Laman

Jumat, 28 Juni 2019

Bertandang ke Desa Hobbit


 Setelah memuaskan hati dalam keromantisan perjalanan Whanganui hingga ke Auckland, kami kembali menemukan keseruan di destinasi berikutnya. Pagi menjelang siang hari itu, kami meninggalkan Hotel Grand Millenium di Auckland. Perjalanan kami selanjutnya adalah ingin menemukan tanah pertanian yang berlokasi dekat Matamata, Pulau Utara Selandia Baru.
               Yap! Di sana lah letak The Shire, desa cantik tempat tinggal para hobbit, ras humanoid yang tinggal di Middle Earth dalam dunia fiksi versi Tolkien. Tolkien menggambarkan mereka sebagai makhluk bertubuh pendek dengan telinga lancip memanjang ke atas dan bertelapak kaki lebar. Bagi penggemar film The Lord of the Rings, rasa penasaran pada desa para hobbit dalam film tersebut menjadi obsesi tersendiri untuk mengunjunginya. Begitu juga dengan saya dan suami. Lalu benarkah Desa Hobbit itu nyata? Yuk, ikuti perjalanan kami berikutnya di Selandia Baru.

Yang sana selalu fokus πŸ˜„

              Perjalanan panjang kembali dimulai. Kami benar-benar menikmati setiap kilometer lokasi yang dilewati. Lahan hijau berbukit itu begitu indah dan asri. Mata saya terasa segar dan tak ingin tertidur sekejap pun. Suami yang sedang menyetir pun sesekali menoleh sisi kanan dan kiri sambil mengucapkan rasa kagum pada keindahan alam Allah ini.

Kali ini kami lebih sering berpapasan dengan kendaraan lain
Yang hijau begini selalu bikin tenang
               Setelah melewati lebih dari dua jam perjalanan, saya hampir tidak sabar ingin segera sampai di lokasi syuting film favorit kami sekeluarga itu. Seperti alur filmnya, kami benar-benar dibuat penasaran. Seakan-akan sudah dekat lagi, ternyata masih sekian kilometer yang harus kami tempuh. “Yah! Masih 4,5 kilometer lagi,” ujar suami saya ketika melihat petunjuk jalan yang kami lewati.

Nggak nyampe-nyampe πŸ˜…
Horeee! 6 km lagi! 
              Kesabaran dan rasa penasaran kami akhirnya terbayar. Kami tiba di area parkir. Wah! Ramai sekali ternyata. Cuaca pagi menjelang siang itu memang cukup cerah. Sampai di situ saja saya sudah girang bukan main. Padahal itu belum benar-benar tiba di Hobbiton Movie Set yang ingin kami lihat. Kami harus membeli tiket terlebih dahulu untuk bisa menaiki bus yang akan membawa kami tur ke lokasinya.

Dari sini masuknya ya
Suami beli tiketnya dulu
Fotoan dulu aaah!
           Sambil menunggu jam keberangkatan yang berjarak setengah jam sekali itu, suami mengajak saya berfoto ria. Setelah puas mengambil foto, kami pindah ke sebuah kafe. Banyak sekali yang menunggu di kafe ini. Menikmati secangkir kopi dan makanan ringan di The Shires Rest CafΓ© menjadi pilihan yang asyik.



Asyiiik ... sudah siap tur 😍
Ngopi dulu sambil nunggu antrian bus
             Pemandu wisata pun mulai memberi aba-aba ketika bus yang akan membawa rombongan kami tiba. Sambil menunggu giliran naik bus, saya membaca selebaran yang diberikan penjual tiket. Di situ tertulis sejarah lokasi tempat syuting film yang mengisahkan tentang para hobbit yang ada di film The Lord of the Rings
              Lokasi pembuatan film LOTR sebenarnya tersebar di beberapa tempat. Ada yang di North Island maupun di South Island. Kesempatan yang kami manfaatkan kali ini adalah mengunjungi daerah Matamata karena di sinilah perbukitan dan rumah The Hobbit berada dengan rancangan detil yang menawan.
Siap naik bus
"Yang rapi ya antrinya!"
Busnya kereeen!
               Ketika menemukan sebuah peternakan domba dan sapi yang spektakuler dengan luas 1.250 hektar milik keluarga Alexander, membuat sang sutradara  Peter Jackson merasa mimpinya menjadi sempurna. Ia seperti menemukan tempat yang fantastik untuk mewujudkan novel klasik karya J.R.R. Tolkien dalam sebuah film yang spektakuler pula.


