Berkisah tentang pengalaman momen perjalanan ke suatu tempat, seperti keinginan curhat yang sulit dibendung. Seolah hanya kita yang merasakan indahnya belahan bumi Allah lainnya. Begitulah, magnet kenikmatan dari setiap kenangan traveling yang terjadi. Terlebih bagi saya yang lebih memilih mengendapkannya dalam goresan alur cerita. Terangkai sedemikian rupa sebatas kemampuan yang ada. Semua demi menancapkan rekam jejak untuk hari-hari mendatang, jika hati ingin menoleh ke belakang.
Baiklah,
saya akan melanjutkan catatan jejak-jejak kebersamaan saya dengan ibu-ibu mantan pengurus Persatuan Istri Pegawai BI (PIPEBI) Pusat '19 - '21 selama di Turki.
Setelah hari pertama terlewati dan ditutup dengan mimpi indah pada kamar-kamar
sebuah hotel bernama “Troia Tusan” di kota Canakkale, catatan ini merupakan
hari kedua kami berada di Turki.
Nama Canakkale sekaligus menjadi ibukota dari provinsi bagi kawasan tesebut. Selama di perjalanan dalam bis, tentu saja Burak, tour leader yang saya sebutkan di awal perjalanan, selalu memberikan informasi tentang kota yang akan kami datangi. Termasuk saat ingin memasuki Canakkale. Burak yang selalu bersemangat berinteraksi dalam Bahasa Indonesia yang lumayan fasih, mengingatkan kami - khususnya saya yang selalu setia menyimak … uhuk-uhuk … tentang film “Troy” yang dibintangi oleh aktor beken Brad Pitt. Film nominasi Oscar besutan sutradara Wolfgang Petersen ini mengisahkan tentang pertempuran antara kerajaan kuno Troy dan Sparta. Film menegangkan yang diangkat dari puisi berjudul “The Iliad and Odyssey” ini, merupakan karya Homer, mengisahkan tentang siasat Achilles dalam Perang Troya.
Aha! Untuk lengkapnya, silakan Anda browsing ya, Sob! Khawatir nanti cerita perjalanan saya dan teman-teman terdistraksi oleh ketampanan Brad Pitt. Hehehe….
Foto: free download |
Kembali
ke kota Canakkale, ada sebuah patung yang bisa disebut sebagai monumen yang
akan melekat di ingatan para turis ketika mampir di Canakkale. Patung kuda
troya namanya. Patung yang sempat dianggap sebagai peninggalan Perang Troya itu
terletak di salah satu kota di Turki, yaitu Canakkale. Sementara tentang
sejarah Perang Troya sendiri, saya tidak akan menuangkan ulang detail kisahnya
di sini. Anda bisa search ya, Sob. Alih-alih ingin berbagi keseruan
tentang perjalanan saya dan teman-teman, khawatir nanti jejak catatan ini
menjelma menjadi duplikasi laman sejarah. Hahaha….
Sekilas
saja, menurut sejarahnya, Canakkale pada zaman itu masuk ke dalam wilayah
Yunani. Setelah pertempuran Troya, akhirnya kota ini kembali pada kekuasaan
Turki di tahun 1925. Namun, pada ribuan tahun lalu, kota Canakkale tersebut
masuk ke dalam kerajaan Romawi kuno dan pernah menjadi kawasan perebutan antara
dua bangsa besar. Canakkale dulunya merupakan sebuah kota besar yang berada di
tepi laut. Kota ini juga tercatat sebagai situs warisan dunia UNESCO pada tahun
1998. Oiya, patung Troya sendiri bukanlah bagian dari peninggalan sejarah
tetapi hadiah dari artis Hollywood untuk kota Canakkale. Dan
beruntungnya, patung itu akhirnya dianggap menjadi semacam landmark bagi
kota tersebut.
Kembali pada cerita perjalanan kami.
Di pagi yang cerah, matahari di atas langit Canakkale cukup
bersahabat. Walaupun bagi yang kurang suka dengan udara panas, memang sedikit ‘mencubit’
di kulit. Bagi saya, biarlah sedikit berpanas-panas daripada diguyur hujan. Setuju?
Setujulah ya ….
Pagi kami diawali
dengan sajian sarapan di hotel. Sup (sup labu, bayam, wortel, dan entah apalagi
jenisnya, saya kurang paham isi dari sup-sup yang selalu disajikan/tersedia itu…
hahaha) yang ternyata selalu hadir di setiap waktu makan dan selalu menjadi hidangan
pembuka. Lidah saya diajak untuk beradaptasi dengan taste-nya. Lumayan
bersahabatlah. Entah bagi ibu-ibu teman segrup lainnya. Yang pasti, hampir
semua tak lupa membawa bumbu pelengkap rasa, seperti saus tomat, sambal, bahkan
keripik tempe dan teri. Saya pun ikut menikmati bumbu-bumbu pelengkap itu.
