimana jika dilihat pada siang hari? Begitulah puncak rasa ingin tahu yang
menggiring kami ke sana.
|
Fans dinosaurus dan sejenisnya :p (dokpri) |
|
(dokpri) |
Ketika
sampai di depan museum, anak-anak tak sabar ingin segera melihat isi gedung
yang besar dan megah itu. Komplek American of Natural Museum ini terdiri dari 45
ruang pameran (exhibition hall) permanen, 1 planetarium, dan 1 ruang
perpustakaan. Yang paling menakjubkan, museum ini memiliki sekitar 32 juta
spesimen. Dari begitu banyaknya spesimen (walaupun tidak semua dipamerkan
secara bersamaan), kami hanya sanggup melihat sebagiannya saja.
Spesimen-spesimen itu terdiri dari kategori hewan, manusia, tumbuh-tumbuhan,
mineral, fosil, bebatuan, artefak, dan meteorit. Di museum ini pengunjung juga
bisa melihat asal-usal manusia dan sejarah evolusi.
|
Kurang sangar dikiiit :p |
|
Khalid meniru gaya kerangka binatang di sebelahnya, hahaha |
Beberapa
kali saya mendengar gumaman kata-kata “Awsome!”
“Amazing!” dari anak-anak saya. Tentu
saja, di tanah air mereka belum pernah melihat isi museum sejenis sekomplit itu. Selain
itu, si bungsu Khalid sesekali seolah mengajak bicara beberapa hewan pajangan
yang berada di balik kaca. Menggelikan memang tapi itulah naluri anak-anak.
Mereka ingin membuktikan antara yang nyata dan khayalan dari sebuah film sukses
yang sempat membuat mereka terkagum-kagum. Hanya
sayang, momen kenangan lebih banyak tersimpan dalam bentuk video. Di
sini saya hanya menampilkan foto-foto kami yang tersisa di kamera saja.
|
Burung-burungnya seperti hidup |
Dari
keterangan sejarah di Wikipedia, saya membaca bahwa sebelum pembangunan komplek
museum, American Museum of Natural
History berlokasi di gedung Arsenal di Central Park. Theodore Rooselevelt, Sr.,
ayah Presiden AS ke-26 adalah salah satu pendiri museum itu. Sementara
pendirian museum tersebut merupakan ide dari Dr. Albert S. Bickmore. Albert
pernah menjadi murid zoology Louis Agassiz di Museum Zoologi Kontemporer,
Universitas Harvard. Bisa jadi, ilmu yang dimiliki Albert pulalah yang melatarbelakangi
pendirian dan ide untuk mengisi museum menjadi sedemikian rupa.
|
Foto atas dan bawah dari keluarga kera-keraan |
|
Mira pengin kenalan sama yang di dalam itu :p |
Melihat
luas dan banyaknya ragam koleksi di museum itu, kami terpaksa memilih. Adegan
Larry yang dikejar-kejar dinosaurus dan penghuni museum lainnya membuat
perhatian kami langsung tertuju pada kerangka makhluk purba itu. Kunjungan kami
terpusat pada dinosaurus dan sebangsanya serta beberapa koleksi diorama habitat
hewan lainnya. Semua terkesan begitu alami membuat yang melihat serasa berada
bersama habitat tersebut. Namun keterbatasan waktu memaksa kami menghentikan
penjelajahan ke seluruh isi museum.
Untuk
menikmati isi museum, kita tinggal menyiapkan uang pembeli tiket masuk sekitar
US$22 untuk dewasa dan US$ 12 untuk anak usia 2 – 12, serta US$17 untuk
pelajar.
Simbol
kebebasan dari Statue of Liberty
Singkatnya hari di New York akhirnya
menyempatkan kami mengunjungi Ellis Island. Tiket sudah dipesan sehari
sebelumnya di Battery Park, Selatan Manhattan. Kami mengambil tiket tersebut di
counter pengambilan tiket Liberty
Statue. Selanjutnya kami ikut mengantri di pintu masuk sebuah ruangan
pemeriksaan, arah menuju dermaga. Lumayan panjang dan lama antrian menuju kapal
ferry yang akan membawa kami ke Pulau Ellis, tempat patung Liberty itu.
Anak-anak
saya mulai gelisah. Demi mengalihkan perhatian, kami akhirnya bermain tebak-tebakan.
“Perempuan … perempuan apa yang nggak pernah mandi tapi malah selalu pengin
dilihat dan diajak fotoan?” Saya melemparkan pertanyaan humor ke anak-anak. “Whaaat?”
Anak-anak refleks menutup hidung mereka. Tiba-tiba Khalid berseru, “Libertyyy
…!” pecahlah tawa yang mampu mencairkan kebosanan dalam antrian itu. Untung
saja, para pengunjung tidak mengerti isi perbincangan kami.
|
Di atas kapal ferry |
|
Wajah antara dingin dan efek lelah mengantri |
Akhirnya kami menaiki kapal juga. Langit
yang sedikit mendung membuat jarak tangkap kamera tidak cukup memuaskan. Suami
saya tak mau menyerah dan tetap mengabadikan setiap momen dalam handycam yang dipegangnya. Udara musim
dingin sesekali membuat kami menarik dan melepaskan nafas. Cara termudah untuk
menghalau angin yang bertiup dan menetralkan suhu badan selama kapal bergerak
perlahan meninggalkan dermaga.
|
Patung Liberty dari kejauhan |
Setelah berjibaku melawan udara
dingin di atas kapal, akhirnya kapal ferry yang kami tumpangi bersandar di
dermaga Pulau Ellis. Patung berwarna hijau setinggi 46 meter yang berdiri anggun
menyambut kedatangan kami. Sambutan itu seolah menunjukkan kesesuain dari
simbol yang melekat pada patung tersebut. Selamat datang bagi pengunjung,
imigran, dan orang Amerika yang pulang ke tanah air mereka.
|
Kakak Mira |
|
Khalid yang memilih berfoto sendiri-sendiri. Hahaha |
Liberty Enlightening the World yang
lebih popular dengan nama Statue of Liberty (Patung Kebebasan) ini diberikan oleh
Perancis kepada Amerika Serikat pada akhir abad ke-19 (28 Oktober 18886). Hingga
hari ini, Patung Liberty telah menjadi ikon Amerika yang menjadi tujuan wisata
banyak pengunjung dari penjuru dunia. Konon kisah pembuatan patung Liberty
tidak semudah yang dibayangkan oleh para pengunjung. Begitu banyak usaha
pencarian dana yang dilakukan oleh si pembuat patung demi berdirinya Statue of
Liberty ini.
|
Melengkapi jejak kenangan |
Patung ini dibuat di Perancis oleh
pemahatnya yang bernama Frederic-Auguste Bartholdi pada tahun 1871. Patung yang
berbentuk sosok seorang perempuan (Dewi Kemerdekaan) diberikan kepada rakyat
Amerika sebagai hadiah ulang tahun kemerdekaan Amerika yang ke-100. Dan, sembilan tahun lalu itu menjadi bukti catatn bahwa kami pernah mengunjunginya.
Seperti kalimat yang selalu
diulang-ulang ketika kita berkumpul dalam setiap kesempatan, “Ada pertemuan,
ada perpisahan”, begitulah yang kami rasakan di ujung kunjungan kami di kota
New York. Semoga apa yang sudah tercatat dan juga tersimpan dalam ingatan
menjadi pengaya pengalaman. Sampai berjumpa di destinasi perjalanan
saya lainnya. Salam. [Wylvera W.]
Note:
Tentang sejarah
beberapa lokasi bersumber dari wikipedia
Cerita sebelumnya ada di sini