"Dari sini titik startnya yaaa!"
Mau memulai tur dari arah mana? East farthing atau West farthing?
Sejauh mata memandang ... hanya desa hobbiton yang cantik!😍
Rumah Bilbo dan Frodo Baggins
               The Shire ternyata sebuah desa yang tidak hanya ada di dunia khayalan Tolkien tapi ada di dunia nyata. The Shire dibangun sedemikian rupa sebagai tempat syuting film The Lord of the Rings dan trilogi The Hobbit yang merupakan prekuel LOTR. Lokasi syuting itu pun dipertahankan bentuk aslinya dengan nama Hobbiton Movie Set yang menjadi destinasi menarik bagi para wisatawan. 


Ini rumah siapa ya? Lupa saya ih 😚
Kami di depan rumah Samwise, sahabat Frodo
Rumah tetangga Frodo

               Tur kami akan menghabiskan waktu sekitar dua jam lebih. Mulai di dalam bus, pemandu wisata  melengkapi kisah tentang Hobbiton Movie Set. Bagi yang belum mengetahui awal mula sang sutradara LOTR, Sir Peter Jackon menemukan kawasan indah yang disulap menjadi The Shire itu, cerita sang pemandu wisata menjadi sebuah fakta unik dan mengesankan.


Pintunya masih ditutup ini .... πŸ˜…
Jemurannya belum kering 

Menunggu pujaan hati πŸ˜˜
Yang ditunggu akhirnya datang juga 😝
          Pada bulan September 1998, Sir Peter Jackson dan New Line Cinema melakukan pencarian lokasi syuting untuk film LOTR lewat udara. Peter Jackson menargetkan secara spesifik tentang lokasi itu, yaitu harus mirip dengan apa yang digambarkan Tolkien di novelnya yang berjudul The Shire. Lahan hijau berbukit yang masih asri dengan danau luas berada di tengahnya serta pemandangan yang indah mengitarinya. Akhirnya Jackson dan timnya menemukan peternakan milik keluarga Russel Alexander.
Ingat kan ya, Gandalf pernah lewat dari jalan ini
Backville's apple orchard

               Jackson sangat terpesona dan takjub melihat lahan peternakan yang berada di belakang rumah keluarga Alexander. Jackson pun mengatakan maksud kedatangannya kepada keluarga Alexander. Dengan negosiasi yang mulus, akhirnya pada bulan Maret 1999, pembangunan lokasi syuting LOTR pun dimulai. Pembangunan lokasi dibantu oleh Angkatan Darat Selandia Baru dengan menggunakan alat-alat berat pemindah tanah. Karena belum ada jalanan beraspal, mereka membangun jalan sepanjang 1,5 km dari jalan utama menuju lahan peternakan Alexander.


Pohon tua Hobbiton di Party Field
Kita pinjam ayunannya dulu ya
               Di bulan Oktober 1999, syuting film perdana dari trilogi The Lord of the Rings, berjudul The Fellowship of the Rings pun dimulai di Wellington. Sementara itu, pembangunan lokasi syuting Hobbiton terus berjalan. Selanjutnya di bulan Desember 1999, perjalanan syuting di Hobbiton pun dimulai dan menghabiskan waktu selama 3 bulan.


Yuk, mancing dulu ....😘
Area Watermill yang bikin mata fresh
Rasanya semua spot mau dijadikan tempat fefotoan πŸ˜‰
               Sayangnya, setelah syuting dan pengambilan gambar selesai, bangunan rumah para hobbit di peternakan itu dimusnahkan.  Sementara setelah film pertama dirilis, penduduk setempat penasaran pada cerita mengenai lokasi syuting film LOTR yang berada di area tempat tinggal mereka. Mereka baru menyadari bahwa di salah satu peternakan itu telah berlangsung syuting film versi Hollywood. Namun ketika mereka datang mengunjungi lahan peternakan keluarga Alexander, mereka tidak menemukan Desa Hobbit yang didesas-desuskan itu. Mereka kecewa setelah mendengar bahwa semua lokasi syuting sudah dimusnahkan.
               Jackson akhirnya kembali lagi mengunjungi Alexander pada tahun 2009. Ia meminta izin Alexander untuk membangun kembali lokasi syuting The Shire untuk film prekuel The Lord of the Rings, trilogi The Hobbit di peternakan yang sama. Alexander memberi izin dengan syarat agar ketika syuting selesai, The Shire tidak boleh dihancurkan kembali. Jackson sepakat dan menyanggupi syarat yang diajukan.