Bersiap menuju Alacati
Greek Town dan Kirli Ciki Sanat Galerisi
Hari ini, warna
baju kami putih dengan jilbab senada. Sementara bawahannya berbahan jins. Bukan
bermaksud ge-er. Meskipun tidak seunik outfit di hari pertama, tetap
saja keseragaman yang kami tampilkan sedikit-sedikit menjadi perhatian tamu
lainnya. Apalagi jika berkumpul dan berfoto bersama. Terlihat indah dalam warna
senada. Serasi!
Setelah
mengabadikan kebersamaan dalam rekam kamera, menandakan bahwa kami pernah
menginap di hotel Troia Tusan, perjalanan selanjutnya pun dimulai. Kali ini,
pasangan duet tour leader kami (Billy dan Burak-red), akan
mengantarkan kami menuju Alacati Greek Town, desa wisata yang cantik bergaya
Yunani dan dikenal dengan sebutan Santorini of Turkey.
Sebelum sampai ke
tujuan, di perjalanan dalam bis kali ini terjadi keseruan yang susah untuk
dilupakan. Berhubung dalam rombongan “Pretty Bestie” kami ada beberapa penyanyi
ala-ala diva PIPEBI Pusat, maka suasana hening dalam bis mendadak heboh! Perjalanan
menuju desa wisata yang cantik itu, diwarnai dengan keceriaan bestie-bestie
yang menjadi cheerleaders dan backing vocal penyanyi kami. Hahaha
…. PECAH!
Suasana perjalanan
yang lumayan menghibur tadi, akhirnya tanpa terasa membawa kami ke destinasi berikutnya.
Begitu tiba di lokasi, kami langsung dibawa melihat Yel Degirmenleri Parki, kincir
angin yang cukup terkenal di Alacati. Bangunan itu konon digunakan untuk
menggiling gandum. Kincir anginnya yang terbuat dari batu pada tahun 1850 itu
menjadi simbol Alaçat yang
banyak menarik wisatawan. Begitu juga kami. Rasanya aneh jika tidak berfoto ria
di lokasi ini.
“Ayo fotoan yuuk!”
“Di sini ni bagus!
Ayo, rapat biar masuk semua!”
“Aku fotoin di
sini dooong!”
Seruan-seruan seperti itu mewarnai suasana. Tidak hanya berfoto berlatar belakang bangunan dengan kincir angin di atasnya. Dari posisi Yel Degirmenleri Parki, terlihat di bawah sana area pertokoan. Kata Burak, nama area sekitar itu adalah Kirli Ciki Sanat Galeresi. Pemandangan area pertokoan dan rumah-rumah toko serta jalanan sempit dari posisi kincir angin tak luput dari bidikan kamera hape kami. Klik! Klik! Puluhan foto kembali memenuhi memori hape.
Puas berfoto di lokasi kincir angin, kami beranjak menuju area pertokoan dengan bangunan rumah-rumah yang terpisah oleh jalanan sempit. Di sanalah toko-toko suvenir, restoran dan beragam dagangan khas Turki diperjualbelikan. Tentu saja daya tariknya sangat menggoda untuk berbelanja. Buat saya, cuaca yang semakin panas, memancing untuk mencicipi eskrim aneka rasa yang juga dijual di lokasi itu. Humm … yummy!
Sambil menikmati
eskrim, saya teringat beberapa artikel yang sempat saya baca. Pada zaman kuno,
Alacati disebut “Agrilia” yang lokasinya berada di wilayah “Ionia” dalam
sejarah Anatolia Barat, membentang dari Selatan Izmir ke Sungai Menderes. Nama Alaçat
sendiri
muncul di beragam sumber sebagai “The Itineraries of Evliya Celebi” untuk
pertamakalinya selama era Ottoman awal. Kota Alacati berasal dari nama suku
yang telah menetap di desa itu dengan nama suku Alacaat.
Alacati merupakan
desa pesisir yang berada di Provinsi Izmir Turki, di pantai Barat dan laut
Aegea. Desa ini didirikan pada tahun 1850, ketika para pekerja dari bangsa
Yunai Ottoman dibawa dari pulau-pulau untuk membersihkan tanah dari malaria.
Setelah wabah malaria menghilang, mereka memutuskan untuk tinggal dan memulai
kehidupan baru. Rumah-rumah batu dengan jalan-jalan sempit yang dipenuhi oleh
pertokoan, restoran, dan hotel, menjadi daya tarik tersendiri.
Ketika salah kostum di
Kum Beach.
“Ayo!
Ayo! Bestie … bestie! Cepat! Cepat! Lari! Lari!” seru Burak memanggil
kami dengan sebutan bestie.
Maaf. Kalau saya lupa memberitahukan bahwa nama rombongan tur kami adalah
“Pretty Bestie”. Sebutan “Bestie” itu ternyata langsung melekat di ingatan
Burak, tour leader kami. Seruan Burak memancing kelucuan. Sambil
bergegas kami pun kembali menaiki bis menuju destinasi berikutnya.
Sesuai
itinerary, Billy dan Burak mengajak kami mampir ke Kum Beach, pantai
yang terletak di tepi laut Aegea (Aegean Sea). Melihat para turis dan mungkin
juga sebagian besar yang ada di tepi pantai itu adalah penduduk setempat, saya
langsung tertawa sendiri.
