Kami tinggalkan
kota Christchurch dengan perasaan yang masih menyisakan perih mengingat tragedi
penembakan itu. Sementara kami harus menyiapkan stamina kembali untuk
melanjutkan perjalanan ke destinasi berikutnya. Saya dan suami harus siap bergantian
menyetir dalam perhitungan waktu 5 jam 19 menit menuju Nelson. Kali ini giliran
saya yang menyetir. Ashiaaap!
|
Sopir AKAP ambil alih. Hahaha |
Tujuan
kami sebenarnya bukan kota Nelson melainkan Auckland. Namun karena jarak tempuh yang lebih dari 1000 kilometer, suami terpaksa memecahnya menjadi 2
persinggahan, Nelson dan Whanganui. Sementara itu, jarak tempuh yang harus kami
lalui menuju Nelson mencapai 415 kilometer. Dalam
perkiraan waktu, kami akan tiba di Nelson pada malam hari.
|
Tinggal tekan pedal gas ... cuuuzzz! |
|
Bu Sopir rehat sejenak :p |
Tidak ada waktu
luang yang bisa membuat kami menyinggahi tempat-tempat tertentu di antara jarak
tempuh Christchurch dan Nelson. Hanya memuaskan hati menikmati panorama alam
Selandia Baru yang bersih, tenang, dan nyaman. Sesekali kami ge-er kalau jalanan mulus yang kami
lewati serasa milik berdua saja. Saking sedikitnya kendaraan yang melintas.
|
Sesama sopir harus mesra. Hahaha |
|
Sopir merangkap model. Hihihi |
Mengingat New Zealand dijuluki
sebagai negeri kiwi, saya dan suami semakin penasaran ingin melihat letak kebun
kiwi itu. Sejauh mata memandang dari balik kaca jendela mobil, kami tidak
melihatnya. Yang ada hanya pohon-pohon anggur serta domba-domba dan sapi-sapi
yang bebas dilepas di padang rumput dengan pembatas pagar setinggi pinggang
orang dewasa. Mungkin karena kami tidak mampir di sudut-sudut kota dan desanya
kali ya. Jadi enggak menemukannya.
|
Gak pernah bosan menyetir di jalanan seperti ini |
Saya ingin sekali mendekati
domba-domba yang lucu itu dan berfoto. Sementara suami selalu mengingatkan saya
pada durasi dan jarak yang masih harus kami tempuh. Saya harus mengalah untuk
mengambil kesempatan itu di rute lainnya. Kami hanya menyempatkan diri menepi
sejenak untuk memberikan jejak bahwa kami telah melewat jalan itu. Selebihnya
kami hanya singgah untuk menambah bahan bakar dan camilan pengisi perut.
|
Kamarnya selalu bersih |
Akhirnya
kami tiba di Century Park Motor Lodge, 197 Rutherford Street, Nelson City
Center, Nelson 7010, New Zealand. Waktu sudah lumayan larut. Untung saja stok
makanan yang kami beli di perjalanan masih memadai. Setelah bersih-bersih badan
dan menyantap makan malam yang ala kadarnya, saya dan suami terlelap hingga
menjelang subuh.
Kelokan
mendebarkan hingga udara laut yang menenangkan
Demi mengejar jadwal keberangkatan
kapal feri dari terminal di Picton, kami harus pagi-pagi sekali meninggalkan
Century Park Motor Lodge di Nelson. Suami lupa mengatakannya ke petugas
penginapan tersebut. Setelah ditelepon berulang-ulang tidak ada yang menyahuti,
kami terpaksa meninggalkan kunci motel di gagang pintu kamar. Hingga hari ini ternyata tidak bermasalah. Namun jika tidak terdesak, jangan ditiru ya cara seperti ini. Hehehe .... .
|
Menitipkan kunci |
Perjalanan di hari yang masih gelap pun dimulai. Awalnya masih tenang dan lurus-lurus
saja. Tidak sampai lima belas menit, kami mulai dikejutkan oleh jalur yang
harus kami tempuh di kegelapan itu. Sekitar 150 Kilometer jarak tempuh yang
kami lalui membuat detak jantung lebih cepat dua kali. Pengalaman pertama ini membuat kami benar-benar merasa seperti turis yang sedang diplonco di negeri orang. Ya Rabb … kami tidak
bisa mundur lagi. Tidak ada jalur alternatif. Sementara tiket feri sudah dipesan dan harganya lumayan mahal.
|
Awalnya masih tenang |
|
Kelokan pun dimulai |
Jalan berkelok tajam, menanjak dan
menurun dengan berharap pada penerangan lampu mobil sendiri itu sangat membuat
kami berdua menahan napas. Saya sebagai navigator suami, tetap berusaha
mengatur ritme jantung dan tak lepas dari zikir panjang agar Allah selalu
melindungi perjalanan kami. Sesekali kami berpapasan dengan truk yang membawa kontainer
besar. Atau sesekali kami harus mengalah untuk membiarkan kenderaan besar itu
mendahului kami.
Saya teringat pengalaman yang mirip saat kami terjebak di badai salju ketika menuju Washington DC. Bedanya saat itu musim salju dan masih ada kendaraan yang sedikit membuat kami tenang.
|
Kelokannya tajam dan pendek-pendekk :'( |
Kembali ke jalan berkelok-kelok yang belum berakhir. Minim komunikasi di dalam mobil.
Konsentrasi suami saya penuh pada arah jalan. Hanya suara kecemasan saya kerap
mengingatkan suami untuk berhati-hati ketika tikungan tajam di jalan yang hanya
cukup untuk dua kendaraan. Belum lagi satu dua bangkai hewan yang masih tergeletak
di tengah jalan yang harus kami hindari. Sementara kami tidak tahu seperti apa
tepian jalan yang kami lalui. Jurangkah atau lembah-lembah tempat binatang buas
hidup bebas. Saya membayangkan kelok 9 yang ada di Sumatera Barat. Apakah kelokan
itu lebih tajam dan lebih panjang serta mendebarkan? Entahlah, saya belum
pernah melewati kelok 9 itu. Dan kami harus menuntaskan rute ini di saat hari
masih gelap.
|
Di sebelah kanan itu curam banget |
Alhamdulillah, spot jantung itu
akhirnya usai juga. Kami tiba di terminal feri tepat waktu. Perut saya terasa
agak mual ditambah kepala yang sedikit pusing. Mungkin itu dobel efek. Satu
karena belum sempat sarapan dengan sempurna saat berangkat tadi, kedua pengaruh
kecemasan di sepanjang jalan yang mendebarkan.
|
Ngisi amunisi dulu di feri sebelum melanjutkan perjalanan darat |
|
Selfie lagi |
Mobil kami sudah berada di dalam kapal feri. Muatan feri lebih ramai dari feri pertama yang pernah kami naiki. Kami turun
dari mobil dan memilih mengambil tempat di dekat restorannya. Menyambung
sarapan yang belum sempurna saat berangkat adalah pilihan tepat. Kami
menikimati makanan yang lebih tepat disebut brunch
(breakfast and lunch) itu karena waktunya di antara jam sarapan dan makan siang.
Hehehe ….
Penumpang didominasi oleh mereka yang berusia 50 - 80an tahun. Mungkin saat itu adalah waktu liburannya penduduk usia lanjut. Senyum ramah kembali saya lihat saat berpapasan dengan mereka. Ciri khas orang Selandia Baru yang sudah saya buktikan sendiri sejak menjejakkan kaki di ibukota negara ini.
|
Mumpung dermaganya masih jauh :) |
|
Puasin selfie. Hahaha |
Karena waktu tiba di dermaga masih
lama, saya mengajak suami melihat-lihat laut dari dek feri. Suami saya menolak karena ia kurang nyaman dengan angin laut. Saya keluar
sebentar sambil mengambil beberapa foto. Suami saya sebenarnya tidak terlalu
suka dengan laut. Saya sebaliknya. Walaupun tidak begitu jago berenang, saya
sangat suka dengan hal-hal yang berhubungan dengan air, termasuk laut. Kontras
ya? Hehehe ….
|
Sedikit maksa suami berfoto sesaat sebelum turun. Hahaha |
Penyeberangan yang menghabiskan
waktu sekitar tiga jam itu akhirnya berakhir juga. Kami kembali mengikuti
antrian kendaraan untuk keluar dari feri. Setelah keluar dari feri, tujuan
utama kami adalah menuju penginapan. Tidak bisa berpura-pura tidak capek, stamina
kami memang sudah mulai menurun. Setelah suami menyetir sekian kilometer, saya
kembali mengambil alih.
|
Nyetirnya jadi ketagihan |
Untunglah, jarak penginapan dengan
dermaga feri tidak terlalu jauh. Akhirnya kami sampai juga di Aotea Motor
Lodge. Masya Allah, saya tidak menduga kalau kamar yang dipesan suami saya ini sangat
bagus. Atau mungkin umumnya penginapan di kota yang penuh dengan ketenangan ini selalu menyajikan pelayanan kamar yang nyaman? Ah, entahlah. Yang pasti, kejutan-kejutan kecil dari suami selama perjalanan di New Zealand ini sungguh menyenangkan
bagi saya.
Kamar
itu dilengkapi dengan jacuzzi dalam
ukuran kecil. Jacuzzi ini adalah tempat
pemandian seperti kolam dengan pancaran air hangat di bagian bawahnya untuk merelaksasi
otot yang kaku serta meningkatkan denyut jantung sehingga aliran darah menjadi lancar.
|
Jacuzzi yang dianggurin :'( |
Saya sudah berangan-angan untuk
mencoba fasilitas jacuzzi itu. Namun
persediaan makanan kami sudah habis. Tidak bisa berlama-lama istirahat di kamar
yang nyaman itu. Kami harus keluar lagi mencari camilan dan mengisi bahan bakar
mobil. Saat kembali ke penginapan, hari sudah malam dan kelelahan membuat
rencana berantakan karena tertidur hingga menjelang Subuh. Bye jacuzzi …!
Sampai di sini dulu ya. Cerita
perjalanan berikutnya akan saya lanjutkan di postingan setelah ini. Tetaplah sabar
menunggu.
Note:
Cerita sebelumnya bisa cek di:
1.
di sini
2.
di sini
Sepertinya seru sekali travelingnya. Layak di coba...
BalasHapusIya, bisa dicoba dan asyik banget. :)
HapusDibalik perjalanan yang seru dan bekesan, sisi romatisnya kental benar...
BalasHapusSemoga biberi kesempatan traveling seru kayak Mbak Wiek
Hahaha ... iya, Mas Kay. Aku itu kalau bikin catatan perjalanan bareng suami ya seperti ini lah. Versiku banget ya. :)
HapusBtw, aamiin ... semoga Mas Kay dan keluarga diberi kesempatan travelin bareng ya. :)
Seru banget sih perjalanannya mbak wik, nyetir sendiri dan atur sendiri tripnya jadih lebih santai yaa nggak terburu-buru jadwalnya
BalasHapusIya, Dew.
HapusSuamiku belum pernah traveling bareng travel. Nggak leluasa katanya. Tapi ya begini lah, semua kita list sendiri jadwalnya sesuai keinginan kita. Hehehe ....