Baiklah
… mari kita awali dengan proses perjalanan menuju Brugge. Selesai menghabiskan
kebersamaan merayakan hari pernikahan di Luxembourg, kami pun kembali bergegas
menuju destinasi berikutnya. Tiket Eurail Pass yang merupakan paket hemat untuk
bepergian ke penjuru Belgia, Belanda dan Luxembourg (Benelux-red),
kembali kami gunakan semaksimal mungkin. Kami akan menempuh jarak dengan waktu
sekitar empat jam lebih.
Saat memutuskan akan mengantar si
Kakak (putri sulung kami) untuk study exchange ke Leiden, Brugge menjadi
destinasi pilihan yang menyertainya. Sekali terbang, dua tiga negara
terlampaui. Begitu niat kami. Tidak mau kecolongan lagi seperti tahun 2015
lalu. Waktu itu saking semangatnya pengin melihat Brussel, Brugge pun jadi
terlupakan. Padahal saya sempat menelusuri laman website tentang kota
yang katanya paling romantis di Belgia itu.
Kunjungan kali ini, kami menempatkan
Brussel sebagai destinasi alernatif. Karena si Kakak belum pernah berkunjung ke
kota itu. Kami pun mengatur perjalanan sedemikian rupa. Yuk! Saya mulai
ceritanya.
Tiba
di Brugge
Kali ini kereta kami tepat waktu.
Totalnya sekitar empat jam. Perjalanan dari stasiun Luxembourg dengan tambahan
transit di Stasiun Brussel Midi akhirnya tiba di Stasiun Brugge. Tidak lagi
mengecewakan seperti perjalanan sebelumnya.
Saat
kami tiba, gerimis mengundang menyambut kedatangan kami. Saya berharap
hujan ini tidak lama agar kami masih punya kesempatan menikmati kotanya. Dari
stasiun kami harus menaiki bis menuju hotel tempat menginap. Di dalam bis saya
sudah merasakan keindahan dan ketenangan kota ini. Pantaslah hampir semua
wisatawan yang pernah mampir, sepakat menyebut Brugge sebagai kota teromantis
di Belgia.
Sungguh
Allah Maha Kaya. Dia tebar keindahan di setiap bumi-Nya agar kita selalu ingat
akan kebesaran-Nya. Saya bangga dengan alam Indonesia karena begitu banyak
keindahan yang diberikan Sang Maha Pencipta di bumi leluhur saya. Namun Allah
juga menebar keindahan lainnya di belahan bumi milik-Nya. Semua itu semata agar
kita bisa memaknai setiap keagungan-Nya sebagai hamba yang berpikir.
Kembali ke kota romantis ini. Brugge
adalah kota wisata yang menjadi ibu kota Provinsi West-Flanders. Letaknya di
bagian Barat Laut Belgia. Karena keindahan kanal yang sangat mencolok, Brugge
juga disebut sebagai Venice of the North. Konon katanya, Brugge
merupakan kota tua yang sudah ada sejak zaman Romawi. Perkembangan kota ini
dimulai pada abad ke-4 dan akhirnya dikenal sebagai salah satu kota perdagangan
utama Eropa kuno.
Mata saya tak mau lepas memandangi
sudut-sudut kota yang dilalui bis. Begitu memasuki kawasan kota tuanya, saya
setuju dengan sebutan romantis itu. Dari model bangunan, Brugge mewarisi gaya
arsitek medieval (abad pertengahan) yang ditandai dengan lengkungan setengah
lingkaran. Gaya bangunan ini terlihat hampir di seluruh sudut kotanya. Menurut
saya, kalau ingin berfoto tidak perlu bingung mencari spot. Hampir semua lokasi
bisa dijadikan latar yang menarik.
Di pusat kota Brugge, banyak tempat
yang bisa dilihat. Antara lain Belfry, Menara Lonceng Brugge, dan Church of Our
Lady. Museum Groeninge yang menyuguhkan banyak karya seni seniman Flemish. Kota
Brugge juga menjadi bagian dari UNESCO Heritage site pada tahun 2000. Banyak
sekali tempat yang bisa dikunjungi di kota ini. Rasanya memang tak cukup sehari
untuk menghampiri semua sudut kota. Semoga kami bisa menikmati bagian-bagian
terindahnya.
Menyusuri
kanal Brugge yang eksotik
Sekitar 15 menit,
bis yang kami naiki pun tiba di halte terdekat dengan hotel yang kami pesan.