Ada yang ingat bangku dan buku siapa itu?

Tempat mengambil air
               Pembangunan lokasi syuting akhirnya dimulai kembali dengan menggunakan bahan-bahan permanen. Ketika lokasi tersebut dibangun kembali untuk The Hobbit Trilogy pada tahun 2009, struktur ini dibangun dari bahan permanen tanpa pohon buatan yang terbuat dari baja dan silikon. Seluruh proses rekonstruksi ini memakan waktu dua tahun.


Kita mau bertamu dulu yaaa ....πŸ˜‰
               Ada 39 Hobbit Holes (lubang hobbit) dibuat dengan kayu asli yang tidak diolah, dibangun berderet lengkap dengan detilnya sampai dilengkap dengan jemurannya. Di antara lubang hobbit (rumah hobbit) itulah rumah Bilbo Baggins, Frodo Baggins, dan Samwise Gamgee bersama istrinya Rosie Cotton.  Beberapa daun buatan didatangkan dari Taiwan dan disambungkan ke pohon. Jembatan lengkung dibangun begitu menawan.
               Hobbiton dikelola secara professional dan terorganisir lalu dibuka untuk umum dan para turis. Sampai hari ini, Hobbiton masih dikelolal oleh keluarga Alexander. Alhamdulillah, kami mendapat kesempatan mengunjungi Hobbiton dengan pemandu wisata dalam pengelompokan tur yang rapi dan memuaskan.
               Beberapa kali kami tertinggal oleh rombongan karena sibuk mengambil foto. Yah, kapan lagi bisa mengulang momen ini. Meskipun dalam hati saya berharap bahwa suatu hari nanti, saya akan mengajak anak-anak kembali ke tempat ini. Kalau saja kami tidak ikut rombongan, saya ingin sekali masuk ke dalam rumah Frodo dan melihat isi dalamnya lalu memoto lebih banyak lagi. Namun saya dan suami hanya sempat berfoto saja di pintunya yang lucu.
               Saya tidak perlu merasa kecewa karena tidak bisa melihat semua sisi bangunan itu. Melihat eksterior rumah para hobbit saja sudah sangat membuat saya takjub. Apalagi membayangkan beberapa scene LOTR yang benar-benar ada di dunia nyata itu. Detil yang luar biasa mereka buat, membuat saya terus memikirkan kreativitas yang mereka miliki.


Dari sini masuk ke kedainya
Salah satu perapian yang sering dijadikan spot foto oleh pengunjung
Suasana kedai tanpa para hobbit
               Setelah selesai mengajak kami berkeliling, pemandu wisata yang humoris itu pun memberi kesempatan kepada anggota rombongannya untuk melihat-lihat area yang masih layak untuk diabadikan dalam frame kamera. Kami juga memaski The Green Dragon Pub, tempat salah satu scene LOTR ketika Frodo Baggins, Sam Gamgee, Meriadoc Brandybuck dan Peregrin Took menikmati suasana.
Yang di cangkir itu isinya air putih kan, Bang? Hahaha
Belum lengkap kalau nggak foto di perapian favorit ini
               Saya dan suami mengabadikan momen duduk berdua di depan perapian yang selalu menyala di kedai itu. Interior Green Dragon Pub ini memang dibikin sealami mungkin dengan pintu bulat ala rumah hobbit, bangku-bangku kayu yang bentuknya klasik, gentong besar dan masih banyak yang membuat saya merasa sedang berada dalam suasana adegan film LOTR. Sayang, kami enggak bertemu Frodo dan kawan-kawannya di situ. Hehehe
               Di Green Dragon Pub, pengunjung juga bisa memesan minuman para hobbit, seperti Oak Barton Ale dan Southfathing Ginger Ale dan Sackville Cider. Namun kami hanya memesan secangkir air putih saja. Hahaha ….
               Sampai di sini dulu cerita saya tentang bertandang ke Desa Hobbit, The Shire, Hobbiton Movie Set ya. Habis ini, masih ada cerita penutup dari dua destinasi lagi yang akan saya bagi. Mohon sabar menunggu.

Note:
Cerita sebelumnya
1. sini
2. sini
3. sini
4. sini

Semua foto adalah milik penulis, dilarang mengambil tanpa izin ya😎

2 komentar: