Melbourne
adalah kota kedua yang ingin kami kunjungi di Australia. Selain memiliki
fasilitas pendidikan dan ekonomi, ibu kota negara bagian Victoria ini juga
terkenal dengan pusat hiburan dan pariwisata yang lengkap. Itu sebabnya, walaupun hari sebelumnya kami
sudah lelah efek hilang arah, tetap ada keinginan untuk mendata daftar tempat
yang akan kami singgahi. Kami hanya punya waktu sehari penuh untuk memilih mana
yang menjadi prioritas untuk dilihat.
Sayangnya, saat kami terbangun sebelum subuh di hari
kedua, udara terasa sangat menusuk di kulit. Saya cek suhunya, sekitar 9
derajat Celcius. Kamar apartemen yang dilapisi oleh tembok dan jendela-jendela
kaca seolah tak mampu menahan udara dingin dari luar. Awalnya kami ingin
berangkat sepagi mungkin dari apartemen. Rencana malam hari yang sudah kami
sepakati sedemikian rupa akhirnya sedikit berubah. Kami tidak mungkin keluar
dengan hanya melapisi badan berjaket tipis. Bisa mendadak beku sebelum mampu
melanjutkan perjalanan.
Setelah salat subuh, kami terpaksa
menarik selimut dan meringkuk kembali di tempat tidur. Saya mencoba menyalakan
penghangat kamar. Lumayan, perlahan suhu di kamar apartemen kami menghangat.
Namun di luar masih dingin. Kami harus sabar menunggu suhu bergerak naik.
Mampir di Federation
Square
Setelah suhu udara meningkat, kami
bergegas meninggalkan apartemen. Dari Southern Cross Station, tujuan pertama kami
adalah berhenti di Flinders Street Station yang letaknya dekat dengan semua
pusat wisata kota Melbourne.
Tak sah kalau tidak berpose di depan stasiun ini :p |
Suasana kota mulai terlihat ramai |
Tiba di stasiun Flinders Street,
saya langsung melihat Federation Square yang menjadi tempat pertemuan di kota
Melbourne. Tentu saja, karena Flinders Street dan Federation Square terletak di
sudut jalan Swanston Street dan Flinders Street yang
merupakan jantung dan ikon kota Melbourne. Sementara St Paul’s Cathedral
berdiri gagah di depannya. Pagi
jelang siang, area itu sudah mulai dipadati oleh para pengunjung, baik penduduk
setempat maupun turis dari berbagai negara.
Federation Square |
Berlatar St Paul's Cathedral |
Lokasi ini menjadi tujuan prioritas karena merupakan
kawasan budaya yang unik dan menggabungkan berbagai tujuan wisata. Mulai dari
museum dan galeri sampai aneka restoran, bar serta kafe. Pantas saja, ramai
sekali pengunjung di situ. Bahkan anak-anak bebas bermain di area sekitarnya. Federation Square yang mampu
menampung 10.000 orang ini dijadikan pusat acara di Melbourne setiap tahunnya.
Termasuk festival multi budaya, pemutaran film, pasar, dan olahraga.
Suasana area Federation Square berlatar stasiun Flinders Street |
Demi memanfaatkan waktu yang terus
bergerak, kami segera mengabadikan beberapa sudut untuk berfoto. Federation Square yang tata letaknya agak
lebih tinggi dari permukaan jalan, menyajikan pemandangan di sekitarnya mampu
menjadi latar yang ciamik.
Setelah puas berfoto, kami mampir ke
Visitor Information Centre untuk mencari informasi tempat mana yang berikutnya
akan kami kunjungi. Dari sana kami mendapat info tentang moda transportasi umum
gratis jika ingin berkeliling kota Melbourne. Alhamdulillah, senang banget
rasanya karena tidak perlu merogoh kocek lagi.
Berkeliling
kota Melbourne dengan City Cirlce Tram
Saya pernah ke Basel di
Switzerland yang menyediakan jalur trem di mana-mana jika ingin menyusuri kotanya.
Saya pikir Basel lah yang memiliki jaringan trem terbanyak di dunia. Namun, dari
berbagai artikel tentang Melbourne, ternyata hampir semua sependapat jika kota
ini lah yang punya jaringan trem terbesar di dunia.
Horeee ... tremnya sudah dataaang! |
Ada dua transportasi umum gratis
yang disediakan oleh pemerintah Victoria. Trem dan shuttle bus yang disediakan
untuk para turis. Setelah mendapatkan informasi dari Visitor Infromation
Centre, kami memilih moda transportasi gratis yang bisa membawa kami
berkeliling, yaitu city circle tram.
Keren kan ya? ;) |
Kami bergegas menuju halte yang
bertanda “city circle”. City circle tram yang bentuknya mirip dengan kereta itu
sudah terlihat di kejauhan. Fisiknya terlihat klasik baik interior dan eksteriornya. Begitu trem berhenti,
kami memilih duduk di bangku sebelah kanan dari arah bergeraknya. Trem ini
dilengkapi dengan suara rekaman panduan wisata tentang tempat-tempat yang dilewati. Trem ini juga ada lonceng yang memberi kesan kereta zaman tempoe doeloe. Sementara, penumpangnya bebas mau berhenti dan naik di mana saja di setiap
pemberhentian bertanda “city circle” yang dilalui trem itu.
Kak Nuraida dan senyumnya ;) |
Lihatlah interior tremnya |
Ini beberapa lokasi yang dilalui City circle tram |
Perjalanan menyusuri kota
Melbourne pun dimulai. Satu per satu objek wisata dan lokasi bersejarah dijelaskan
oleh suara pemandu wisata dalam trem itu. Karena kami pikir ingin menghemat
waktu, maka tidak di semua tempat kami turun walaupun ada halte di situ. Kami
terpaksa memilih-milih. Setelah trem mengitari kota, untuk putaran berikutnya
kami turun di Docklands drive. Kawasan ini persis di tepi Victoria Harbour yang
letaknya antara Collins St dan Bourke St. Area pelabuhan ini diapit oleh
gedung-gedung bertingkat mencakup perkantoran, restoran, dan café.
Spot fotonya lumayan bagus |
Kawasan Docklands |
Daerah ini pernah menjadi sumber
pangan bagi suku asli Aborigin. Namun sekarang sudah dihuni oleh orang-orang
Eropa. Hari itu kawasan Docklands terlihat sepi. Hanya terlihat ramai saat jam
makan siang. Kami menyusuri tepian harbour
sambil menikmati udara laut yang sejuk dengan angin sepoi-sepoi. Sesekali kami
manfaatkan untuk mengabadikan foto di beberapa spot. Hingga tiba di depan Etihad Stadium yang merupakan salah satu venue olahraga dan hiburan serba guna berteknologi tinggi.
Stadium
ini juga dikenal dengan nama Docklands Stadium yang posisinya berada di jantung
wilayah Docklands. Kami tidak masuk ke dalam stadium yang selalu menjadi tuan
rumah bagi Australian Rules Football (AFL)/ Aussie Rules di setiap akhir pekan
selama musim dingin (Maret – September) itu. Hanya berfoto di depannya saja. Dari Jalan Harbour Esplanade ini kami melanjutkan naik trem gratis kembali menuju tempat wisata berikutnya. Trem ini akan beroperasi dari pukul 10:00 sampai 21:00 di hari Kamis, Jum'at, dan Sabtu. Sementara hari Rabu dan Minggu hanya sampai pukul 18:00 saja.
Berkeliling di Sea Life Melbourne
Dari Docklands drive, kami
kembali melanjutkan perjalanan dengan trem gratis tadi. Tempat wisata
berikutnya yang kami kunjungi adalah Sea Life Melbourne yang merupakan rumah
bagi lebih dari 10.000 hewan laut. Setelah membayar tiket seharga 45 AUD untuk
dewasa, kami bebas berkeliling di area akuarium itu sepuasnya.
Hal pertama yang terbayang saat
memasuki akuarium raksasa itu adalah Sea World yang ada di Taman Impian Jaya
Ancol, Jakarta. Namun saya tidak ingin membanding-bandingkannya karena
masing-masing tentu ada keunikan dan kelebihannya sendiri.
Ikannya antik banget (lupa namanya apa) |
Tabung akuarium untuk spot foto |
Kepitingnya juga unik |
Kak Nuraida bercengkerama dengan Nemo ;) |
Dari mulai Bay of Rays yang
menampilkan habitat laut seperti ikan pari raksasa, kami terus menyusuri 14
bagian hewan laut dengan masing-masing jenisnya. Ada kuda laut yang bentuknya lucu.
Ukuran tubuhnya tidak seperti kuda laut yang saya lihat di tivi dan film selama
ini. Saya tekun memerhatikan gerakan kuda laut mungil itu.
Seahorse yang unik |
Dari seahorse, kami juga melihat
buaya besar yang begitu tenang berada dalam akuariumnya. Sedikit merasa cemas,
kami mencoba berfoto di atas perahu yang diletakkan persis di atas akuarium
tempat buaya itu berada. Tidak berani berlama-lama karena lantainya terbuat
dari kaca, kami segera menjauh dari spot foto itu.
Sedikit tegang berpose di atas perahu ini |
Dari sana, kami ikut menonton film 4
dimensi yang menyajikan kisah pendek tentang hewan laut. Sebelum masuk, petugas
bioskop membagikan kacamata. Asyik juga menyaksikan film berdurasi sekitar 30
menit itu. Seolah kami benar-benar berada di dalam laut.
Selepas nonton habitat laut |
Demi memanfaatkan waktu yang cukup
singkat, akhirnya kami memutuskan untuk langsung menuju penguin playground. Lokasi ini pula yang menjadi
bagian terakhir yang bisa dikunjungi di Sea Life Melbourne.
Penguinnya sehat dan gembul |
Wah! Girang banget rasanya melihat
penguin yang gemuk dan sehat di lokasi ini. Ada banyak penguin yang sedang
bermain di situ. Sayangnya, kami tidak bisa bersentuhan dengan penguin-penguin
itu. Saya harus puas dengan melihatnya dari jarak dekat saja. Tingkah para
penguin itu bikin hati enggan meninggalkannya. Namun kami harus segera
melanjutkan destinasi lainnya agar sisa waktu bisa dimanfaatkan maksimal.
Melihat keramaian di tepian Sungai
Yarra
Dari Sea Life Melbourne, kami
kembali melanjutkan perjalanan dengan City Cirlce Tram. Tujuan berikutnya
adalah Yarra River, salah satu ikon yang wajib dihampiri saat berkunjung ke
Melbourne. Yarra River merupakan sungai lebar dan panjang yang membelah kota
Melbourne hingga berpusat pada keramaian jantung kota itu.
Yang lomba kano terlihat menjauh |
Di atas Evan Walker Bridge |
Satu kawasan yang selalu ramai, apalagi di hari
libur dan saat jam pulang kerja. Kawasan tersebut bernama South Bank. Kami mampir sebelum mengakhiri eksplorasi hingga malam hari di satu
tempat berikutnya.
Kami kembali turun di halte yang tepat berada
berhadapan dengan Flinders Station. Dari stasiun tersebut kami mencari rute
tercepat menuju kawasan South Bank yang disebut-sebut sebagai salah satu
tempatnya pusat keramaian di jantung kota Melbourne. Benar saja. Saat kami
turun dan keluar dari stasiun, suasana tepian Sungai Yarra sudah mulai dipadati
oleh beragam orang. Kami pun menyatu dengan mereka sambil menikmati pemandangan
sungai yang tak pernah sepi sepanjang tahun ini.
Jembatan yang tak pernah sepi |
Ada sekelompok orang yang menaiki kano di atas
sungai. Seperti sedang berlomba. Saya menikmati pemandangan itu. Setelah itu kami
menyusuri bantaran Sungai Yarra yang dijadikan pedestarian bagi pencinta tur
jalan kaki. Sambil menikmati suasana sungai yang memiliki sejarah penting bagi
warga Australia ini, kamu terus melangkah menuju jembatan yang terbentang di
atasnya. Evan Walker Bridge nama jembatan yang sama ramainya dengan pedestarian
di tepian sungai tersebut.
Yarra River yang panjangnya sekitar 242 kilometer
itu merupakan lokasi sumber makanan bagi warga asli Australia. Sungai yang legendaris
ini juga menjadi saksi sejarah lokasi pertemuan utama manusia zaman prasejarah.
Nama Yarra konon bermula dari sejarah warga asli bernama Wurundjeri yang pernah
tinggal di lembah Yarra. Dulu, Wurundjeri menyebut sungai itu dengan nama
Birrarung yang artinya mengalir selamanya. Lalu, seorang warga Eropa dari
Asosiasi Port Philip John Helder, menyebut Birrarung sebagai Yarra Yarra. Dari
sebutan itu maka hingga saat ini sungai tersebut resmi diberi nama Sungai
Yarra.
Siap berkeliling |
Saya merasa kurang puas jika hanya menikmati sungai
tersebut dari atas dan tepiannya saja. Akhirnya kami memutuskan untuk menaiki
kapal berukuran sedang yang siap membawa pengunjung untuk mengitari sungai.
Udara yang bersih dengan pepohonan berjajar di sepanjang tepian sungai
menyajikan pemandangan eksotis bagi kawasan Yarra River. Dari atas kapal yang
melaju dengan kecepatan sedang, saya menyapu pandangan ke pedestarian. Di sana
berjajar restoran dan kafe-kafe yang siap melayani para pengunjung dengan hidangan
menunya. Perjalanan setengah jam di atas boat berakhir di tepian lokasi yang
saya lupa namanya. Pastinya masih menjadi bagian tepian Yarra River.
Kak Nuraida dan nakhoda kapal :p |
Masih tersisa satu destinasi lagi yang harus kami
kunjungi. Ada makhluk kecil yang ingin kami temui di sana. Dari Sungai Yarra,
kami harus segera mencari halte bus yang menuju lokasi tujuan kami itu. Namun
tiba-tiba kami ingin sekali mencicipi es krim yang dijual di stasiun Flinders.
Kebetulan varian rasa es krim itu diberi label halal. Saya memilih green tea yang dimix rasa cokelat,
sementara Kak Nuraida hanya memilih rasa cokelat. Sayang, saya lupa memoto es
krim yang lezat itu.
St Kilda Pier sebagai akhir
perjalanan
Setelah mengecek google maps di hape, kami harus sabar
melalui perjalanan berdurasi sekitar 40 menit menuju St Kilda Pier itu. Bus
yang kami naiki lumayan padat oleh penumpang. Sebagian dari mereka memang bertujuan
sama dengan kami. Ada penguin bertubuh mungil yang selalu muncul saat matahari
mulai tenggelam di bagian pantai St Kilda.
Di depan pintu masuk Luna Park |
Setelah berdiri di kepadatan bus, akhirnya
kami tiba di halte yang dekat dengan kawasan pantai St Kilda. Dari kejauhan,
saya melihat Luna Park, salah satu ikon yang juga ramai dikunjungi oleh para
turis saat liburan. Luna Park ini merupakan theme
park pertama dan tertua di Melbourne. Namun kami tidak punya waktu untuk
masuk ke area itu. Cukup berfoto di depannya saja. Setelah itu kami langsung
menuju pantai St Kilda.
Jejak-jejak kaki pengunjung pantai |
Taraaa ...! |
St Kilda Beach merupakan salah satu
pantai paling terkenal di Melbourne. Pantai ini juga merupakan ikon yang selalu
menjadi target kunjungan para turis. Lokasinya sekitar 6 kilometer dari pusat
kota Melbourne. Ketika kami tiba, banyak orang sedang menikmati suasana pantai
itu. Ada yang sedang bermain voli pantai, sepatu roda, berlayar, dan ada yang
sekadar berjemur di pantai sambil menunggu sunset.
Kota St Kilda terkenal dengan pantainya, pohon palem yang berjajar di sepanjang
pinggir jalan, dan sunset di garis
batas pantainya.
Gak bosan-bosan menikmatinya |
Detik-detik sunset |
Di atas jembatan St Kilda Pier |
Selain untuk melihat sunset, di St
Kilda juga menjadi lokasi para penguin yang berada pada habitatnya. Di St Kilda
Pier dibuat sebuah pemecah ombak (breakwater) yang menjadi lokasi bagi koloni penguin.
Jumlahnya lebih kurang 1000 ekor dengan jenis blue penguin atau fairy penguin, merupakan jenis penguin terkecil
di dunia.
Siap-siap bertemu little penguin |
Bergabung bersama penunggu penguin lainnya |
Untuk melihat penguin-penguin ini
mucul ke pantai, kami harus menunggu matahari tenggelam terlebih dahulu.
Sebelum melihat penguin-penguin mungil itu, pengunjung harus mematuhi beberapa
syarat. Pertama, jangan memotret dengan lampu blitz. Kedua, tidak boleh
menyentuh penguin. Namun saat penguin muncul, aturan itu tinggallah aturan. Ada
saja yang latah mengambil foto dengan kilatan lampu blitz. Saya kesal juga
melihat turis yang melanggar aturan itu. Mungkin karena itu juga, penguin yang
naik ke permukaan air jadi takut-takut. Saya sedikit terganggu oleh ulah para
pengunjungnya.
Naaah ... penguinnya mulai nongol |
Hellooo ...! |
Hei! Kamu tersesat! Hahaha .... |
Setelah puas menyaksikan kemunculan
penguin-penguin kecil itu, kami harus kembali ke apartemen. Saking asyiknya,
kami baru sadar kalau hari sudah malam dan jam di hape saya hampir pukul 10.
Kami bergerak pulang dan kembali menyusuri St Kilda Pier. Namun pesona malam di
atas jembatan yang menjorok ke lautan itu tak mampu menahan keinginan kami
untuk mengabadikan momen. Beberapa
posisi akhirnya kami jadikan spot untuk berfoto.
Sayang melewatkan malam di pantai ini |
Setelah puas berfoto-ria, kami
kembali tergesa-gesa menuju halte tempat pertama datang tadi. Ada rasa khawatir
jika tidak ada lagi bus yang akan membawa kami ke Flinders Street Station.
Alhamdulillah, ternyata bukan kami saja yang menunggu bus di halte itu. Tidak
sampai sepuluh menit, bus yang kami tunggu pun tiba.
Suasana stasiun di malam hari |
Saat tiba di stasiun Flinders
Street, suasana sudah tidak seramai siang dan sore hari. Kami segera memilih jalur
kereta menuju Southern Cross Station. Hari sudah larut saat kami sampai di stasiun itu. Alhamdulillah, seharian di Melbourne telah menorehkan pengalaman
yang menyenangkan bagi kami. [Wylvera
W.]
Note:
Cerita sebelumnya ada di sini