Kami akan menginap di Canalview Hotel Ter Reien Langestraat I, Historic Centre
of Brugge, 8000 Brugge, Belgia (hahaha …lengkap). Hotelnya tidak terlalu besar.
Tempat tidurnya unik. Kami refleks tertawa melihat tingginya permukaan tempat
tidur ini.
“Kayaknya
kita harus lompat ini naiknya,” komentar si Kakak bikin kami ngakak.
Yang
menarik bagi saya saat memasuki kamar hotelnya, terdengar seperti aliran air
yang sangat dekat menempel di dinding kamar. Saya buka jendela kamar. Wuaaah! Kanalnya
persis di sebelah tembok kamar hotel. Sesuai dengan nama hotelnya. Suara aliran
kanal yang terdengar tadi ternyata dari gerakan laju perahu para turis yang
melintas.
Kecewa
karena tidak ada termos untuk memasak air di kamar, mendadak hilang. Selain
itu, pasti selalu ada kurang dan lebihnya. Kami akan menginap di hotel ini
selama 3 hari 2 malam. Dibawa nyaman sajalah. Suasana teduh dari desiran air
kanal sudah mampu menepisnya. Lebaaai … hahaha.
Biermuseum |
Toko Renda yang unik |
Salah satu toko cokelat |
Cuaca
kembali terang. Kami tak mau melewatkan waktu. Keinginan untuk menyusuri kanal
begitu menggebu-gebu. Kami pun bergegas meninggalkan hotel menuju kota tua
Brugge. Di sepanjang jalan yang diapit oleh bangunan-bangunan etnik, saya
melihat beberapa yang khas dari Brugge. Makanan dan oleh-olehnya. Ada toko yang
menjual aneka macam bahan renda khas Brugge. Aneka cokelat Belgia, permen, dan
yang tak kalah populer adalah wafel tradisionalnya serta mussel (masakan dari
kerang khas Belgia).
Menurut
saya, tidak akan pernah bosan mengelilingi kota ini. Karena setiap sudutnya
mampu menebar kecantikan alami dalam balutan nuansa yang romantis. Setelah puas
menyusuri sebagian kota tuanya, kami memutuskan untuk naik perahu. Obsesi yang
sudah saya bawa sejak sebelum berangkat dari Luxembourg. Untuk naik perahu
(boat tour) mengelilingi kanal yang ada di Brugge, kami harus membayar 8 Euro per orang.
Bukan
saya saja yang bersemangat untuk naik perahu ini. Sebagai kota yang kanalnya
menjadi pemandangan utama, berperahu adalah pilihan yang paling diminati oleh
para wisatawan. Terbukti dari panjangnya antrean. Selama tur dengan perahu, pengemudi perahu akan menjelaskan objek-objek yang dilewati.
Church of Our Lady tampak dari kejauhan |
Groeninge Museum tampak belakang |
Dari
atas kanal, perahu akan melewati beberapa bangunan bersejarah. Salah satunya
tentang Menara Lonceng Brugge yang letaknya di pusat kota Brugge. Menara ini
merupakan salah satu simbol kota Brugge. Di dalamnya terdapat perbendaharaan
dan arsip kota itu. Menaranya berfungsi sebagai salah satu pendeteksi kejadian
yang berbahaya. Misalnya kebakaran. Ada 366 anak tangga yang harus dilewati
jika ingin melihat puncak menaranya. Sementara tinggi menaranya 83 Meter dengan
struktur miring 87 Centimeter ke arah Timur. Menara ini juga merupakan bagian
dari Situs Warisan Dunia UNESCO.
BelfryBrugges Tower (Menara Lonceng Brugge) |
Simon Stevin, ahli Matematika, Fisika, dan Insinyur Flemish |
Untuk
berkeliling di kota Brugge, selain naik perahu sebenarnya turis juga bisa
menyewa sepeda di stasiun Brugge. Atau menyewa kereta kuda. Namun harganya
lumayan, yaitu mulai dari 20 Euro, tergantung dari durasi yang diminta. Kami
cukup memilih naik perahu saja untuk menikmati kota dari arah kanalnya.
Melengkapi
hari dengan romansa kota Brugge
Puas mengelilingi
kanal, kami kembali berjalan kaki melihat bagian sudut kota yang lainnya.
Beberapa kedai yang menjajakan wafel khas Belgia menggoda selera. Kami pun
mencoba membeli dan mencicipinya di tepi kanal. Benar! Kelembutan wafel dan
legitnya lelehan cokelat membuat kami sayang menyisakan potongan terakhir.
Sambil meresapi setiap kunyahan
wafel berbalut cokelat, mata saya memandangi orang yang lalu-lalang. Setelah
menghabiskan wafel, kami kembali melanjutkan berjalan kaki. Tiba-tiba suara
alunan musik klasik yang biasa digunakan untuk mengiringi dansa mengusik
pendengaran kami.
Arah langkah pun kami bawa mendekati
sumber suara itu. Alamaak …! Benar saja dugaan saya. Beberapa pasangan separuh
baya sedang menikmati tarian dansa mereka. Musik pengiring seolah menghanyutkan
mereka dalam dekapan bersama pasangannya. Entah apa yang sedang mereka pikirkan
di setiap gerakan kaki dan dekapan itu. Saya ikut tersenyum sambil mengabadikan
pemandangan yang belum tentu bisa saya jumpai di kota asal saya.
Dari arena dansa itu, kami
memutuskan untuk kembali sebentar ke hotel demi menunaikan kewajiban salat.
Musim panas yang hampir berakhir membuat kami lebih leluasa untuk menikmati
cuaca. Durasinya cukup panjang menuju gelap. Meskipun sesekali hujan turun
membasahi tanah Brugge, namun tidak menyurutkan para wisatawan untuk
meninggalkan kota itu. Mereka melipir ke restoran-restoran yang tersebar di
sudut kota.
Foto dulu biar nggak lupa sama restonya :p |
Selepas salat dan hujan reda, kami
kembali meninggalkan hotel untuk mencari restoran halal. Setelah browsing
untuk menemukan nama dan lokasi restoran halal tersebut, akhirnya kami menemukan
satu yang cocok dengan selera. Walaupun hanya satu dua restoran saja,
alhamdulillah … tidak terlalu sulit menemukannya.
Suami saya yang suka banget iga
bakar, seperti bertemu mutiara di dasar laut dengan selera yang pas.
Sementara saya dan putri kami memilih yang standar saja. Fish and chips
seperti yang ada di restoran-restotan penjual makanan serupa di tanah air.
Hanya porsinya yang berbeda dan cukup mengenyangkan. Kami nikmati hidangan yang
disajikan dengan pelayanan yang sangat ramah dari penjual berwajah Timur Tengah
itu (saya lupa minta izin untuk memoto wajahnya … hehehe).
Selamat
tinggal Brugge!
Kami masih menginap di kota Brugge.
Namun di hari kedua, kami samasekali tidak melanjutkan menjelajah kota itu.
Kami pindah sejenak menuju Brussel. Bagian perjalanan di Brussel ini akan saya
ceritakan di postingan berikutnya. Sabar yaaa ….
Hari terakhir di Brugge menjadi hari
yang bikin hati berat meninggalkannya. Saat menunggu di halte bis yang letaknya
persis berhadapan dengan kanal, saya puaskan pandangan menyapu semua keindahan
itu. Bis yang kami tunggu belum datang juga. Gerimis kembali membasahi bumi
Brugge. Sesekali kereta kuda melintas. Hentakan kakinya memberi irama yang
justru menenangkan.
Di saat menunggu itu, beberapa kali
momen yang sarat hikmah terjadi. Pertama, suami saya membantu menopang tubuh
laki-laki tua yang akan menaiki bis. Dengan kondisi fisiknya yang bagi orang
normal, rasanya tidak mungkin lagi untuk dibiarkan bepergian sendiri. Laki-laki
tua itu masih terlihat bersemangat.
Mengisi waktu saat menunggu bis |
Kedua,
masih tentang laki-laki renta dengan kondisi kesehatan yang tak lagi prima.
Saya memerhatikan langkahnya yang gemetar tapi tetap konsisten. Luar biasa!
Saya bisikkan ke suami “Kenapa bisa begini ya? Brugge dengan suasana alamnya
yang romantis dari kemarin menyuguhkan kejadian-kejadian yang bikin hati kita
ikut bergerimis.” Suami saya hanya tersenyum sambil berkomentar “Hitung-hitung
kita bisa melihat seperti apa hari tua kita nanti.”
Di stasiun Brugge |
Sesaat
setelah itu, bis pun muncul. Kami bergegas naik dan bis melaju menuju stasiun
kereta. Semoga Allah masih memberi kesempatan kami kembali lagi ke kota ini
dengan paket lengkap, saya, suami, si Kakak, dan si Adik (putra bungsu kami).
Semoga! [Wylvera W.]
Note:
Cerita sebelumnya ada di sini
Cerita sebelumnya ada di sini