“Ini
sih salah kostum!” gumam saya menahan tawa.
Kami yang berpakaian sopan dan lengkap, tidak mungkin ikut menikmati pantai bersama mereka yang nyaris tak berbusana. Hahaha …. Tetapi bukan ibu-ibu PIPEBI yang kreatif namanya kalau se-saltum apa pun kondisinya, berfoto wajib jalan terus.
Seolah
lupa pada panasnya cuaca di sekitar tepi pantai, beragam pose tetap dilakukan
demi mengabadikan kenangan. Klik! Klik! Puluhan foto berikutnya kembali
berjejal di hape kami. Seru!
Saat itu, saya
tidak paham seperti apa laut Aegea itu. Setelah mengintip keterangan di Wikipedia
barulah saya tahu.
“Laut
Aegea merupakan sebuah laut di Laut Tengah yang terletak antara semenanjung
Balkan Eropa (Yunani) dan semenanjung Anatolia Asia (Turki). Di bagian Utara,
Aegea ini terhubung dengan Laut Marmara, kemudian Laut Hitam melalui Selat
Dardanella dan Bosporus”.
Pantas saja kami
diajak ke pantainya walaupun saat itu outfit kami tak tepat. Karena laut
tersebut erat sejarahnya dengan Turki.
Selepas
kebersamaan kami di kawasan pantai, waktu solat pun menjadi jeda. Setelah
menunaikan zuhur dan ashar dalam satu waktu, kami mendapat satu bonus tempat
kunjungan, yaitu sebuah toko yang menjual aneka ragam skin care oil khas
Turki. Lagi-lagi keinginan untuk membeli produk yang ditawarkan tidak bisa
dibendung. Siapa sih ibu-ibu yang tak tertarik dengan skin care? Terlebih
jika produknya sudah di depan mata dan asli dari asalnya. Eh, maaf … mungkin
tidak semua ya? Tetapi umumnya pasti suka. Eakaaan ...? Apalagi mendengar tawaran
berupa potongan harga jika membeli dalam jumlah banyak. Wow! Kami bergegas
menyepakati.
“Ayo, siapa lagi?
Kalau beli 10 bonusnya 2 botol!”
“Aku mau dong satu!”
“Aku dua ya!”
Bonus dan potongan
harga pun berhasil didapatkan. Dan saya mendapat satu produk Argan skin care
oil. Satu saja cukuplah sebagai tanda sah saya ikut keseruan berbelanja di
toko itu. Ngeleees! Hahaha ….
Bermalam di Kusadasi
Keseruan dan kebersamaan kami pun mendekati akhir durasi untuk hari kedua di Turki. Lelah namun bahagia itu lebih meraja. Sehingga perjalanan menuju penginapan selanjutnya tetap kami nikmati dengan suka cita. Bis terus melaju. Sementara Burak dan Billy sesekali melanjutkan penjelasannya tentang hal-hal yang perlu disampaikan sebagai reminder.
Panorama dari balik jendela Hotel Marina |
Hari bergerak
mendekati senja. Kami tiba di Hotel Marina, Kusadasi. Sambil menuntaskan check-in,
makan malam kembali menjadi pelengkap penghujung hari kedua kebersamaan kami.
Hotel
Marina letaknya tak jauh dari pemandangan laut. Dari kamar kami terlihat
indahnya pemandangan panorama laut yang jaraknya kira-kira hanya berkisar 500
meter. Daya tarik itu membuat ide baru muncul seketika.
Emperan pertokoan pusat kota Kusadasi |
“Habis
makan kita jalan yuk lihat pantai,” ujar Mbak Dyah, ketua PIPEBI saat ini
memberi usul.
Gayung bersambut tentunya. Akhirnya kami – bertiga - nekat keluar menembus jalanan yang konturnya menanjak dan menurun. Benar saja! Begitu mendekati pemandangan laut dengan langit senja yang kian menggelap, rasa lelah itu mendadak sirna. Kami puaskan mengabadikan momen itu dengan memilih beberapa spot foto.
Kalau kami tidak
keluar malam itu, tentu kami tidak tahu jika pusat kota Kusadasi hanya berjarak
sekitar satu Kilometer dari Marina Hotel. Berbagai restoran, bar, dan toko ada
di sana. Semakin larut justru semakin ramai. Mumpung sudah di area itu, maka
kami puaskan mengeksplornya.
Untunglah kami merasa
sudah benar-benar lelah. Jika tidak, bisa jadi kami menghabiskan malam hingga
pagi di lokasi itu. Hahaha ….
Kami putuskan untuk kembali ke hotel.
Jalanan yang tadinya dirasakan asyik menuruninya, ketika kembali justru letaknya
menanjak. Saya nyaris lunglai menapaki jalanan menanjak itu. Bantuan dorongan
pun menjadi drama kecil yang terjadi.
“Ayo, Mbak.
Sedikit lagi!”
“Semangat, Mbak!”
Dukungan itu
membuat saya kembali tersenyum saat mengetik bagian cerita penutup ini. Sampai bertemu
pada catatan “curhat” hari ketiga di Turki ya, Sob!
See yaaa! [Wylvera W.]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar